Search This Blog

Monday, January 16, 2006

Allahu Akbar, Allahu Akbar

 
IDUL Adha 1426 H tahun ini, Darrel merayakannya di Yogya. Di situ ayah, bude, juga tante dan om dibesarkan. Tepatnya di Suryodiningratan, sekitar 3 Kilometer dari Kraton ke arah Selatan. Kebetulan, Eyang, ini mommy-nya mommy, juga pas pulang ke Yogya. Jadilah Darrel, Mommy, ayah, juga mbak Mur dan mbak Minah, merayakannya di Yogya.
Di kalender masehi, idul adha bertepatan dengan Selasa 10 Januari 2006. Ini dua hari setelah ulang tahun Eyang Kakung yang ke-68, atau satu hari setelah ulang tahun ayah yang ke-41.
Senin siang ayah sibuk pergi mencari lampion, untuk bekal Darrel takbiran. Ia mendapatkannya di Alun-alun Utara. Ayah membeli gambar spongebob, dan satu berbentuk bintang.
Belum apa-apa, mommy wanti-wanti. ''Awas, jangan pake lilin atau yang bisa membakar lo...''
Senin malam, Darrel bersama mbak Naila, mbak Shifa, juga mbak Shila, berbondong-bondong ke masjid Al Ihsan. Ini masjid cukup besar di Suryodiningratan. Yang mengantar tak kalah banyak. Tante Atik, Mommy, Bude Tiwi, juga mbak Bella, mbak Mur, dan mbak Tifa, ikut mengantar. Masing-masing membawa kamera... Wah, pokoknya meriah.. Posted by Picasa

Thursday, January 12, 2006

Makan Beneran

 
Ini saya sertakan foto makan-makan. Menunya: ayam bakar wong solo. Om Ando membeli dari layanan antar. Enak kan, tidak perlu masak sendiri? Kalo harus bikin sendiri, wualah... pasti susah.. dan capeknya itu lo... Posted by Picasa

Makan-makan di Rumah Om Ando

 
DI hari Ahad, 10 Januari 05, Om Ando dan Tante Atik punya gawe. Untuk mensyukuri rumahnya yang baru, di Meredan, Bantul, kami sekeluarga diundang. Pasti rame sekali...
Sehabis salat dluhur kami berangkat dari rumah. Eyang Puteri, Ayah, Darrel, Mommy, Reza, dan mbak Shifa, di mobil Carens. Pakde Rusdi dengan Eyang Kakung, Bude Tiwi, Shila dan Fita di mobil Kijang. Bude Yeni berangkat sendiri, dengan Avanza-nya. Mbak Cita, Mbak Tifa dan Mbak Bella ikut serta.
Hanya sekitat 20 menit Darrel dan rombongannya sampe di rumah Tante Atik. Di situ sudah ada mbak Naila, Tante Atik, dan Azul. Om Ando tiba bersama kami. Ia naik taksi dari Malioboro Mall.
Besar lo rumah Om Ando dan Tante Atik. Bangunannya lebih dari 300 meter. Rumah ini kira-kira terletak di belakang Bandar Udara Adisucipto, Yogyakarta.
Kami makan-makan. Sebelumnya, Eyang Kakung memimpin doa. Intinya mohon agar rumah dan keluarga Om Ando diberi kesehatan dan rejeki. Juga kami yang hadir dalam syukuran.
Darrel, seperti biasa, lari kian kemari. Bersama kakak dan adik keponakan, ia difoto. Jepret.... Posted by Picasa

Idul Adha di Yogya

 
PULANG dari Singapura pada Jumat malam, pada Sabtu pagi, 9 Januari, saya meluncur ke Yogya. Ada pertemuan besar di sana. Tante Atik dan Om Meilando pulang dari Libya, membawa serta dua ''ekor''-nya: Naila dan Azul. Bude Tiwi dan tiga pasukannya, Fita, Shifa dan Shila, sudah lebih dulu datang sepekan sebelumnya. Jadinya rumah utama, Suryodiningratan, rame banget. Sampe-sampe untuk menggelar badan pun susah tempatnya. Padahal Om Sigit dan Tante Nurul tidak datang. Mereka tengah naik haji.
Saya datang naik mobil, pada Sabtu pagi, bersama mbak Mur, mbak Minah, Pakde Rusdi, dan dua kawan sekantor: Made Suarjana dan Febri.
Hari Minggu Bude Yeni datang bersama Mbak Cita, Mbak Tifa, dan Mbak Bella. Wah, Darrel seneng sekali.
Mereka, para cucu Pak Syarief dan Bu Siti Asiyam, berkumpul di ruang tamu. Mereka berfoto bersama. Huuuuuuuuu! Sambil berteriak, para cucu itu mengangkat tangan. Harap dimaklumi kalo teriakannya tidak seragam.
Di foto tampak Darrel, yang berkaos biru. Dia diapit mbak Bella (berkaca mata) dan mbak Tifa. Di ujung kanan-nya Darrel adalah mbak Shifa, ini nomor tiga-nya Pakde Rusdi dan Bude Tiwi. Mbak Cita tampak tengah menunjukkan simbol ''V''--victory. Di ujung kiri Darrel adalah mbak Fita. Ia memangku Shila.
Hampir sama ya, nama-namanya? Posted by Picasa

Ke Singapura

 
SELAMA empat hari, dari Selasa 5 Januari - Jumat 8 Januari, saya berkunjung ke Singapura. Pengundangnya Law Hang Dean, Sekretaris I Kedutaan Besar Singapura di Jakarta. Dean, begitu ia biasa disapa, bertugas mengurusi wilayah politik. Karena itu bidang tugasnya termasuk menghubungi para wartawan. Saya salah satu yang ia hubungi.
Dean pernah berkunjung ke GATRA. Pada akhir Desember, kalo tak salah pada pekan ketiga, ia mengirim surat ke saya. Waktu itu, saya masih menjadi pemimpin redaksi. ''Mengharap kedatangan Anda untuk mengikuti Indonesian Journalist Visit Program,'' katanya. Yang diharapkan hadir adalah para senioren di berbagai media.
Semula saya berharap Made Suarjana yang berangkat, karena saya habis pergi ke Kuala Lumpur. Tapi ia keberatan, sehingga akhirnya saya sendiri yang melawat.
Pengundang acara itu sebetulnya Ministry for Information, Communication, and Art. Tapi Departemen Luar Negeri Singapura yang menjadi pelaksana.
Di Singapura, saya berkunjung ke banyak tempat. Mulai dari ke Departemen Luar Negeri, Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, Agriculture and Veterinary Authority, hingga ke Majelis Ugama Islam Singapura. Semuanya menarik, dan mengesankan. Tiap kali berkunjung ke berbagai tempat itu, saya dikesankan pada efektivitas dan efisiensi masing-masing lembaga. Luar biasa. Orangnya sedikit, tapi kerjanya banyak.
Saya sertakan di sini foto saya sehabis berkunjung ke Majelis Ugama. Kisah kunjungan saya, insya Allah, saya nukilkan dengan rinci dalam kisah-kisah yang terpisah. Posted by Picasa

Menuju Hotel

 
PULANG dari Genting Highland, sekitar jam 16.30, kami merasa capek. Turun di Terminal Pasaraya, kami berhenti sebentar. ''Belanja dulu yo Agus,'' kata mommy. Yang ia maksud adalah Tante Agustina Lubis, adiknya.
Berdua mereka kemudian masuk ke toko yang desainnya dibuat murah. Toko itu namanya Pasaraya. Raknya dari bambu. Toko supermarket itu tanpa AC, hanya menggunakan penyedot udara (exhaust) untuk membantu jendela ventilasinya.
Tokonya lumayan lengkap. Bahan makanan, durian, bumbu-bumbu, semua disediakan. Harganya juga cukup murah.
Toko Pasaraya diresmikan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad, pada 1995. Toko itu dimaksudkan sebagai simbol bahwa dengan harga murah pun bisa didapat bahan berkualitas bagus. Di depannya dipajang ''Tenaga Nasional Berhad''. Ini adalah PLN-nya Malaysia.
Di foto tampak Opung, Mommy, Dayen, dan Tante Uti sedang berdiskusi. Saya lupa tema pembicaraan waktu itu. Kalo tak salah mereka berunding: ke hotel mau jalan kaki ato naik taksi. Dayen tak ikut berunding. Bagi dia, yang penting kan bisa mimik susu dan maem krupukkkk... Posted by Picasa

Thursday, January 05, 2006

Tinggal di Prince Hotel


This is still follow up story of our holiday vacant in Kuala Lumpur. Very sorry if I didn't put the story in at once story.
The picture above shows interior situation of Prince Hotel and Apartment Residence, place where we stayed during five days in KL.
Room and other equipment is quiet well. Owner of the building seriously designed the building to be a comfort place to stay. There are two sleeping rooms. One other is working room, equipped with sofa.
But, this sofa is prepared if the occupant wants to have another sleeping room. This sofa just to be tied with another sleeping bed. A new convenience place for sleeping is ready now. Just pull the devider. Now you don't get only sleeping bed. Also a bed room.
Table for eating is quiet well also. Please watch its artistic lamp.
With this all convenience place, then when do we go work? Posted by Picasa

Dari Genting Menuju Pulang


DI Malaysia kami berlibur selama empat hari. Dari Rabu sampai Sabtu. Lumayan nyaman. Tidak terburu-buru, juga tidak terlalu lama. Kalau sampe waktunya kelamaan, bisa-bisa kantong yang berontak.

Sabtu pagi, kami menuju bandara Kuala Lumpur International Airport, biasa disingkat KLIA. Sopir dari hotel mengantar kami hingga bandara. Perjalanan cukup lama, hampir satu jam.

Kalau rombongan ramai begini, pakai taksi tidak ada salahnya. Berlima, dengan satu Darrel, ongkos taksi tetap saja RM 100. Sementara kalau pakai kereta, tarifnya per orang RM 25. Kalau kita bepergian sendiri, naik kereta api memang jauh lebih murah.
*****
Hari Kamis, kami masih sempat menikmati suasana Genting. Cukup lama lo kami di situ. Tak mudah untuk pulang, karena Darrel berontak. Ia ingin saja terus bermain. Memang, masih banyak permainan yang belum ia coba. Ada kereta yang relnya di langit-langit, memutari arena dalam ruang. Juga ada mainan putaran yang bergerak seperti ombak. Semuanya ia ingin coba. Everything ingin dicoba-lah, kata datin dan datuk di Malaysia.

Kami pulang jam 15-an. Ternyata kami harus menunggu bus. Jadwal semula di tiket, kami memang pulang jam 17.30. Tapi kalo acara sudah selesai, lagi pula hujan deras, buat apa?

Tak mudah juga untuk naik bus. Sopirnya ngotot. ‘’Yang boleh naik hanya yang tiketnya jam 15.30. Selebihnya menunggu sampe menjelang berangkat. Kalo kosong, baru boleh naik,’’ katanya. Akhirnya kami menunggu. Alhamdulillah, kosong lah.

Tak banyak cerita sepulang dari Genting. Saya capek, dan harus menulis naskah Lensa, di hotel. Darrel menemaniku. Mommy, Opung, dan Tante jalan-jalan keluar. Tunggu saja ya, tulisan beliau-beliau.
******

Di Jumat, kami bergerak ke Putrajaya. Ini adalah ibukota pemerintahan. Kota ini diciptakan berdasar gagasan Mahathir Mohammad. Kotanya masih baru, sehingga pohon-pohonnya masih pendek. Tapi semuanya teratur rapi. Bagus sekali. Tak ada sampah. Jalanan lebar. Ada danau, yang kelihatannya itu buatan.

Selama di Putrajaya, kegiatan kami berpusat di sekitar masjid. Tujuannya memang untuk salat Jumat. Tapi kami datang terlalu pagi, jam 11-an. Kalau yang dipakai jadwal Jakarta, salat Jumat ya sekitar jam 11.45. Tapi ini Kuala Lumpur. Salat Jumat baru jam 13.15.

Walhasil, kami pun makan di kantin sebelah masjid. Sambil kami makan, seperti biasa, Darrel bergerak bebas. Kalao bola, mirip bola liar. Bergerak ke sana ke mari.


Di sebelah masjid terdapat danau. Mommy, Tante Agus, dan Darrel sempat berfoto-fotoan di Putrajaya. Cuma, tak bisa lama-lama mejeng di sekitar danau. Hawanya panas sekali. Matahari sedikit menyamping dari ubun-ubun.

Makanan di Putrajaya rasanya hampir sama dengan di Jakarta. Kebanyakan pake nasi. Bumbunya mendekati nasi padang.

Di Putrajaya, saya dan Opung salat Jumat. Masjidnya juga bagus sekali. Saya sertakan di sini gambar masjid, juga kaligrafi di kubahnya.

Di Indonesia, masjid yang bagus seperti ini juga banyak. Di Taman Mini, ada Masjid At Tiin. Di Makassar, ada Masjid Al Markaz al Islami, yang pembangunannya digagas almarhum Jenderal M. Jusuf. Di Surabaya juga ada Masjid Agung. Pembangunannya melibatkan orang-orang ‘’suroboyoan’’ dan ‘’madura-nan’’ yang sukses di Jakarta. Ada Pak Mar’ie Muhammad, Pak Husein Suropranoto (waktu itu direktur utama Rajawali Nusantara Indonesia).


Dari segi kualitas rancangan dan mutu bangunannya, kita tidak kalah. Barangkali, yang harus diperhatikan adalah perawatannya. Sering masjid yang dibangun dengan susah payah, kamar pipisnya bau pesing. Atau airnya tidak mengalir dengan baik.

Masjid di Putrajaya, perawatan untuk hal-hal begini harus dipuji. Tentu kami berharap, Masjid Al Abraar di Jati Cempaka, yang pembangunannya melibatkan Opung, juga Masjid Al Ihsan di Suryodiningratan, yang masih ditakmiri Eyang Kakung, masuk ke kelompok bersih, dan mendatangkan limpahan rahmat dunia-akhirat.
Amien.

****
Dari Putrajaya, kami kembali ke hotel. Sebelumnya, mobil ngedrop mommy dan tante di KLCC. Ini pusat belanja di bawah Petronas Tower itu lo. Tapi jalanan untuk menuju pulang luar biasa macet.

‘’How long it will take to hotel,’’ tanya saya ke sopir.
‘’Depend on traffic,’’ katanya.
Tak pikir tidak ada macet. Ternyata KL pun juga mengalami problem serupa dengan tol cikampek. Hanya saja, sedikit lebih longgar.
Toh tetap saja kami harus antre. Syukur tidak ada pengemudi yang main serobot seperti di Jakarta. Kalao ada, walah-walah…
*****
Di Bandara Sepang, kami menunggu cukup lama. Sekitar 2 jam. Memang lebih nyaman menunggu di airport ketimbang di hotel. Di airport kami bisa berjalan-jalan. Mencuci mata. Juga makan.


Kalau mau makan yang harganya standar, masuk saja ke kios KFC atau McDonalds. Juga ada Burger King. Kalau mau merasakan pengalaman lain, tempat makan lain juga ada.

Di airport, Darrel merasakan suasana berbeda. Maklum, kursinya bersih. Karpetnya tebal dan bagus, tidak seperti di Bandara Soekarno Hatta. Ia main petak umpet dengan saya. Bahasa saya, main jethungan. Ia bersembunyi di bawah kursi. Mbrangkang. Weleh-weleh…

Syukur pesawat Lion tidak terlambat. Begitu petugas di bandara KL mengumumkan keberangkatan Lion, kami segera dipersilakan masuk. Darrel pun, bersama mommy dan tante, bareng-bareng menuju kabin.

Alhamdulillah.