Search This Blog

Saturday, September 15, 2007

Bandung, Diberkahi Cipularang

DUA pekan menjelang puasa tahun ini –menurut kalender masehi dimulai 13 September 2007—kami sekeluarga piknik ke Bandung. Tidak ada peristiwa istimewa yang membuat kami ke sana. Kebetulan saja Tante Agustina ada acara di kantor. Ia menginap di Hotel Horison Inn, Dago. Kami pun menginap di hotel yang sama-sama di Dago. Namanya Reindy Guest House.

Reindy bukan sebuah hotel. Dalam bahasa populer sekarang, ia masuk kelompok hotel butik. Ini merupakan sepetak tanah kecil (sekitar 500 m2) yang disulap menjadi rumah, dengan kamar-kamar yang disiapkan untuk disewakan. Reindy terletak di tengah kebon jagung. Bangunannya 4 lantai. Untuk menuju ke situ dibutuhkan penguasaan cukup dalam mengenai Dago.

Jalannya berkelok-kelok, menanjak. Untuk mencarinya kami harus membeli peta Bandung lebih dulu (di Gramedia Hero, harganya Rp 19.000). Eh, itu pun belum cukup. Begitu masuk Bandung, kami harus menelepon si penjaga hotel.

‘’Pokoknya Bapak cari jalan ke arah Cibeureum. Nanti ketemu papan CafĂ© Sierra..’’
‘’Jalan ke Cibeureum itu cirinya apa?’’
‘’Jalannya gampang kok pak dicari…’’
Ya amplop. Memangnya kami tahu jalan ke Cibeureum? Tak ada jalan lain kecuali bertanya ke sopir taksi, dan satpam. Kami akhirnya dijemput penjaga hotel di depan sebuah ruko.
*****
Rombongan kami cukup besar: ayah, mommy, darrel, opung, rejo (sopir), dan iqbal (anaknya).

Sebelum sampai di Bandung, kami mengisi bensin di Km 57, sebuah kawasan peristirahatan di jalan tol Cikampek. Ada masjid besar di kawasan itu. Pengelolanya menyiapkan rest area itu dengan seksama.

Parkir, salat, kencing, buang air besar, semua digratiskan. Tapi, makan, minum, belanja, harus membayar. Pintar juga si pengelola. Kenyamanan dan kebersihan tempat membuat pengunjung merasa betah. Kadang-kadang kita kan tidak nyaman, membayar Rp 1.000 untuk membayar kencing. Sebaliknya, untuk membeli bakso semangkok Rp 13.000, kita merasa ikhlas saja.

Di Km 57, kencing digratiskan. Tapi semangkok bakso Lapangan Tembak, Rp 13.000. Hehehe… padahal di luar, bakso seperti itu harganya di bawah Rp 7.500. Tapi nggak apa-apalah. Toh si pengelola Km 57 sudah mengeluarkan duit cukup besar untuk mendirikan masjid nan megah.
******

Sejak Jakarta-Bandung terhubung dengan jalan tol, ibukota Provinsi Jawa Barat, Bandung, ekonominya membubung. Tahun lalu, tumbuh 8%, lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan 6,3%.

Pariwisata memegang peran penting dalam mendongkrak perekonomian Bandung. Setiap libur panjang, orang-orang Jakarta menyerbu hotel di Bandung. Maret lalu, tatkala ada libur panjang tiga hari, Hotel Jayakarta, tingkat huniannya mencapai 99 persen. Hanya satu kamar yang tidak ditempati, yaitu penthouse. Dari 211 kamar, sekitar 80% dihuni orang Jakarta.
Hotel lainnya, Arion Swiss Belhotel Bandung, juga mendapat kenikmatan sama. Setiap akhir pekan dan libur panjang akhir pekan, kamarnya diluberi tamu. Bahkan, hotel kelas melati juga kelimpahan tamu. Kalau bos tidur di hotel berbintang, sopirnya cukup menginap di hotel melati.
*****Kepada Harian KOMPAS, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bandung, Eddy Rachmat mengatakan, tingkat hunian kamar hotel berbintang di Bandung pada libur panjang, seperti pertengahan Mei lalu, lebih dari 90 persen. Bahkan banyak yang mencapai 100 persen. Okupansi hotel melati lebih dari 75 persen. Libur panjang itu terjadi bila tanggal merahnya lebih dari dua hari. Seperti Jumat-Sabtu-Minggu.
Atau Sabtu-Minggu-Senin. Ketua Perhimpunan Hotel-hotel Melati (Bumi Melati) di Bandung Momon Abdulrahman, mengatakan hal sama. Hotel melati di Bandung dipenuhipengunjung di libur panjang, 70-80 persen dari jumlah kamar. Di libur Mei lalu, Hotel Grand Serela, yang punya 77 kamar, dipenuhi tamu. Hanya tersisa dua kamar yang tak dipesan. Tapi itu pun ternyata laku juga oleh tamu yang datang tanpa memesan lebih dulu. Jenis hotel yang diminati adalah hotel berbintang dengan harga diatas Rp 400.000 per malam. Sementara hotel melati, alternatif keduabagi wisatawan yang kehabisan kamar di hotel berbintang.
******
Reindy, tempat kami menginap, hawanya cukup dingin. Pengelol a tak memasang AC. Tapi itu pun sudah cukup membuat kami menggigil.
Semoga Dago tetap dingin. Tidak memanas, seperti dikhawatirkan orang Bandung sendiri.



Foto-foto lain dari Ocean Park

Ini kelanjutan foto-foto di Ocean Park, BSD. Sebagian foto sudah dimuat di posting sebelumnya. Pengelola Ocean Park terlihat serius menyiapkan sarananya. Namun, harga tiket masuk yang Rp 50.000 per orang, saya pikir terlalu mahal bagi sebagian masyarakat. Ada baiknya bila pengelola memberi waktu khusus bagi warga tidak mampu untuk bisa masuk secara gratis, atau dengan tiket yang lebih terjangkau.




Ini merupakan mainan dari pralon yang dialiri air bertekanan tinggi. Tutup kuping Anda kalau di tengah berdiri di bawah lengkungan. Kulit Anda serasa ditusuk dengan jarum. Air gampang masuk kuping. Rasanya sensasional. Ketika berdiri di bawah plengkung itu, ingatan saya melayang ke masa smp-sma. Ketika itu saya gemar membaca komik. Para pendekar harus bertapa di bawah pancuran air untuk mendapat kesaktian.

Saya membayangkan, selepas dari pancuran Ocean Park ini saya jadi orang yang sakti mondroguno...hehehehe...
Pada jam-jam tertentu, diadakan ''air gelombang''. Nah, di atas itulah kolamnya. Kalau ingin mencoba menikmati kolam berayun, Anda tinggal sewa ban, harganya Rp 10.000. Anda cukup duduk mengapung di atas ban. Sensasi ayunan akan terasa. Tapi, ati-2 dengan ban Anda. Lepas sedikit saja bisa disabet orang. Yang juga harus diwaspadai, makin mendekati bangunan, air makin dalam.
Foto mommy di dekat prosotan. Sebetulnya saya ingin mencoba meluncur. Tapi belum apa-apa, penjaga sudah melarang: pak, ini hanya untuk anak-anak... Wah, saya terpaksa turun. Padahal saya merasa, wajah saya masih baby face lo...

Mommy, Darrel, dan pipa penembak air. Kedalaman airnya cuma 50 cm. Cukup menyenangkan....

Monday, September 10, 2007

Ocean Park Bumi Serpong Damai




SEPEKAN sebelumnya ultimatum itu datang dari Mommy. ‘’Hari Minggu depan, kita melihat Ocean Park di Bumi Serpong Damai. Darrel harus bangun pagi-pagi.’’

Perjalanan ke BSD belum pernah kami lakukan sebelumnya. Kami lebih suka menghabiskan waktu berjalan-jalan ke Bandung ketimbang ke Bekasi, BSD, Bintaro, atau tempat-tempat di sekitar Jakarta. Jalan ke Bandung rutenya lebih simpel: masuk pintu tol Pondokgede Barat, langsung meluncur ke Bandung. Kurang dari 1,5 jam sudah sampai di pintu tol Pasteur.

Ke BSD? Duh, belum apa-apa sudah kebayang macetnya….
Mommy mengontak kawannya, untuk mencari lokasi Ocean Park. Juga mencari lokasi Pasar Modern BSD, yang dipromosikan habis di Kompas dan berbagai koran.

‘’BSD itu bukan kompleks bu. Itu kota….’’ Katanya. ‘’Jarak dari Ocean Park ke Pasar Modern sekitar 3 km,’’ kata si kawan itu via SMS.
Saya juga sibuk membuka peta. Wow.. tidak sulit.
Namun sebelum berangkat saya kontak kawan yang tinggal di Bintaro. Dijawab, jalur ke BSD tidak sulit. ‘’Masuk tol Pondok Indah. Terus meluncur sampai ujung… Itu namanya BSD,’’ katanya.
******
Ahad kemarin, 9 September 2007, kami meluncur juga ke BSD. Alhamdulillah, jalan lancar. Enak. Sekitar 1 jam kami sampai.
Mobil kami, Nissan Serena, diisi mommy, opung, darrel, sugeng, minah, dan ayah yang sekaligus jadi sopir. Kami bergegas mencari pasar modern. SEPEKAN sebelumnya ultimatum itu datang dari Mommy. ‘’Hari Minggu depan, kita melihat Ocean Park di Bumi Serpong Damai. Darrel harus bangun pagi-pagi.’’

Perjalanan ke BSD belum pernah kami lakukan sebelumnya. Kami lebih suka menghabiskan waktu berjalan-jalan ke Bandung ketimbang ke Bekasi, BSD, Bintaro, atau tempat-tempat di sekitar Jakarta. Jalan ke Bandung rutenya lebih simpel: masuk pintu tol Pondokgede Barat, langsung meluncur ke Bandung. Kurang dari 1,5 jam sudah sampai di pintu tol Pasteur.

Ke BSD? Duh, belum apa-apa sudah kebayang macetnya….
Mommy mengontak kawannya, untuk mencari lokasi Ocean Park. Juga mencari lokasi Pasar Modern BSD, yang dipromosikan habis di Kompas dan berbagai koran.

‘’BSD itu bukan kompleks bu. Itu kota….’’ Katanya. ‘’Jarak dari Ocean Park ke Pasar Modern sekitar 3 km,’’ kata si kawan itu via SMS.
Saya juga sibuk membuka peta. Wow.. tidak sulit.
Namun sebelum berangkat saya kontak kawan yang tinggal di Bintaro. Dijawab, jalur ke BSD tidak sulit. ‘’Masuk tol Pondok Indah. Terus meluncur sampai ujung… Itu namanya BSD,’’ katanya.
******
Ahad kemarin, 9 September 2007, kami meluncur juga ke BSD. Alhamdulillah, jalan lancar. Enak. Sekitar 1 jam kami sampai.
Mobil kami, Nissan Serena, diisi mommy, opung, darrel, sugeng, minah, dan ayah yang sekaligus jadi sopir. Kami bergegas mencari pasar modern.
Sebagai kawasan modern, Bumi Serpong Damai melengkapi kawasannya dengan berbagai rambu yang sangat membantu. Tak sulit mencari pasar modern. Insya Allah cerita mengenai ini akan kami tampilkan berikutnya.
Setelah dari Pasar Modern, kami ke Ocean Park. Betul kata kawan, jaraknya sekitar 3 Km.
********

Darrel mula-mula takut masuk ke Ocean Park. Ia ingin segera pulang. Tapi, begitu melihat ayah nyebut ke kolam dangkal bermain tembak-tembakan, ia buru-buru nyebur. Wah..

Hari Minggu, Ocean Park begitu ramai. Tarifnya Rp 50.000 per orang. Kalau Anda ke sana, harap hati-hati dengan keluarga. Meski pengelola berupaya agar semua pengunjung merasa nyaman, namun kadang-kadang ada juga pengunjung yang iseng. Misalnya, ban yang kami sewa tiba-tiba saja disabet orang, ketika Mommy lagi sibuk mengawasi Darrel yang mau meluncur.

Beberapa kali pengelola mengumumkan ada anak hilang, terpisah dari orangtuanya…
*****


Ocean Park kini menjadi lokasi wisata baru bertaraf internasional di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang. Objek wisata air yang diberi nama Ocean Park Water Adventure ini terletak di Central Business Distrik (CBD).

Tempat wisata yang dibangun di atas tanah seluas lebih kurang 8 ha ini dapat menampung 4-6 ribu pengunjung setiap harinya. Belum lagi lapangan parkir yang luas dan dijaga ekstraketat oleh petugas keamanan dari pihak pengelola BSD.
Para pengunjung dapat menikmati seluruh permainan yang pasti selalu basah karena berhubungan dengan air.
Salah satunya adalah Carribean River. Di sini pengunjung dapat merasakan sensasi saat berbaring di atas pelampung sambil menikmati hijaunya dedaunan dan berbagai ujud makhluk laut yang imajinatif.

Bagi anak-anak di bawah umur ada tontonan menarik di dalam kapal bajak laut yang terdampar. Di sini kita dapat melihat peralatan yang digunakan bajak laut saat melakukan aksinya serta sambil bercanda dengan si kecil di lambung kapal tersebut (the cave).

Di sana juga terdapat kolam renang untuk anak berumur 2-12 tahun dan kolam dewasa yang dihiasi dengan latar belakang air terjun. Air tejun ini dimaksudkan agar pengunjung mendapatkan suasana yang berbeda dari kolam-kolam renang yang biasa mereka kunjungi.

Pengelola juga menyediakan permainan petualangan menantang untuk pengunjung dewasa. Salah satunya, Pacific Wave atau kolam ombak yang gelombangnya mencapai ketinggian hingga 1,5 meter. Para pengunjung perlu sedikit menahan napas dan pasti akan merasakan ketegangan permainan yang menyenangkan.

Bukan itu saja, pengunjung dewasa juga dapat mencoba permainan Slides'n Fun yang dibagi menjadi dua: Spiral Slides dan Race Slides. Kedua permainan ini hampir mirip dengan permainan Niagara yang ada di Dunia Fantasi (Dufan), Ancol, Jakarta Utara, namun mempunyai tantangan yang berbeda.

"Seluruh permainan di Ocean Park Water Adventure ini tidak kalah jika dibandingkan dengan Sunway Lagoon dan Genting Highlands yang ada di Malaysia serta Wild-Wild Wet yang ada di Singapura," kata Corporate Comunications General Manager BSD, Ir Dhony Rahajoe.

Tempat wisata ini juga bukan hanya menyediakan permainan. Area tempat makan yang luas, bersih, sehat, serta kenyamanan dan keamanan pengunjung juga menjadi salah satu fasilitas yang ditawarkan dari tempat wisata ini.
Dhony berharap tempat wisata ini ramai dikunjungi wisatawan dari luar wilayah Tangerang, seperti Jakarta, Bogor, dan Bekasi. Hal itu mengingat kawasan wisata ini terdapat di wilayah yang strategis dan bebas dari kemacetan.

"Dari Jakarta melalui jalur tol dan keluar di tol BSD, pengunjung hanya membutuhkan waktu 30-40 menit. Begitu juga dengan pengunjung dari arah Bekasi. Sedangkan dari Bogor, mereka bisa melalui tol Jagorawi dan keluar juga di pintu tol BSD. Itu pun hanya membutuhkan waktu 60-90 menit," katanya.

Harga tiket yang ditawarkan relatif terjangkau. Untuk hari Senin-Jumat, pengunjung hanya membayar Rp 30 ribu per orang. Sedangkan untuk Sabtu-Minggu harga tiket naik menjadi Rp 50 ribu per orang dan lokasi wisata ini mulai dibuka dari pukul 07.00-19.00 WIB.

Untuk sekadar diketahui, walaupun tempat ini belum dibuka untuk umum, sedikitnya sekitar 4.000 pengunjung setiap harinya dari wilayah Jabodetabek sudah merasakan indah dan asyiknya permainan wisata air ini.
"Ini yang membuat kami yakin tempat wisata ini akan menjadi alternatif liburan yang mengasyikkan. Informasi itu baru tersebar dari mulut ke mulut, tetapi pengunjung sudah membeludak.
Rasanya Anda perlu juga mencoba kawasan wisata baru di BSD ini. Lumayan menarik kok. Kalau Anda ingin ngirit, ya sebelum masuk ke lokasi minum yang banyak, dan makan yang cukup. Supaya tidak lapar. Soalnya makan di dalam harganya sedikit lebih tinggi daripada di luar.
Namun, harga yang tinggi itu terbayar dengan kenikmatan yang Anda dapat. Anak kami, Darrel Cetta, hari itu susah sekali kami paksa untuk meninggalkan Ocean Park. Ia biasanya amat takut pada air. Kali ini ia ketagihan.
Bahkan, sepulang dari Ocean Park, ia bertanya, ‘’Kapan kita renang lagi?’’
Pertanyaan yang menyenangkan, bagi kami.

(dengan tambahan bahan dari Suara Karya).
Sebagai kawasan modern, Bumi Serpong Damai melengkapi kawasannya dengan berbagai rambu yang sangat membantu. Tak sulit mencari pasar modern. Insya Allah cerita mengenai ini akan kami tampilkan berikutnya.
Setelah dari Pasar Modern, kami ke Ocean Park. Betul kata kawan, jaraknya sekitar 3 Km.
********

Darrel mula-mula takut masuk ke Ocean Park. Ia ingin segera pulang. Tapi, begitu melihat ayah nyebut ke kolam dangkal bermain tembak-tembakan, ia buru-buru nyebur. Wah..

Hari Minggu, Ocean Park begitu ramai. Tarifnya Rp 50.000 per orang. Kalau Anda ke sana, harap hati-hati dengan keluarga. Meski pengelola berupaya agar semua pengunjung merasa nyaman, namun kadang-kadang ada juga pengunjung yang iseng. Misalnya, ban yang kami sewa tiba-tiba saja disabet orang, ketika Mommy lagi sibuk mengawasi Darrel yang mau meluncur.

Beberapa kali pengelola mengumumkan ada anak hilang, terpisah dari orangtuanya…
*****


Ocean Park kini menjadi lokasi wisata baru bertaraf internasional di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang. Objek wisata air yang diberi nama Ocean Park Water Adventure ini terletak di Central Business Distrik (CBD).

Tempat wisata yang dibangun di atas tanah seluas lebih kurang 8 ha ini dapat menampung 4-6 ribu pengunjung setiap harinya. Belum lagi lapangan parkir yang luas dan dijaga ekstraketat oleh petugas keamanan dari pihak pengelola BSD.
Para pengunjung dapat menikmati seluruh permainan yang pasti selalu basah karena berhubungan dengan air.
Salah satunya adalah Carribean River. Di sini pengunjung dapat merasakan sensasi saat berbaring di atas pelampung sambil menikmati hijaunya dedaunan dan berbagai ujud makhluk laut yang imajinatif.

Bagi anak-anak di bawah umur ada tontonan menarik di dalam kapal bajak laut yang terdampar. Di sini kita dapat melihat peralatan yang digunakan bajak laut saat melakukan aksinya serta sambil bercanda dengan si kecil di lambung kapal tersebut (the cave).

Di sana juga terdapat kolam renang untuk anak berumur 2-12 tahun dan kolam dewasa yang dihiasi dengan latar belakang air terjun. Air tejun ini dimaksudkan agar pengunjung mendapatkan suasana yang berbeda dari kolam-kolam renang yang biasa mereka kunjungi.

Pengelola juga menyediakan permainan petualangan menantang untuk pengunjung dewasa. Salah satunya, Pacific Wave atau kolam ombak yang gelombangnya mencapai ketinggian hingga 1,5 meter. Para pengunjung perlu sedikit menahan napas dan pasti akan merasakan ketegangan permainan yang menyenangkan.

Bukan itu saja, pengunjung dewasa juga dapat mencoba permainan Slides'n Fun yang dibagi menjadi dua: Spiral Slides dan Race Slides. Kedua permainan ini hampir mirip dengan permainan Niagara yang ada di Dunia Fantasi (Dufan), Ancol, Jakarta Utara, namun mempunyai tantangan yang berbeda.

"Seluruh permainan di Ocean Park Water Adventure ini tidak kalah jika dibandingkan dengan Sunway Lagoon dan Genting Highlands yang ada di Malaysia serta Wild-Wild Wet yang ada di Singapura," kata Corporate Comunications General Manager BSD, Ir Dhony Rahajoe.

Tempat wisata ini juga bukan hanya menyediakan permainan. Area tempat makan yang luas, bersih, sehat, serta kenyamanan dan keamanan pengunjung juga menjadi salah satu fasilitas yang ditawarkan dari tempat wisata ini.
Dhony berharap tempat wisata ini ramai dikunjungi wisatawan dari luar wilayah Tangerang, seperti Jakarta, Bogor, dan Bekasi. Hal itu mengingat kawasan wisata ini terdapat di wilayah yang strategis dan bebas dari kemacetan.

"Dari Jakarta melalui jalur tol dan keluar di tol BSD, pengunjung hanya membutuhkan waktu 30-40 menit. Begitu juga dengan pengunjung dari arah Bekasi. Sedangkan dari Bogor, mereka bisa melalui tol Jagorawi dan keluar juga di pintu tol BSD. Itu pun hanya membutuhkan waktu 60-90 menit," katanya.

Harga tiket yang ditawarkan relatif terjangkau. Untuk hari Senin-Jumat, pengunjung hanya membayar Rp 30 ribu per orang. Sedangkan untuk Sabtu-Minggu harga tiket naik menjadi Rp 50 ribu per orang dan lokasi wisata ini mulai dibuka dari pukul 07.00-19.00 WIB.

Untuk sekadar diketahui, walaupun tempat ini belum dibuka untuk umum, sedikitnya sekitar 4.000 pengunjung setiap harinya dari wilayah Jabodetabek sudah merasakan indah dan asyiknya permainan wisata air ini.
"Ini yang membuat kami yakin tempat wisata ini akan menjadi alternatif liburan yang mengasyikkan. Informasi itu baru tersebar dari mulut ke mulut, tetapi pengunjung sudah membeludak.
Rasanya Anda perlu juga mencoba kawasan wisata baru di BSD ini. Lumayan menarik kok. Kalau Anda ingin ngirit, ya sebelum masuk ke lokasi minum yang banyak, dan makan yang cukup. Supaya tidak lapar. Soalnya makan di dalam harganya sedikit lebih tinggi daripada di luar.
Namun, harga yang tinggi itu terbayar dengan kenikmatan yang Anda dapat. Anak kami, Darrel Cetta, hari itu susah sekali kami paksa untuk meninggalkan Ocean Park. Ia biasanya amat takut pada air. Kali ini ia ketagihan.
Bahkan, sepulang dari Ocean Park, ia bertanya, ‘’Kapan kita renang lagi?’’
Pertanyaan yang menyenangkan, bagi kami.

(dengan tambahan bahan dari Suara Karya).

Monday, September 03, 2007

TAMAN MENTENG

BILA kita melewati Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, kita tidak lagi menjumpai kemacetan akibat mobil yang diparkir. Di masa lalu, terutama di jam makan siang dan sore sepulang dari kantor, Jalan HOS Cokroaminoto hanya tersisa satu lajur. Tiga lajur lainnya dipakai untuk parkir.

Kebayang kan, sempitnya? Apalagi, seringkali pengendara mobil harus berhenti sejenak, memberi kesempatan mobil yang mau parkir, atau meninggalkan parkiran.

Kini, kesemrawutan itu teratasi sejak Gubernur Sutiyoso membangun Taman Menteng. Bersamaan dengan dibongkarnya Stadion Menteng, Pemerintah Provinsi Jakarta membangun tempat parkir bertingkat di bekas stadion. Semua mobil dilarang parkir di badan jalan, seperti yang terjadi di masa lalu.

Di bekas ''tempat parkir'' itu, pemerintah Jakarta memasang pembatas dari beton untuk mencegah mobil yang mau parkir. Dan di ujung, Dinas Perhubungan Jakarta menempatkan mobil derek plus mobil DLLAJR yang siap menghalau siapa saja yang nekat memarkir mobilnya.

Bagi para pemobil, ini sungguh nyaman. Tapi para pemilik toko, saya kira mereka mengeluh. Dulu kalau mau belanja di Hero, atau Black Angus, kita bisa parkir di depan toko persis. Sekarang? Wah... jauhnya. Jadinya mending belanja di Carrefour, atau Hero di cabang lain.

Namun bagi kami, Taman Menteng sudah menjadi salah satu tempat favorit. Meski kami warga Jakarta coret --ini istilah kami untuk menyebut bahwa rumah kami 200 meter dari tugu perbatasan Jakarta-Bekasi-- Taman Menteng sudah beberapa kali kami datangi. Parkirnya enak. Aksesnya gampang. Lebih dari itu, ada kursi di sepanjang lintasan jalan. Kalau opung capek, Darrel letih, kami segera bisa memarkir pantat.
****
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso meresmikan Taman Menteng, Jakarta Pusat, pada akhir April 2007. Alias enam bulan sebelum lengser. Bekas markas Persija itu kini menjadi taman publik yang memiliki fasilitas olahraga, 44 sumur resapan, dan lahan parkir.

"Setiap kebijakan tidak bisa memuaskan semua orang, pasti ada yang menolak," kata Sutiyoso, ketika meresmikan ''penanda'' Jakarta itu. Awalnya, pembongkaran lapangan sepak bola itu ditentang banyak pihak. Namun Sutiyoso jalan terus.

Menurut dia, stadion itu sudah kumuh dan dikuasai oleh oknum yang bertanggung jawab, seperti lahan-lahan yang dipetak-petakan sebagai tempat kos, salon dan bengkel. "Uangnya lari ke oknum, " katanya.

Stadion Menteng tidak termasuk dalam 18 bangunan cagar budaya di Jakarta. Oktober 2006 stadion Persija di bongkar, aktifitas sepakbola dialihkan ke stadion Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Pengerjaan taman dilahan seluas 2,5 hektar itu menelan biaya Rp 30 miliar. "Semua anggaran dari APBD," ujar Bang Yos.

Kini, warga Jakarta memiliki taman baru di tengah kota, dengan fasilitas olahraga seperti lapangan basket, futsal dan voli serta 44 sumur resapan. Beberapa pejabat dan mantan pejabat tampak hadir dalam acara itu. Di antaranya, Fauzi Bowo, Ketua DPRD DKI Jakarta Ade Surapriatna, Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta beserta mantan Gubernur Ali Sadikin, Wiyogo Atmodarminto dan Soeprapto.
*****

Stadion Menteng, yang kini sudah almarhum itu, adalah berkapasitas 10.000 penonton. Awalnya adalah lapangan yang didirikan tahun 1921 dengan nama Voetbalbond Indische Omstreken Sport (Viosveld). Stadion ini dirancang oleh arsitek Belanda, F.J. Kubatz dan P.A.J. Moojen. Dalam perkembangannya stadion ini kemudian digunakan oleh Persija.

Stadion sepak bola Persija di Menteng merupakan salah satu kebanggaan warga Jakarta dan paling bersejarah, baik dalam sejarah Kota Jakarta maupun persepakbolaan di Jakarta dan Indonesia. Banyak legenda pesepak bola Indonesia lahir di sini, seperti Djamiat Kaldar, Abdul Kadir, Iswadi Idris, Anjas Asmara, atau Ronny Pattinasarani.

Sejak tahun 1921, lahan seluas 3,4 hektar yang sekarang menjadi stadion Persija tersebut sudah digunakan sebagai tempat berolahraga orang-orang Belanda. Selanjutnya, stadion tersebut digunakan untuk masyarakat umum, dan pada tahun 1961 hingga saat ini digunakan sebagai tempat bertanding dan berlatih bagi Tim Persija. Pada 1975, Surat Keputusan Gubernur Jakarta Tahun 1975 menetapkan stadion ini sebagai salah satu kawasan cagar budaya yang harus dilindungi.

Sebelum menempati stadion Menteng, Persija telah melakukan berbagai program pembinaan seperti menggelar kompetisi klub anggota, kompetisi kelompok umur, latihan tim senior dan tim berbagai jenjang usia di stadion IKADA yang sekarang dikenal sebagai Monumen Nasional (Monas). Kemudian, seiring adanya program pembangunan Monas pada tahun 1958, stadion Persija dipindahkan ke stadion Menteng yang diserahkan secara langsung oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno, pada tahun 1960.

Rencana Gubernur DKI Sutiyoso mengubah fungsi Stadion Menteng menjadi Taman Menteng berawal sejak 2004. Sekitar bulan September 2004, Dinas Pertamanan DKI Jakarta membuka sayembara desain Taman Menteng, ruang terbuka publik serba-guna. Sayembara menekankan pada tema penyelesaian masalah parkir melalui parkir bawah tanah dan ruang publik yang memiliki karakter kontemporer. Soebchardi Rahim dengan tema desain "Dual Memory" sebagai pemenangnya. Desain pemenang sayembara tentunya sesuai selera Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu menghilangkan stadion bersejarah yang sudah berumur 84 tahun itu. Sementara desain yang tetap mempertahankan keberadaan stadion dan memadukannya dengan taman interaktif yang serba-guna justru ditolak.

Sejak awal keberadaan stadion yang menjadi salah satu daerah resapan air di Jakarta Pusat itu sudah direncanakan pindah. Dari penekanan tema desain, menghadirkan parkir bawah tanah, jelas terlihat adanya upaya menghilangkan resapan air di kawasan itu.

Rencana menata Taman Menteng seperti itu pernah mencuat di saat Surjadi Soedirdja menjadi Gubernur DKI Jakarta (1992-1997). Namun, dengan pertimbangan akan merusak resapan air, Surjadi menolak rencana tersebut. Kelompok Studi Arsitektur Lanskap yang diketuai Yudi Nirwono Joga mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan peringatan terhadap rencana memindahkan Stadion Menteng dan menjadikan taman serba guna. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memedulikannya.

Kepala Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta Sarwo Handayani mengatakan bahwa perkiraan biaya pembangunan Taman Menteng senilai Rp 45 miliar semuanya ditanggung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sementara pengelolaan pascapembangunan mengandung prinsip pembiayaan pengelolaan secara mandiri dengan bentuk badan pengelola dan alternatif kedua adalah kerja sama dengan pihak swasta.

Asisten Perekonomian Sekretariat Daerah DKI Jakarta Ma’mun Amin mengatakan, masa pengelolaan Stadion Lebak Bulus oleh Grup Bakrie dengan kontrak 20 tahun akan berakhir pada tahun 2010. Untuk pengambilalihan pengelolaan di tengah jalan, Pemerintah Provinsi DKI harus membayar uang kompensasi senilai Rp 13 miliar tidak secara tunai.

Hal tersebut dilakukan karena pengelola lama masih belum membayar fasilitas sosial dan fasilitas umum kepada Pemerintah Provinsi DKI atas Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

Rencananya di Taman Menteng nanti akan terdapat sarana olahraga futsal, badminton, jogging, taman dan monumen sepakbola, serta gedung parkir tiga lantai berkapasitas 200 mobil. Biaya yang dianggarkan untuk pembangunan Taman Menteng ini sebesar 32 miliar rupiah, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2006.

Pada tanggal 28 April 2007, taman ini diresmikan dan dikategorikan sebagai taman publik yang memiliki fasilitas olahraga, 44 sumur resapan, dan lahan parkir
******
Dengan segala pro kontra-nya itu, kini Taman Menteng sudah berdiri. Dan, tidak mudah untuk mengoptimalkannya, atau menjaganya. Gedung kaca yang diniatkan sebagai lokasi pameran hingga kini belum pernah dipakai. Kata salah satu teman yang menjadi pegawai kontraktor: panas sekali, meski AC dinyalakan. Sampah juga banyak terserak. Prasarana olahraga juga cepat rusak. Ring basket yang elok itu, misalnya, cepat reot karena diganduli....

Apapun, dengan pro kontranya itu, kami merasa bahwa Taman Menteng lebih enak dinikmati sekarang ini, ketimbang tatkala masih menjadi lapangan bola...

(reportase + Koran Tempo + id.wikipedia.org).