Search This Blog

Friday, May 18, 2012

Penipu Bergentayangan Lewat Facebook

SEBUAH pesan masuk di ''dinding'' facebook saya. Yang menulis Pak Mohammad Singgih. Pak Singgih ini alumni Teknik Geodesi UGM, angkatannya sembilan tahun sebelum saya. Ia lulus tahun 1974. Figurnya dikenal baik, suka membantu, dan dikenal suka menjadi penggerak kegiatan. Pesan di wall itu kira-kira bunyinya begini, ''Ini cerita beneran. Saya kira yang saya beli ini produk Cina. iPad cuma Rp 2,5 juta. Komputer Toshiba Rp 2,5 juta. Kamera Rp 2 - 4 juta. Eh, ternyata barangnya asli beneran. Masih dalam kemasannya. Dikirim lewat Tiki. Saya membelinya lewat saudara saya di Bea Cukai. Silakan kirim pesan ke inbox saya, bila berminat..'' Pesan menarik ini sampai ke wall facebook saya hari Minggu, 17 Mei 2012, sore sekitar jam 15.00. Ini informasi menarik. Apalagi dua bulan sebelumnya kami kehilangan iPad. Dalam sebuah acara di Hotel Dharmawangsa, iPad kami hilang. Wassalam. Dilacak ke sana ke mari, tetap saja barang canggih itu tidak ketemu. Saya segera berchatting dengan Pak Singgih. Ini saya kutipkan percakapan saya dengan ''beliau'': ''
Hallo mas, barang-barang di beacukai itu serius?'' tanya saya. ''Hubungi saja no ini 082 187 195 516 namanya pak WAHYUDI,dia spupuku/ptinggi bea dan cukai,minta saja no rekeningnya,sperti sy kmaren.nanti barangnya d krim lwat TIKI/KURIR,blang sj nanti dapat dr sya no nya,di jamin bakal d kasih,dan barangnya original and new brand kok,sy jamin 100%,soalnya sy dah bli juga dan buktikan sndri.ok'' ''Kalo kameranya tipe apa?'' ''Tanya saja langsung ke sepupu saya biar jelas..'' Setiap kali bertanya lewat facebook, jawabannya segera muncul. Kesimpulan saya, Pak Singgih sedang online. Saya segera men-SMS nomor yang diberikan. ''Pak, adanya kamera seri apa? iPad-nya seri 1 atau 2? Si ''Wahyudi'' segera menjawab: telepon saya saja biar jelas.. Kemudian saya menelepon. Si ''Wahyudi'' mengabari bahwa iPad-nya seri 2. Kalau Nikon-nya seri D4, lengkap dengan lensanya. ''Saya tunggu 30 menit dari sekarang ya, transfernya.. Saya kirim segera nomor rekeningya..'' Tak lama kemudian masuk SMS mengabari nomor rekeningnya di Bank Panin. ''705 202 5563 ats nama Wahyudi, BANK PANIN. Kalo misalnya dr atm yg beda bank pake kode bank 019 lalu no rek tjuan.tk''. Wow.. 30 menit untuk transfer? Jujur saja, harganya sangat menarik. Walau untuk itu saya justru bertanya-tanya: ini beneran atau tipuan? Sudah banyak cerita di internet berseliweran, mengabari penipuan lewat facebook. Dua tahun lalu ada kabar seorang ibu tertipu US$ 100.000. Ia mendapat pesan di inbox dari ''suaminya'' bahwa si ''suami'' kecelakaan di Amerika Serikat. Si Ibu ini orang Jerman. Si suami minta dikirimi uang, untuk biaya pengobatan. Begitu uang dikirim, si ibu berhasil kontak suami sebenarnya. Ia baru tahu bahwa dirinya jadi korban penipuan. Tahun lalu kakak saya, mbak Yeni Widowaty, mendapat pesan dari ''promotor''-nya kuliah S3. Pesan SMS itu intinya Pak Profesor minta bantuan biaya pengobatan. Mbak Yeni curiga, gaya minta-minta begini bukan modelnya Pak Profesor, yang ia kenal sangat baik, sangat santun, dan agamis. Begitu dikontak, ia tahu: pesan itu ternyata bohong. ****
Prinsip pertama untuk setiap hal adalah perlunya verifikasi. Kalau bahasa ustad: perlunya tabayun. Kalau dalam bahasa mommy Uni Lubis di , perlu cek ricek: benarkah Pak Singgih beli laptop dan barang elektronik lain dengan harga murah? Kenapa barangnya bisa murah? Pertanyaan berikutnya menyangkut etika: Apakah ini barang halal? Apakah ini barang selundupan? Apakah ini barang curian? Jawaban untuk beberapa pertanyaan terakhir, hampir pasti ini barang ilegal. Lagipula aneh, membeli barang pada orang yang belum dikenal, kok transfer duluan. Namun adanya rekomendasi dari ''Pak Singgih'' membuat saya yakin: masak sih sepupunya Pak Singgih menipu.. ****
Sore itu setelah sekitar dua jam berusaha menghubungi, akhirnya saya berhasil mengontak Pak Singgih sebenarnya, lewat SMS. ''Iya mas, minta maaf, facebook saya dihack. Sudah delapan orang mengontak saya untuk konfirmasi. Alhamdulillah, tidak ada yang ketipu...'' Jadi jelas, ada orang kurang ajar yang menipu, yang membajak facebook-nya Pak Singgih. Gantian saya ''mengerjai'' si Wahyudi kurang ajar. ''Hallo Pak, saya sudah transfer Rp 4,5 juta. Mohon dicek. Bagaimana pengiriman barangnya?'' Sekitar 10 menit kemudian si Wahyudi menjawab, ''Lo, kok belum masuk. Transfernya lewat bank apa?'' Saya jawab lagi:''Lo, ini rekening saya sudah didebet.. Masak belum masuk. Coba dicek..'' Sekitar 10 menit kemudian ia menjawab, ''Kok uangnya belum masuk. Transfernya lewat bank apa?'' Setelah itu ia berkali-kali menelepon untuk konfirmasi. Selalu saya jawab ''sudah transfer''. Hari ini saya mendapat hikmah penting lagi, dari perlunya verifikasi.

Sunday, April 08, 2012

Merintis E-Bike di Indonesia




AHAD 8 Desember ini kami --saya dan Mommy Uni Lubis-- bertemu dua orang muda. Namanya David Hadi dan Angga. David Hadi adalah CEO E-Bike Indonesia, mengurusi aspek pemasaran dan pengembangan usaha, adapun Angga adalah mitranya dalam E-Bike yang bergelut dengan aspek teknis. Kantor mereka terletak di Cipete, persisnya di Garasi 66. Ini di Jalan Pangeran Antasari, Cipete. Kalau dari Blok M terletak di gang masuk di antara pilar jalan layang 16 dan 17.

E-Bike Indonesia menjual berupa seperangkat alat yang terdiri dari batere, motor, dan sistem transmisi, yang dipasang pada sepeda untuk membuat genjotan jadi ringan. Dalam bahasa gampang, setelah peralatan yang dijual E-Bike itu dipasang, maka sepeda kita bisa ''berkelamin'' ganda: ya sepeda onthel, tapi juga sepeda bermotor listrik.


Kalau kita capek, atau merasa berat mengayuh, motor listrik tinggal dihidupkan. Wussss... Sepeda pun melaju, tanpa suara, kecepatannya bisa mencapai 30-an kilometer, tergantung pada kekuatan batere yang kita punya. Kalau batere habis, ya sepeda bisa kita kayuh sebagaimana sepeda biasa. Kalau pengin informasi lebih lengkap, silakan mampir ke www.ebikeindonesia.com.

Batere listriknya punya kekuatan lumayan. Bila baterenya terisi penuh, dia bisa melaju hingga 60-an kilometer, ini dengan pemakaian kombinasi tenaga kaki plus motor. Untuk mengisi baterenya dari kosong hingga penuh, dibutuhkan waktu sekitar dua jam.

Saya dan Mommy Uni Lubis mencoba sepeda ebike cukup lama. Kata Mommy Uni, ''Lumayan.. Menanjak tidak lagi bikin berkeringat..''

Alat ini memang cukup bermanfaat membantu kita yang sering kesulitan naik sepeda di tanjakan, atau mungkin merasa capek setelah cukup jauh menggowes. Jangan lupa untuk segera mengisi baterenya, setelah sepeda berhenti.

Kalau kita ke kantor atau ke rumah saudara, insya Allah kita gampang mencari colokan untuk ngisi batere. Namun kalau kita pergi ke terminal, mal, pasar, atau tempat-tempat umum, mungkin kita kesulitan mencari colokan. Kampanye penggunaan motor listrik, sepeda listrik, atau mobil listrik sebagaimana digaungkan Menteri Dahlan Iskan, akan sukses bila disertai stasiun pengisian batere.
****

E-Bike buatan Yuji Fujimara, Jepang.

Untungkah menggunakan sepeda listrik?
Dari sisi lingkungan, jelas. Tidak menimbulkan polusi, baik suara maupun asap. Untuk keperluan jarak dekat, sekitar 30-an kilometer, saya merekomendasi. Tapi kalau digunakan untuk jarak jauh, ya sementara ini saya tidak menyarankan.

Bila kita menggunakan motor automatic, jarak 30 kilometer kira-kira menghabiskan premium satu liter, atau seharga Rp 4.500 untuk saat ini. Dengan sepeda listrik, kita hanya menghabiskan uang untuk nyetrum aki saja.. Pasti jauh lebih irit ketimbang biaya premium yang akan terus naik.

Menurut keterangan Angga, aki bisa dipake sekitar dua tahun. Hitungan kasar, kalau sehari habis seliter, berarti dalam dua tahun bisa menghabiskan lebih dari Rp 1,6 juta. Hampir sama dengan harga batere sepeda.

Karena alasan penghematan, sebuah perusahaan jasa kurir, JNE, ingin mencoba menggunakan sepeda listrik untuk kurirnya. Saya kutipkan di sini berita harian ekonomi Kontan, 28 Desember 2012. Beritanya bisa diakses di sini:.

SOLUSI KENAIKAN HARGA BBM
BBM naik, kurir JNE akan dibekali sepeda listrik
Oleh Asnil Bambani Amri - Rabu, 28 Maret 2012 | 17:49 WIB

JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tak hanya bikin pusing kalangan masyarakat luas saja. Kenaikan tarif BBM juga bikin pusing pelaku industri, terutama industri logistik yang berorientasi pengiriman dan pendistribusian barang, seperti JNE.
Agar kenaikan harga BBM tidak membuat bocor brankas mereka, JNE berniat memfasilitasi kurir dengan sepeda listrik. Walaupun masih dalam tahap rencana, JNE akan melakukan ujicoba memakai sepeda listrik untuk kurir yang beroperasi di dalam kota Jakarta.
“Kami mau beli 10 sepeda listrik dulu untuk diujicobakan,” kata Visi Firman, Head of Corporate Communications JNE saat berkunjung ke kantor KONTAN, Rabu (28/3). Jika dalam ujicoba itu sukses, maka JNE akan membuat program pengadaan sepeda listrik untuk kurir mereka yang ada di dalam kota.
Menurut Visi, pengadaan sepeda listrik tidak hanya untuk menghemat operasional dari pemakaian BBM saja, tetapi juga untuk menjaga komitmen perusahaan terhadap lingkungan. "Selain membatasi pemakaian BBM, juga ramah lilngkungan," tambah Visi.

****


Di khasanah internasional, sepeda listrik dikenal sebagai e-bike. Ensiklopedia gratis wikipedia.org mendefinisikannya sebagai ''sepeda dengan motor elektrik sebagai tenaga penggerak''. Sepeda ini mampu berjalan 24-32 kilometer per jam.
Di banyak negara, sepeda listrik dikelompokkan sebagai sepeda, bukan motor. Sehingga pengemudinya tidak perlu memiliki surat ijin mengemudi.
Pemakaian sepeda listrik di seluruh dunia berkembang cepat sejak 1998. Diperkirakan saat ini terdapat 120 juta pemakai e-bike di China. Di India, Amerika Serikat, Nederland, dan Swiss, penjualan meningkat pesat. Pada 2010 sebanyak 700.000 sepeda listrik terjual di Eropa, naik 350% ketimbang dua tahun sebelumnya.
Di Indonesia? Semoga juga ikut mendulang sukses. Angga dan David sudah merintisnya.

Wednesday, March 28, 2012

KISAH MAS TOTOK PENGUNGSI MERAPI




Liburan Nyepi tahun ini, Darrel dan kawan-kawan berlibur ke Yogya. Kunjungan ke Merapi paling berkesan baginya.
“Kenapa kog kolam lelenya kosong?Waktu terjadi letusan Merapi Mas Totok lari ke mana? Kog posko pengamatannya dibangun dekat sekali dari Gunung Merapi? Kan bahaya? Nggak boleh!”.
Rentetan kalimat di atas datang dari Darrel. Yang dituju Mas @HartantoTotok, salah satu korban letusan Merapi 2010, Sabtu sore lalu (24/3). Selain Darrel yang banyak melontarkan pertanyaan, ada Rayhan Kamajaya putra @Ray_nia, Ebhin putranya @VenturaE dan Rayhan Galih putra @Blanthik_Ayu. Empat ibu berlibur menikmati akhir pekan panjang karena Hari Raya Nyepi. Tujuan liburan yang sudah direncanakan sejak dua bulan lalu ini: Yogyakarta. Berdelapan kami menumpang kereta Argo Dwipangga berangkat dari Stasiun Gambir Jam 8 pagi, tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta Jam 4 sore. Perjalanan seru.
Wisata kuliner adalah salah satu tema penting liburan ini. Tapi liburan yang mencerdaskan juga perlu bagi anak-anak (selain kesempatan belanja tas buatan pengrajin lokal buat ibu-ibunya....;-). Keempat jagoan sempat mengeksplorasi Taman Pintar, sebuah taman hiburan sekaligus arena pengenalan dunia sains. Darrel sudah pernah berkunjung ke sini bersama ayahnya (baca http://iwan-uni.blogspot.com/2006/11/taman-pintar-yogya_08.html).



Bagi Darrel, highlight liburan bersama kawan kali ini adalah kunjungan ke Merapi. Kali ini Mas Totok yang baru saya kenal via Mas @budhihermanto, pentolan akun informasi dan komunitas @jalinmerapi, memandu kami ke posko 1 Kepuharjo, posko pengamatan Gunung Merapi. Letaknya paling dekat dengan Merapi, yakni 6 km dari puncaknya. Anak-anak (dan ibunya) sangat antusias menaiki bangunan posko ini. Sayang, saat kami ke sana, sudah sore dan kabut tebal menutupi keindahan gunung. Jadi, kami gagal melihat gunung.

Pemandangan sekitar cantik. Sejauh mata memandang kami bisa melihat bekas aliran lahar hujan di Kali Gendol, juga hamparan tanah kosong yang ditinggalkan penghuninya. Di area posko 1 Kepuharjo beberapa warung makanan siap melayani ”turis” seperti kami. Ada juga rumah yang baru diperbaiki tak jauh dari posko. ”Kog masih boleh tinggal di sini? Bahaya kan,” gugat Darrel ke Mas Totok. Waks!
Kepada kami, Totok bercerita bahwa dia adalah salah satu korban letusan Merapi. Rumahnya hancur tak berbekas. Tak ada harta tersisa. Ia menjadi salah satu penghuni Hunian Sementara (huntara) korban Merapi di Dongkelsari, Desa Wukirsari. Sebelum mengungsi, Totok dan keluarganya tinggal di Srodokan, Desa Wukirsari. “Saya dan keluarga sempat mengungsi ke Klaten saat terjadi erupsi Merapi,” kisah Totok. Darrel bertanya: “Jauh nggak Klaten?”. Kali ini saya yang menjawab, “Klaten itu kan tempat keluarganya eyang kakung. Darrel tiap tahun ke sana saat lebaran. Lumayan jauh dari sini. Sekitar satu sampai satu setengah jam perjalanan.” Darrel manggut-manggut.

Di huntara Dongkelsari ada 204 Kepala Keluarga (KK), yang masing-masing menghuni rumah terbuat dari dinding gedek (anyaman bambu) seluas 30 meter persegi. Huntara dibangun di atas tanah kas desa. Ada dua jenis huntara bagi korban letusan Merapi, yakni huntara yang dibangun secara mandiri di atas tanah milik sendiri, maupun huntara yang dibangun di atas tanah kas desa. Yang diprioritaskan pemerintah daerah adalah huntara mandiri.
Kami sempat diajak mampir ke huntara Dongkelsari Sabtu sore itu. Sejumlah orang duduk di depan huntara. Puluhan kolam ikan lele nampak kosong, ada juga yang terisi air berlumut. Kolam ikan lele itu dibuat dengan menggali tanah, dilapisi plastik terpal tebal warna biru. “Ini program dinas sosial. Tapi warga enggan melanjutkan karena baunya menyengat.” Kata Totok.
Kolam-kolam itu memang dibangun bersisian dengan huntara. Membangun kolam lele menjadi sebuah program rutin yang ditawarkan dinas sosial manakala terjadi bencana alam. Belum tentu cocok untuk warga. Kini warga huntara memilih kembali ke pekerjaan lama, menjadi penambang pasir di Kali Gendol. Jatah hidup yang pernah diterima warga paska erupsi Merapi, senilai Rp 5.000/orang/hari cuma diterima sebulan pertama setelah Oktober 2010.
Menurut Totok, huntara Dongkelsari tergolong kurang diperhatikan. Kami memang melihat nyaris tak ada aktivitas komunitas di sana. Sekolah bagi anak-anak pun agak jauh. Listrik ada. Totok membeli voucher PLN senilai Rp 5.000, bisa bertahan selama sebulan dengan pemakaian minimal. Kini dia membantu Mas @budhihermanto menjadi community organizer di Combine, sebuah gerakan komunitas di lingkar Merapi. Huntara lain relatif baik keadaannya karena dibantu oleh sejumlah perusahaan besar baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kami melihat sejumlah logo perusahaan dipasang di huntara yang ada di Desa Wukirsari. Padahal, warga huntara mulai resah karena tersiar kabar dua pekan lagi huntara mereka akan dibongkar. Di lokasi itu akan dibangun hunian tetap (huntap). “Kami belum tahu akan mengungsi ke mana? Warga ada juga yang kembali ke rumah lama yang masih bisa ditempati, atau menumpang di rumah saudaranya, “ kata Totok.
Bukan cuma Darrel yang suka mengingat kisah Mas Totok dari Merapi. Saya penasaran dengan kenyataan bahwa warga Dongkelsari resah akan dipindah. Selasa siang (27/3) saya menelpon Pak Urip Bahagia, pelaksana tugas kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman. Pak Urip menjawab dengan ramah saat saya menelpon ke ruangannya di BPBD Sleman.
Soal rencana pindah, menurut Pak Urip warga Dongkelsari tak perlu resah. Saat ini pembangunan huntap di Batur, Desa Kepuharjo sudah tahap akhir. Ada 194 rumah diperkirakan siap dihuni secara tetap pada awal April 2012.
“Prioritas pertama yang dipindahkan adalah warga Gondang 1,” kata Pak Urip. Huntap Batur dibangun di atas tanah kas desa. Awal April pula pembangunan hunian tetap Pager Jurang, Desa Kepuharjo. Akan dibangun 340-an rumah. Baik Batur maupun Pager Jurang adalah lokasi hunian baru, bukan eks lokasi hunian sementara. Tautan ini menunjukkan lokasi pembangunan huntap (http://www.mpbi.org/files/workshops/20111205-Rani-Sjamsinarsi-Pendekatan-Kultural-dalam-Relokasi.pdf).
Pemindahan warga dari huntara ke huntap akan menggunakan metode “dakon”. Ini nama permainan saat saya masih kecil. Mayoritas orang Jawa mengenalnya. Intinya, biji sawo yang digunakan untuk permainan dakon akan mengisi lobang yang kosong, susul menyusul. Jadi, jika huntap Batur selesai, akan diisi oleh warga Gondang1. Sampai Gondang 1 kosong, sehingga bisa dibangun huntap, begitu juga dengan pengisian huntam Pager Jurang. “Intinya warga Dongkelsari tak perlu kuatir,” kata Pak Urip.
Soal perhatian yang kurang, Urip malah mengeluhkan pihak pemberi bantuan yang seringkali memilih langsung ke lokasi untuk menyalurkan bantuan tanpa koordinasid dengan pemda atau instansinya. “Kalau kami di pemda, prinsipnya semua dapat perlakuan sama,” ujar Urip. Masalahnya, Dongkelsari secara lokasi memang dianggap “tidak menarik” bagi donatur untuk mengadakan acara penyerahan bantuan. Urip merasa instansinya tak memiliki kemampuan memaksa donatur untuk memperhatikan huntara yang luput dari perhatian.

“Kalau perusahaan koordasi, kami siap bantu informasi area mana yang masih perlu, mana yang sudah banyak bantuan,” katanya. Good point! Kasus seperti ini sering terjadi dalam setiap penyaluran bantuan paska bencana. Informasi Pak Urip saya teruskan ke Totok. Lewat pesan pendek via telpon seluler dia menjawab, “ok makasih infonya mbak, ini rencana jam 1 mau rapat warga shelter bahas itu.’
Kunjungan ke Posko 1 Merapi di Kepuharjo dan Huntara Dongkelsari bagi Darrel adalah pengalaman ke sekian berinteraksi dengan bencana Merapi. Sepekan setelah Merapi meletus, dua tahun lalu, Darrel saya ajak mengunjungi posko pengungsian di Magelang dan Klaten. Bersama @VenturaE dan Ebhin, kami membantu menyalurkan bantuan dari teman-teman dari komunitas Twitter.


Selain membagikan susu dan makanan, Darrel dan Ebhin berbagi buku gambar dan buku cerita untuk anak-anak. Lebaran tahun lalu, bersama sepupunya Darrel berkunjung ke kawasan yang terkena dampak Merapi di Wukirsari juga, tapi bukan lokasi yang kami kunjungi akhir pekan lalu. Di lokasi itu puluhan rumah tertimbun letusan, ditinggalkan kosong. Kunjungan yang berkesan. Dahsyatnya dampak sebuah bencana letusan gunung berapi.
Minggu malam saat belajar membuat puisi untuk tes bahasa, Darrel membuat puisi tentang Merapi. Isinya? Nanti baca di akun Facebooknya ya 

Wednesday, March 07, 2012

Menjadi Pasien Jantung By-Pass di US

Oleh: Didi Prambadi





Rasa senut-senut, nyeri di dada kiri yang datang dan pergi sejak tiga hari sebelumnya, kembali muncul saat saya di meja kerja, Senin dua pekan lalu. Melihat ini, teman saya langsung berinisiatif memanggil ambulans dan saya yang sudah lemas diangkut menuju ke rumah sakit terdekat, Montgome Medical Center. Selama perjalanan dua petugas mencecar dengan sejumlah pertanyaan seputar jantung, kapan dirasakan, adakah keluarga yg menderita jantung (ibu dan kakak saya meninggal karena jantung. Adik saya, satu kamar dan sama-sama oprasi dengan almarhum Mas Widi Yarmanto di RS Harapan Kita, Jakarta). Masuk ke ICU tidak terlihat tanda-tanda mengkhawatirkan, dan baru keesokan harinya menjalani stress tes (diminta lari dan jalan cepat di atas treadmill), tetap tak ada kelainan. Barulah setelah diperpanjang waktunya satu menit, saya gelagapan dan hampir pingsan. Saya lantas ingat almarhum Yulizar Kasiri yang tidak kuat lari saat dites ini bersama saya dulu.

Saya pun dikirim menjalani tes kateter, pakai selang dimasukkan ke pinggang kanan. Hasilnya? Ada empat penyumbatan pembuluh darah menuju jantung. ‘’Anda harus operasi. Besok,’’ kata dokter. ‘’Kabar baiknya, jantung anda masih berfungsi 55%. Biasanya penderita lain hanya 5% sampai 10% saja, itu yg rawan,’’ lanjutnya. Malam itu juga saya dikirim ke Lankenau Medical Center, sebuah rumah sakit lebih lengkap yang letaknya di pusat kota. Menjelajah keramaian kota dalam ambulans tidak begitu menyenangkan, karena saya harus terbaring menatap pohon-pohon kering di jendela belakang.

Tiba di Lankenau, masuk ke ruang biasa dan diberi penjelasan proses operasi oleh dua dokter ahli: Jantung dan Thoracic Surgery (ahli bedah rusuk/rongga dada). Dada akan dibuka dan beberapa rusuk dipotong, lantas dokter Roberto akan mencangkokkan pembuluh darah lain ke sana. ‘’Diambil dari pembuluh darah di lengan kiri, pembuluh dari paha kiri, plus satu pembuluh yang khusus disediakan oleh Allah SWT di dada anda. Proses ini semua berlangsung tanpa menghentikan detak jantung sedetik pun. Biasanya jantung dikendalikan di mesin. Ini tidak. Jantung tetap pada tempatnya dan bekerja seperti biasa!’’ kata ahli jantung Roberto Rodriguez, ditemani dr. Scholtz (ahli toracic) yang tampan seperti Richard Burton itu. Ada pertanyaan?



(Bagaimana gue mau tanya, wong nggak tahu apapun soal jantung. Kalau soal laporan reporter sih bolehlah, tapi ini?) Berapa lama prosesnya? ‘’Memakan waktu sekitar tujuh jam! Anda tidak ingat apapun. Jangan khawatir, kami menangani ratusan pasien selama sebulan. Jantung anda bakal sehat kembali. Yang penting, setelah sembuh, jangan berlagak seperti orang normal. Anda sudah cacat dan tidak sempurna seperti remaja lagi,’’ kata Roberto. Hindari merokok, sodium (garam), dan banyak olahraga. (Saya ingat potret teman-teman seperti Iwan QH, Taufik Alwie dan lainnya main badminton tanpa henti, futsal, dll., sementara saya hanya naik sepeda. Paling-paling seminggu sekali keliling museum).
Pukul 1.00 siang saya digelandang masuk ke ruang operasi oleh seorang perawat lelaki berkulit hitam. Badan sudah disteril sejak pagi dan ditelanjangi, dan hanya mengenakan baju longgar. Lampur-lampu neon di langit-langit koridor yang berseliweran cepat, menandai ruang operasi itu cukup jauh. Begitu sampai, saya disambut perawat hitam lain yang membawa vakum dan mesin pencukur. ‘’Saya asisten pasien dan tugas saya membersihkan bulu di dada, tangan, kaki, termasuk ‘dua bola’ sahabat anda di sana, (dia menunjuk di kawasan pribadi),’’ katanya, langsung membuka baju saya sehingga saya kedinginan.

Tetap cuek, dia cepat bergerak dan setelah bersih barulah saya disambut dr. Roberto dan Scholtz ditemani sejumlah perawat, ahli anestesia. Semuanya mengenakan topeng dan seragam operasi biru muda. ‘’Wah Di, saya sudah menunggu lama, ke mana aja?’’ katanya bercanda. Saya melirik perawat membuka plastik pembungkus peralatan operasi dan gunting lainnya. Oooh berarti benar-benar steril. Saya senyum saja dan pasrah (Mau ngapain lagi? Mau berontak? Saya pasrah dan berdoa semoga operasi ini tidak gagal! Aku masih pengin hidup. Aku ingin sembuh. Tiba-tiba ada rasa takut, kenapa operasi sejenis ini ada yang gagal? Kenapa Mas Widi wafat? Kenapa Yulizar wafat? Kenapa familiku ada yg wafat juga, tapi kenapa adikku masih bertahan? Dan… blessss…. Saya tidak ingat sama sekali. Sejumlah mimpi – entah apa saya lupa – menghiasi pikiran saya selama tujuh jam menjalani operasi.

Saya baru siuman saat berada di ICU, melihat Billy Cristal nongol di televisi membawa acara Academy Awards 2012 (Oscar) di televisi. Mulut dimasuki pipa napas dan penyedot darah. Leher ditancapi jarum infus dan dada diberi perekat lem dan dipasangi dua pipa (penampung darah dan cairan dari dada). Saya melihat putri dan istri saya di samping tempat tidur. Mereka memberi isyarat agar tidak banyak bicara dan operasi berlangsung lancar. ‘’Bagaimana merasa sakit di mana?’’ tanya perawat. Saya tidak bisa menjawab karena saya tidak merasakan sakit apapun. Belakangan saya baru tahu saya diberi obat pain-killer Oxycodone yang dikonsumsi Michael Jackson dan Whitney Houston serta selebriti lainnya? Seumur-umur baru ngrasain hebatnya narkoba.

Besoknya pipa napas dan penyedot darah di mulut sudah dilepas dan keesokan harinya dua kantung plastik penampung darah dan cairan di dada juga dilepas. Saya diminta turun dari tempat tidur dan berdiri. Tidak ada pusing atau mual, yang ada selera makan luar biasa dan pengin makan ‘Sayur Asem’ dan ‘Tempe Goreng’. Awalnya daging turki dan kentang rebus serta kopi terasa nikmat, tapi lama kelamaan bosen juga dan pengin masakan Indonesia. Hari ketiga sudah dikirim ke ruang biasa dan diberi obat sembilan macam sehari sekali. Oxycodone masih diberikan jika ada rasa sakit saja.

‘’Kapan mau pulang?’’ tanya dokter Roberto sambil menekan dada saya agar batuk. ‘’Sering batuk dan latihan napas pakai ini’’ sambil memberi alat plastik pengukur napas dari angka terendah 250 sampai 2500 angka tertinggi. Keesokan harinya saya pulang sendirian naik taksi, karena sanak famili dan istri harus masuk kerja. Sampai di rumah sudah tersedia Sayur Asem dan Tempe Goreng. Saya makan sepuasnya sampai dua piring. ‘’Jangan makan banyak2, sedikit2 dulu,’’ kata istri saya mengingatkan. Hemm. Benar-benar nikmat rasanya sayur asem itu.

Hingga kini saya latihan naik turun tangga, dan berjalan. Selain sayur asem, ada sup ikan, tempe, tahu dan nasi sedikit. Saya bersyukur karena operasi berlangsung lancar, dan ingin mengingatkan pada seluruh keluarga Eureka: Hati-hati bila ada terasa nyeri di dada kiri. Jangan dianggap remeh, karena itu gejala jantung. Periksa ke dokter agar ditangani sejak dini, karena di dunia – termasuk Indonesia – Serangan Jantung merupakan ‘The Silent Killer’ yang sewaktu-waktu mampu mencabut nyawa. Ribuan orang terkena penyakit ini setiap bulannya. Di samping itu, mendaftarlah ke asuransi kesehatan sejak awal, karena operasi ini membutuhkan biaya cukup banyak. Dan tentu saja sering olahraga seperti Iwan QH, Taufik A., dan teman2 lainnya. Badan terasa capek tapi sehat. Atau jalan kaki setiap hari selama 15 sampai 30 menit cukup.

Saya baru tahu bahwa kegagalan Mas Widi karena proses pemulihannya (bukan operasi), akibat gula darah yang cukup tinggi sehingga luka di dalam tak sembuh2. Demikian pula Yulizar Kasiri dan salah satu famili saya yang gula darahnya tinggi dan membuat luka tetap becek tak sembuh-sembuh. Proses operasi di RS Harapan Kita, Jakarta tidak kalah dan tak berbeda dengan proses operasi di Lenkenau Medical Center, USA. Yang terpenting lagi berdoa dan pasrah kepada Allah SWT. Amiin…. Semoga pengalaman ini dapat bermanfaat bagi keluarga Eureka.

*)Didi Prambadi, wartawan, pernah menjadi senior saya di TEMPO dan GATRA. Mas Didi, demikian saya memanggilnya, kini bekerja di Philadelphia, Amerika Serikat. Sewaktu tahun lalu kami sekeluarga ke Amerika Serikat, mas Didi dan istrinya menemui kami di hotel di New Jersey. Ketika itu mas Didi kelihatan sehat dan energik.. Semoga beliau segera sembuh.. Amien..

Thursday, February 23, 2012

Pesawat tanpa awak di Singapore Air Show





PEKAN lalu, kami berkunjung ke Singapura untuk melihat Singapore Air Show. Yang dimaksud kami adalah saya (Iwan), mommy Uni Lubis, dan Darrel Cetta. Setiap dua tahun, negeri tetangga itu memang menyelenggarakan pameran dirgantara yang cukup besar. Lebih dari 20 negara, termasuk Indonesia, berpartisipasi. Pengunjung yang datang cukup melimpah.
Dua tahun lalu kami menginap di Singapura sehari sebelumnya, dan keesokan paginya meluncur ke bandara Changi, tempat pameran berlangsung. Kali ini kami berangkat dari Jakarta. Kami naik Lion Air, berangkat jam 06.00, dan kembali dari Singapura jam 19.55, dengan harga tiket yang lebih murah daripada ke Yogya. Tidak perlu menginap lagi, cuma risikonya harus meninggalkan rumah jam 03.30 pagi, saat yang nyaman untuk tidur.
Bagi Anda yang belum pernah melihat Singapore Air Show, informasi ini mungkin cukup bermanfaat. Untuk bisa masuk ke lokasi pameran, Anda harus membeli tiket. Tiket bisa dibeli langsung menjelang pintu masuk pameran, harganya US$30 untuk dewasa, dan US$ 14 untuk anak-anak. Kalau kita membeli jauh hari sebelumnya, harganya US$ 20 untuk dewasa, dan US$ 8 untuk anak-anak.
Membeli tiketnya cukup mudah. Masuk saja ke website-nya Singapore Air Show (www.singaporeairshow.com). Di situ tersedia link untuk membeli tiket. Setelah membeli tiket, jangan lupa, itu baru tanda pemesanan. Selanjutnya Anda harus menukarkan tanda pemesanan itu ke agen Sistic di Indonesia, yaitu Smailing Tour. Ada dua lokasi penukaran, Smailing tour cabang Senayan City dan cabang Jalan Majapahit, Jakarta. Untuk menukarkan tiket, Anda masih kena ‘b iaya administrasi’ lagi. Untuk tiga tiket, saya membayar total Rp 90.000.
****

Dibanding dua tahun lalu, Singapore Air Show tahun ini terasa lebih senyap. Mungkin ini karena Eropa tengah limbung dihantam krisis ekonomi. Dua tahun lalu saya melihat pesawat helikopter cheenox, pesawat yang punya mulut ikan hiu, dan stand Boeing-Airbus yang lebih luas. Tahun ini cheenox tidak hadir. Pesawat bermulut ikan hiu tidak datang. Stand Boeing-Airbus terasa lebih kecil. Hari Minggu pagi, sekitar jam 10.00, kami masuk ke hall pameran. Hall terasa sepi. Baru siangnya, sekitar jam 13.00, rame.
Dari Indonesia ada dua stand yang saya temui. Yang pertama, Garuda Maintenance Facility, biasa disingkat GMF. Ini merupakan unit di bawah Garuda Indonesia yang bertugas memelihara pesawat. Dulunya GMF hanya untuk keperluan internal. Kini GMF sudah jadi raksasa sendiri. Maskapai Timur Tengah banyak yang jadi pelanggannya.
Yang kedua adalah Susi Air. Silakan masuk ke www.susiair.com untuk informasi lebih detail mengenai perusahaan penerbangan yang banyak meladeni daerah terpencil ini. Susi Air memamerkan pesawat Cessna Caravan (berpenumpang 13 + 2 pilot dan crew), dan Piagio Avanti, pesawat eksklusif berpenumpang tujuh orang.
Di tabloid Aviation Week yang kami dapatkan di lokasi pameran, kami membaca berita gembira. Yang jadi gambar utama adalah Susi Pudjiastuti, perempuan asli Pangandaran pemilik Susi Air. Ia akan menambah 16 pesawat baru, tahun ini. Wow!! Ia menyebut beberapa merk: Cessna Caravan, Pilatus Porter PC6, Dornier, Agusta, dan Citation Sovereign. Pokoknya mantep.
Semoga pembeliannya berlangsung sukses. Semoga makin menambah kesejahteraan.
*****
Dalam pandangan saya, bintang Air Show kali ini adalh Israel. Negeri di pojokan semenanjung Timur Tengah ini warganya 7 juta jiwa. Perasaan terpencil, serba tidak aman, ini mendorong Israel membangun pertahanannya (dan penyerangannya) dengan kuat.
Israel membuka stand cukup luas: IAI alias Israel Aerospace Industry. IAI memamerkan pesawat tanpa awak berbagai seri.
• Tipe Machatz-1. Jenis ini mampu terbang terus-menerus selama 52 jam. Ketinggian maksimum 35.000 kaki. Lama terbang dan tinggi terbang bisa berkurang tergantung pada berat muatan.
• Tipe Hermes. Hermes ini tipenya bermacam-macam. Ada seri 450, seri 900. Kegunaannya untuk menyerang, mengintai, dan menghancurkan. Jangan bayangkan pesawat UAV ini hanya untuk mainan. Panjangnya saja yang ini sampai 10 meter. Bisa terbang terus-menerus sampai 20 jam. Di film youtube, disebutkan, jenis ini sudah pernah menjalankan 20.000 misi penyerbuan. Silakan klik di http://www.youtube.com/watch?v=cTAN9oXZT-o.
• Tipe Heron. Ini sudah dipakai untuk berbagai misi penggempuran. Dipakai pertama kali waktu operasi Israel untuk mengenyahkan pejuang Palestina di jalur Gaza, pada 2008-2009. Gerakannya dipandu satelit GPS. Beratnya total 250 kgr. Kini, Heron dipakai di Australia, Singapura, Canada, Turki, Prancis. Berbagai misi sudah diemban. Dari Afghanistan, Palestina, hingga Irak.


Jangan kaget, Heron juga bisa mencapai Jakarta dari pangkalannya di Singapura sana...