Search This Blog

Sunday, January 02, 2011

Berdoa di Masjid Kowloon Hongkong








PADA 22-28 Desember 2010 ini, kami sekeluarga berwisata ke Hongkong dan Beijing. Peserta wisata ini empat orang: Mommy Uni Lubis, Darrel Cetta, Iwan QH, dan Tante Agustina Lubis. Tante Agustina Lubis ini adiknya Mommy Uni. Ia sengaja mengambil cuti dari tempatnya bekerja di sebuah bank, untuk bisa menemani keponakannya, Darrel Cetta, menikmati pemandangan di Hongkong dan Beijing.
Terima kasih ya tante.

Saya akan memulai serial perjalanan ini dengan acara hari terakhir, yaitu berkunjung ke masjid di Jalan Nathan –bahasa aslinya Nathan Road—di salah satu pusat keramaian di Hongkong. Sejak jauh hari, saya sudah berniat untuk ikut salat subuh di masjid yang dari luar terlihat bersih dan asri itu. Apa daya, dinginnya cuaca minta ampun. Walhasil, saya hanya sempat datang ke masjid untuk salat sunnah tahiyatul masjid dan salat dluha, ketika matahari sudah agak tinggi sehingga tak terlalu dingin.

Masjid di kawasan Kowloon ini terletak di kawasan bisnis. Lokasinya betul-betul strategis. Untuk dijadikan daerah komersial, pastilah laku. Andaikata dijadikan bangunan bertingkat lima, dengan empat lantai di bawahnya menjadi toko, pasti pengelola masjid akan mendapat penerimaan yang cukup besar dari uang sewa.

Persis di samping masjid itu terletak salah satu pintu stasiun Tsim Sha Tsui. Di seberang masjid terdapat toko-toko jam mewah, kosmetik, baju, dsb. Kalau di Yogya, kira-kira masjid ini terletak di Malioboro. Kalau di Jakarta, mirip di Jalan Thamrin. Bedanya, kalau Jalan Thamrin lebih banyak gedung perkantoran, yang ini gedung pertokoan.

Lantai satu masjid itu dipakai untuk jamaah laki-laki. Lantai dua digunakan jamaah perempuan. Ketika saya datang, ada enam orang pria tengah mengaji. Mereka duduk di kursi. Dari wajahnya, plus model bajunya, mereka kemungkinan besar berasal dari India, Bangladesh, dan Pakistan.

Bangunan masjid di Hongkong mempunyai keunggulan dibanding masjid di Indonesia pada umumnya: memenuhi standar HSE—health, safety, environment. HSE ini standar yang kini banyak diterapkan oleh perusahaan perminyakan dan pertambangan, untuk menjaga keselamatan pekerja, kenyamanan bekerja, serta keamanan hasil kerja.

Salah satu indikasi penerapan HSE di masjid di kawasan Kowloon ini adalah rambu-rambu informasi di dalam masjid yang sangat jelas: pintu keluar, pintu naik, tempat wudhu, hidran untuk pemadam kebakaran, kantor imam, tempat rapat, semua diberi tanda yang sangat jelas dan mencolok. Tabung gas pemadam kebakaran, juga dipasang beberapa buah.

Pintu emergensi bila terjadi kebakaran, juga disiapkan, diberi tanda dengan huruf mencolok dan menyala. Pintu juga dibuat lebar-lebar, membuat jamaah gampang meninggalkan masjid bila keadaan darurat.

Saya melihat ini sebagai nilai plus yang pantas kita contoh.


Di Indonesia, kita sering mengalami kesulitan untuk mencari tempat wudhu di sebuah masjid. Kadang-kadang kita harus bertanya lebih dulu: di mana tempat wudhu kepada jamaah yang lebih dulu hadir, karena pengelola masjid tidak memasang petunjuk tempat wudhu. Di berbagai bangunan modern pun kadang kita juga kesulitan mendapatkan petunjuk arah menuju toilet atau pintu keluar.


****
Seusai salat dluha, saya melihat papan pengumuman. Di situ ada laporan keuangan dari pengurus masjid. Alinea pertama pengumuman itu berbunyi: Dengan ini pengurus masjid menyampaikan laporan pengelolaan keuangan dan aset masjid. Laporan disusun berdasar standar akuntansi Hongkong ...dst.

Luar biasa juga, untuk ukuran saya, sebuah masjid membuat laporan keuangan dengan standar akuntansi. Apalagi laporan itu betul-betul dibuat kantor akuntan.

Beda lagi dengan gaya masjid kita: takmir masjid Kowloon ini punya saham yang dimainkan di bursa. Di salah satu asetnya, mereka menulis memiliki saham.

Namanya hidup di daerah bisnis, pengelola masjid pun amat sangat melek bisnis...