Search This Blog

Sunday, July 14, 2013

AKHIRNYA MEDICAL CHECK-UP JUGAK!

Diary Ramadan 2013 Day-1 AKHIRNYA MEDICAL CHECK-UP JUGAK! “Ibu harus kurangi gorengan ya. Olahraga rutin sudah bagus. Nanti konsultasi lanjutan soal tiroidnya ke Prof. Muchlis ya. Gula darah puasanya di atas normal, tapi nggak banyak. Dua minggu lalu cek gula darah yaa. Lainnya sih lumayan bagus, Bu. Oh, iya karang gigi perlu dibersihkan. Ini di ginjal ada pasir-pasir kecil..kurang minum air putih niih...” Daaan, masih panjang lagi catatan yang disampaikan oleh Bu Dokter yang saya temui di Unit Medical Check-Up salah satu rumah sakit swasta di Jakarta ini. Hiks..Tapi, alhamdulillah, tidak ada yang sangaaaat serius. Hm...ada sih...kemu ngkinan besar tiroid saya harus dioperasi karena ada massa padat yang membesar. Di punggung juga ada indikasi pengapuran. Tinggi badan saya ternyata 168 cm sajah!!! Menciut?? Selama ini tahunya sih 172 cm. Hm..
Ini hari Selasa, 9 Juli 2013. Hari pertama saya, suami dan anak berpuasa. Sejak dulu kami selalu mengikuti jadwal puasa dan lebarannya Muhamadiyah? Kenapa? Ya nggak apa-apa. Nggak perlu dibahas di tulisan ini yaa;-). Sesudah mengecek run down berita untuk Topik Siang, saya sempatkan mengambil hasil medical check up (MCU) yang saya lakukan seminggu sebelumnya. Iyess!!! Seumur hidup baru kali ini saya melakukan MCU secara lengkap. Komprehensif. Lho kog bisa?? Iya, karena selama ini merasa sehat-sehat aja sih. Sakitnya paling pusing, demam, batuk-batuk. Tujuh tahun bekerja di ANTV padahal saya dapat fasilitas MCU. Ini juga nggak pernah saya gunakan. Baru keinget ketika diingatkan teman HRD yang mengantar saya ke rumah sakit dua bulan lalu saat saya tiba-tiba tumbang di tengah acara workshop dan harus dibawa ke IGD #hadeh. Bulan-bulan belakangan saya memang sering merasa mudah lelah. Bagian pundak dan punggung sakit. Kepala sering pusing –tadinya mikir karena ukuran lensa kacamata berubah. Frekuensi perjalanan ke luar kota juga lumayan sih. Juni lalu saya ke Israel dan ke Australia. Lalu ke Pekanbaru. Sebelumnya, Mei kami sekeluarga ikut roadtrip dengan rombongan jip Thread Light Society ke Pacitan. Perjalanan Jakarta-Yogya kami tempuh 24 jam karena macet!! Daaan, mungkin juga ini akumulasi dari tingginya kesibukan saya sebagai anggota Dewan Pers 2010-2013 yang berakhir Maret tahun ini. Selama tiga tahun, nyaris tiap pekan saya ke daerah untuk pelatihan, seminar, diskusi, pendataan dan sebagainya. Karena tak ingin terlalu memakan waktu urusan pekerjaan kantor, hampir selalu saya berangkat dengan pesawat paling pagi, alias nyaris nggak tidur semalaman, dan pulang hari yang sama. Capeeekkk..bouw. Nggak nyesel karena pengalamannya juga tak ternilai, mengenal langsung kehidupan teman-teman media di daerah. Sekalian kulineran #Ups:p
Jadi, setelah bekerja dengan ritme tinggi selama 22 tahun, akhirnya saya MCU jugak! Bukannya saya nggak pernah periksa darah, urine dan sejenisnya. Itu sih beberapa kali. Saat proses kehamilan Darrel dan sebelumnya, saya menjalani pemeriksaan kesehatan lengkap juga. Juga saat menjalani operasi pengangkatan kista. Tapi ya itu, menjalani MCU lengkap belum pernah. Yang pake treadmill segala itu lhoh. Kalau treadmill di fitness club sih tiga kali seminggu. Tapi kan beda;-). Saya mengambil MCU paket lengkap. Saking lengkapnya sampai capek juga lho, seharian di RS pindah dari satu dokter spesialis ke spesialis lainnya. Mulai dari dokter penyalit dalam dokter gigi, spesialis mata, dokter bedah dan spesialis tumor, dokter kandungan, dokter THT dan pemeriksaan rekam jantung, USG dan sebagainya. Yang selama ini saya alami sama kayak tulisan seorang dokter di bawah ini. Banyak diantara kita yang baru periksa ke dokter atau cek kesehatan kalau merasa sakit beneran. Padahal yang terbaik adalah cek kesehatan minimal setahun sekali untuk mendeteksi potensi penyakit dan kelainan dalam tubuh. Baca niiih: The Importance of Annual Medical Check-Ups By Dr Carlos Perez Date posted: September 3, 2012 E-mail Carlos Perez, M.D., Family Medicine Some people think that feeling well is reason enough to forget to visit their doctor. In fact, many of them wait until they feel sick to consider the possibility of seeking medical help. The experts, however, believe that the best way to fight disease is detecting it as early as possible, even before feeling any symptoms.
According to the Center for Disease Control, “Regular health exams and tests can help find problems before they start. They also can help find problems early, when your chances for treatment and cure are better. By getting the right health services, screenings, and treatments, you are taking steps that help your chances for living a longer, healthier life. Your age, health and family history, lifestyle choices (i.e. what you eat, how active you are, whether you smoke), and other important factors that impact what and how often you need healthcare.” An annual physical exam is recommended for children and adults. Dr. Carlos Pérez, family doctor affiliated with the Kendall Regional Medical Center, explains that “in the case of children and adolescents, it is very important to determine the normal progression of age-appropriate development. Cardiac malformations, neurological disorders, orthopedic problems, vision or speech irregularities and a multitude of other things can be treated successfully if they are caught early on by a health professional.” With regards to adults, Dr. Pérez adds that the American Medical Association points out several reasons why it is important that an annual medical exam be performed. One of the reasons are the routine exams or screenings. Routine screenings, such as cholesterol and diabetes tests, pap smears and breast exams, can detect signs of diseases at their earliest and most treatable stages. The markers of prescribed screenings, such as blood or urine tests, or just body weight, are another good reason that deserves an annual medical check-up. These markers clearly show the doctor if there have been changes in the patient’s condition. The yearly visit to the doctor is a valuable opportunity to ask him/her general questions, or to point out specific aspects about one’s health that could be improved, how to quit a harmful habit, or to ask for a referral to visit other health professionals. An additional reason to have an annual medical exam is to maintain one’s medical history up-to-date. A clear and complete medical record can help detect hereditary problems. Saya berjanji akan rutin melakukan MCU tiap tahun. Wis tuwo Met puasa ya teman-teman, semoga puasanya lancar, begitu juga ibadahnya. Maaf lahir batin.

Friday, May 18, 2012

Penipu Bergentayangan Lewat Facebook

SEBUAH pesan masuk di ''dinding'' facebook saya. Yang menulis Pak Mohammad Singgih. Pak Singgih ini alumni Teknik Geodesi UGM, angkatannya sembilan tahun sebelum saya. Ia lulus tahun 1974. Figurnya dikenal baik, suka membantu, dan dikenal suka menjadi penggerak kegiatan. Pesan di wall itu kira-kira bunyinya begini, ''Ini cerita beneran. Saya kira yang saya beli ini produk Cina. iPad cuma Rp 2,5 juta. Komputer Toshiba Rp 2,5 juta. Kamera Rp 2 - 4 juta. Eh, ternyata barangnya asli beneran. Masih dalam kemasannya. Dikirim lewat Tiki. Saya membelinya lewat saudara saya di Bea Cukai. Silakan kirim pesan ke inbox saya, bila berminat..'' Pesan menarik ini sampai ke wall facebook saya hari Minggu, 17 Mei 2012, sore sekitar jam 15.00. Ini informasi menarik. Apalagi dua bulan sebelumnya kami kehilangan iPad. Dalam sebuah acara di Hotel Dharmawangsa, iPad kami hilang. Wassalam. Dilacak ke sana ke mari, tetap saja barang canggih itu tidak ketemu. Saya segera berchatting dengan Pak Singgih. Ini saya kutipkan percakapan saya dengan ''beliau'': ''
Hallo mas, barang-barang di beacukai itu serius?'' tanya saya. ''Hubungi saja no ini 082 187 195 516 namanya pak WAHYUDI,dia spupuku/ptinggi bea dan cukai,minta saja no rekeningnya,sperti sy kmaren.nanti barangnya d krim lwat TIKI/KURIR,blang sj nanti dapat dr sya no nya,di jamin bakal d kasih,dan barangnya original and new brand kok,sy jamin 100%,soalnya sy dah bli juga dan buktikan sndri.ok'' ''Kalo kameranya tipe apa?'' ''Tanya saja langsung ke sepupu saya biar jelas..'' Setiap kali bertanya lewat facebook, jawabannya segera muncul. Kesimpulan saya, Pak Singgih sedang online. Saya segera men-SMS nomor yang diberikan. ''Pak, adanya kamera seri apa? iPad-nya seri 1 atau 2? Si ''Wahyudi'' segera menjawab: telepon saya saja biar jelas.. Kemudian saya menelepon. Si ''Wahyudi'' mengabari bahwa iPad-nya seri 2. Kalau Nikon-nya seri D4, lengkap dengan lensanya. ''Saya tunggu 30 menit dari sekarang ya, transfernya.. Saya kirim segera nomor rekeningya..'' Tak lama kemudian masuk SMS mengabari nomor rekeningnya di Bank Panin. ''705 202 5563 ats nama Wahyudi, BANK PANIN. Kalo misalnya dr atm yg beda bank pake kode bank 019 lalu no rek tjuan.tk''. Wow.. 30 menit untuk transfer? Jujur saja, harganya sangat menarik. Walau untuk itu saya justru bertanya-tanya: ini beneran atau tipuan? Sudah banyak cerita di internet berseliweran, mengabari penipuan lewat facebook. Dua tahun lalu ada kabar seorang ibu tertipu US$ 100.000. Ia mendapat pesan di inbox dari ''suaminya'' bahwa si ''suami'' kecelakaan di Amerika Serikat. Si Ibu ini orang Jerman. Si suami minta dikirimi uang, untuk biaya pengobatan. Begitu uang dikirim, si ibu berhasil kontak suami sebenarnya. Ia baru tahu bahwa dirinya jadi korban penipuan. Tahun lalu kakak saya, mbak Yeni Widowaty, mendapat pesan dari ''promotor''-nya kuliah S3. Pesan SMS itu intinya Pak Profesor minta bantuan biaya pengobatan. Mbak Yeni curiga, gaya minta-minta begini bukan modelnya Pak Profesor, yang ia kenal sangat baik, sangat santun, dan agamis. Begitu dikontak, ia tahu: pesan itu ternyata bohong. ****
Prinsip pertama untuk setiap hal adalah perlunya verifikasi. Kalau bahasa ustad: perlunya tabayun. Kalau dalam bahasa mommy Uni Lubis di , perlu cek ricek: benarkah Pak Singgih beli laptop dan barang elektronik lain dengan harga murah? Kenapa barangnya bisa murah? Pertanyaan berikutnya menyangkut etika: Apakah ini barang halal? Apakah ini barang selundupan? Apakah ini barang curian? Jawaban untuk beberapa pertanyaan terakhir, hampir pasti ini barang ilegal. Lagipula aneh, membeli barang pada orang yang belum dikenal, kok transfer duluan. Namun adanya rekomendasi dari ''Pak Singgih'' membuat saya yakin: masak sih sepupunya Pak Singgih menipu.. ****
Sore itu setelah sekitar dua jam berusaha menghubungi, akhirnya saya berhasil mengontak Pak Singgih sebenarnya, lewat SMS. ''Iya mas, minta maaf, facebook saya dihack. Sudah delapan orang mengontak saya untuk konfirmasi. Alhamdulillah, tidak ada yang ketipu...'' Jadi jelas, ada orang kurang ajar yang menipu, yang membajak facebook-nya Pak Singgih. Gantian saya ''mengerjai'' si Wahyudi kurang ajar. ''Hallo Pak, saya sudah transfer Rp 4,5 juta. Mohon dicek. Bagaimana pengiriman barangnya?'' Sekitar 10 menit kemudian si Wahyudi menjawab, ''Lo, kok belum masuk. Transfernya lewat bank apa?'' Saya jawab lagi:''Lo, ini rekening saya sudah didebet.. Masak belum masuk. Coba dicek..'' Sekitar 10 menit kemudian ia menjawab, ''Kok uangnya belum masuk. Transfernya lewat bank apa?'' Setelah itu ia berkali-kali menelepon untuk konfirmasi. Selalu saya jawab ''sudah transfer''. Hari ini saya mendapat hikmah penting lagi, dari perlunya verifikasi.

Sunday, April 08, 2012

Merintis E-Bike di Indonesia




AHAD 8 Desember ini kami --saya dan Mommy Uni Lubis-- bertemu dua orang muda. Namanya David Hadi dan Angga. David Hadi adalah CEO E-Bike Indonesia, mengurusi aspek pemasaran dan pengembangan usaha, adapun Angga adalah mitranya dalam E-Bike yang bergelut dengan aspek teknis. Kantor mereka terletak di Cipete, persisnya di Garasi 66. Ini di Jalan Pangeran Antasari, Cipete. Kalau dari Blok M terletak di gang masuk di antara pilar jalan layang 16 dan 17.

E-Bike Indonesia menjual berupa seperangkat alat yang terdiri dari batere, motor, dan sistem transmisi, yang dipasang pada sepeda untuk membuat genjotan jadi ringan. Dalam bahasa gampang, setelah peralatan yang dijual E-Bike itu dipasang, maka sepeda kita bisa ''berkelamin'' ganda: ya sepeda onthel, tapi juga sepeda bermotor listrik.


Kalau kita capek, atau merasa berat mengayuh, motor listrik tinggal dihidupkan. Wussss... Sepeda pun melaju, tanpa suara, kecepatannya bisa mencapai 30-an kilometer, tergantung pada kekuatan batere yang kita punya. Kalau batere habis, ya sepeda bisa kita kayuh sebagaimana sepeda biasa. Kalau pengin informasi lebih lengkap, silakan mampir ke www.ebikeindonesia.com.

Batere listriknya punya kekuatan lumayan. Bila baterenya terisi penuh, dia bisa melaju hingga 60-an kilometer, ini dengan pemakaian kombinasi tenaga kaki plus motor. Untuk mengisi baterenya dari kosong hingga penuh, dibutuhkan waktu sekitar dua jam.

Saya dan Mommy Uni Lubis mencoba sepeda ebike cukup lama. Kata Mommy Uni, ''Lumayan.. Menanjak tidak lagi bikin berkeringat..''

Alat ini memang cukup bermanfaat membantu kita yang sering kesulitan naik sepeda di tanjakan, atau mungkin merasa capek setelah cukup jauh menggowes. Jangan lupa untuk segera mengisi baterenya, setelah sepeda berhenti.

Kalau kita ke kantor atau ke rumah saudara, insya Allah kita gampang mencari colokan untuk ngisi batere. Namun kalau kita pergi ke terminal, mal, pasar, atau tempat-tempat umum, mungkin kita kesulitan mencari colokan. Kampanye penggunaan motor listrik, sepeda listrik, atau mobil listrik sebagaimana digaungkan Menteri Dahlan Iskan, akan sukses bila disertai stasiun pengisian batere.
****

E-Bike buatan Yuji Fujimara, Jepang.

Untungkah menggunakan sepeda listrik?
Dari sisi lingkungan, jelas. Tidak menimbulkan polusi, baik suara maupun asap. Untuk keperluan jarak dekat, sekitar 30-an kilometer, saya merekomendasi. Tapi kalau digunakan untuk jarak jauh, ya sementara ini saya tidak menyarankan.

Bila kita menggunakan motor automatic, jarak 30 kilometer kira-kira menghabiskan premium satu liter, atau seharga Rp 4.500 untuk saat ini. Dengan sepeda listrik, kita hanya menghabiskan uang untuk nyetrum aki saja.. Pasti jauh lebih irit ketimbang biaya premium yang akan terus naik.

Menurut keterangan Angga, aki bisa dipake sekitar dua tahun. Hitungan kasar, kalau sehari habis seliter, berarti dalam dua tahun bisa menghabiskan lebih dari Rp 1,6 juta. Hampir sama dengan harga batere sepeda.

Karena alasan penghematan, sebuah perusahaan jasa kurir, JNE, ingin mencoba menggunakan sepeda listrik untuk kurirnya. Saya kutipkan di sini berita harian ekonomi Kontan, 28 Desember 2012. Beritanya bisa diakses di sini:.

SOLUSI KENAIKAN HARGA BBM
BBM naik, kurir JNE akan dibekali sepeda listrik
Oleh Asnil Bambani Amri - Rabu, 28 Maret 2012 | 17:49 WIB

JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tak hanya bikin pusing kalangan masyarakat luas saja. Kenaikan tarif BBM juga bikin pusing pelaku industri, terutama industri logistik yang berorientasi pengiriman dan pendistribusian barang, seperti JNE.
Agar kenaikan harga BBM tidak membuat bocor brankas mereka, JNE berniat memfasilitasi kurir dengan sepeda listrik. Walaupun masih dalam tahap rencana, JNE akan melakukan ujicoba memakai sepeda listrik untuk kurir yang beroperasi di dalam kota Jakarta.
“Kami mau beli 10 sepeda listrik dulu untuk diujicobakan,” kata Visi Firman, Head of Corporate Communications JNE saat berkunjung ke kantor KONTAN, Rabu (28/3). Jika dalam ujicoba itu sukses, maka JNE akan membuat program pengadaan sepeda listrik untuk kurir mereka yang ada di dalam kota.
Menurut Visi, pengadaan sepeda listrik tidak hanya untuk menghemat operasional dari pemakaian BBM saja, tetapi juga untuk menjaga komitmen perusahaan terhadap lingkungan. "Selain membatasi pemakaian BBM, juga ramah lilngkungan," tambah Visi.

****


Di khasanah internasional, sepeda listrik dikenal sebagai e-bike. Ensiklopedia gratis wikipedia.org mendefinisikannya sebagai ''sepeda dengan motor elektrik sebagai tenaga penggerak''. Sepeda ini mampu berjalan 24-32 kilometer per jam.
Di banyak negara, sepeda listrik dikelompokkan sebagai sepeda, bukan motor. Sehingga pengemudinya tidak perlu memiliki surat ijin mengemudi.
Pemakaian sepeda listrik di seluruh dunia berkembang cepat sejak 1998. Diperkirakan saat ini terdapat 120 juta pemakai e-bike di China. Di India, Amerika Serikat, Nederland, dan Swiss, penjualan meningkat pesat. Pada 2010 sebanyak 700.000 sepeda listrik terjual di Eropa, naik 350% ketimbang dua tahun sebelumnya.
Di Indonesia? Semoga juga ikut mendulang sukses. Angga dan David sudah merintisnya.

Wednesday, March 28, 2012

KISAH MAS TOTOK PENGUNGSI MERAPI




Liburan Nyepi tahun ini, Darrel dan kawan-kawan berlibur ke Yogya. Kunjungan ke Merapi paling berkesan baginya.
“Kenapa kog kolam lelenya kosong?Waktu terjadi letusan Merapi Mas Totok lari ke mana? Kog posko pengamatannya dibangun dekat sekali dari Gunung Merapi? Kan bahaya? Nggak boleh!”.
Rentetan kalimat di atas datang dari Darrel. Yang dituju Mas @HartantoTotok, salah satu korban letusan Merapi 2010, Sabtu sore lalu (24/3). Selain Darrel yang banyak melontarkan pertanyaan, ada Rayhan Kamajaya putra @Ray_nia, Ebhin putranya @VenturaE dan Rayhan Galih putra @Blanthik_Ayu. Empat ibu berlibur menikmati akhir pekan panjang karena Hari Raya Nyepi. Tujuan liburan yang sudah direncanakan sejak dua bulan lalu ini: Yogyakarta. Berdelapan kami menumpang kereta Argo Dwipangga berangkat dari Stasiun Gambir Jam 8 pagi, tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta Jam 4 sore. Perjalanan seru.
Wisata kuliner adalah salah satu tema penting liburan ini. Tapi liburan yang mencerdaskan juga perlu bagi anak-anak (selain kesempatan belanja tas buatan pengrajin lokal buat ibu-ibunya....;-). Keempat jagoan sempat mengeksplorasi Taman Pintar, sebuah taman hiburan sekaligus arena pengenalan dunia sains. Darrel sudah pernah berkunjung ke sini bersama ayahnya (baca http://iwan-uni.blogspot.com/2006/11/taman-pintar-yogya_08.html).



Bagi Darrel, highlight liburan bersama kawan kali ini adalah kunjungan ke Merapi. Kali ini Mas Totok yang baru saya kenal via Mas @budhihermanto, pentolan akun informasi dan komunitas @jalinmerapi, memandu kami ke posko 1 Kepuharjo, posko pengamatan Gunung Merapi. Letaknya paling dekat dengan Merapi, yakni 6 km dari puncaknya. Anak-anak (dan ibunya) sangat antusias menaiki bangunan posko ini. Sayang, saat kami ke sana, sudah sore dan kabut tebal menutupi keindahan gunung. Jadi, kami gagal melihat gunung.

Pemandangan sekitar cantik. Sejauh mata memandang kami bisa melihat bekas aliran lahar hujan di Kali Gendol, juga hamparan tanah kosong yang ditinggalkan penghuninya. Di area posko 1 Kepuharjo beberapa warung makanan siap melayani ”turis” seperti kami. Ada juga rumah yang baru diperbaiki tak jauh dari posko. ”Kog masih boleh tinggal di sini? Bahaya kan,” gugat Darrel ke Mas Totok. Waks!
Kepada kami, Totok bercerita bahwa dia adalah salah satu korban letusan Merapi. Rumahnya hancur tak berbekas. Tak ada harta tersisa. Ia menjadi salah satu penghuni Hunian Sementara (huntara) korban Merapi di Dongkelsari, Desa Wukirsari. Sebelum mengungsi, Totok dan keluarganya tinggal di Srodokan, Desa Wukirsari. “Saya dan keluarga sempat mengungsi ke Klaten saat terjadi erupsi Merapi,” kisah Totok. Darrel bertanya: “Jauh nggak Klaten?”. Kali ini saya yang menjawab, “Klaten itu kan tempat keluarganya eyang kakung. Darrel tiap tahun ke sana saat lebaran. Lumayan jauh dari sini. Sekitar satu sampai satu setengah jam perjalanan.” Darrel manggut-manggut.

Di huntara Dongkelsari ada 204 Kepala Keluarga (KK), yang masing-masing menghuni rumah terbuat dari dinding gedek (anyaman bambu) seluas 30 meter persegi. Huntara dibangun di atas tanah kas desa. Ada dua jenis huntara bagi korban letusan Merapi, yakni huntara yang dibangun secara mandiri di atas tanah milik sendiri, maupun huntara yang dibangun di atas tanah kas desa. Yang diprioritaskan pemerintah daerah adalah huntara mandiri.
Kami sempat diajak mampir ke huntara Dongkelsari Sabtu sore itu. Sejumlah orang duduk di depan huntara. Puluhan kolam ikan lele nampak kosong, ada juga yang terisi air berlumut. Kolam ikan lele itu dibuat dengan menggali tanah, dilapisi plastik terpal tebal warna biru. “Ini program dinas sosial. Tapi warga enggan melanjutkan karena baunya menyengat.” Kata Totok.
Kolam-kolam itu memang dibangun bersisian dengan huntara. Membangun kolam lele menjadi sebuah program rutin yang ditawarkan dinas sosial manakala terjadi bencana alam. Belum tentu cocok untuk warga. Kini warga huntara memilih kembali ke pekerjaan lama, menjadi penambang pasir di Kali Gendol. Jatah hidup yang pernah diterima warga paska erupsi Merapi, senilai Rp 5.000/orang/hari cuma diterima sebulan pertama setelah Oktober 2010.
Menurut Totok, huntara Dongkelsari tergolong kurang diperhatikan. Kami memang melihat nyaris tak ada aktivitas komunitas di sana. Sekolah bagi anak-anak pun agak jauh. Listrik ada. Totok membeli voucher PLN senilai Rp 5.000, bisa bertahan selama sebulan dengan pemakaian minimal. Kini dia membantu Mas @budhihermanto menjadi community organizer di Combine, sebuah gerakan komunitas di lingkar Merapi. Huntara lain relatif baik keadaannya karena dibantu oleh sejumlah perusahaan besar baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kami melihat sejumlah logo perusahaan dipasang di huntara yang ada di Desa Wukirsari. Padahal, warga huntara mulai resah karena tersiar kabar dua pekan lagi huntara mereka akan dibongkar. Di lokasi itu akan dibangun hunian tetap (huntap). “Kami belum tahu akan mengungsi ke mana? Warga ada juga yang kembali ke rumah lama yang masih bisa ditempati, atau menumpang di rumah saudaranya, “ kata Totok.
Bukan cuma Darrel yang suka mengingat kisah Mas Totok dari Merapi. Saya penasaran dengan kenyataan bahwa warga Dongkelsari resah akan dipindah. Selasa siang (27/3) saya menelpon Pak Urip Bahagia, pelaksana tugas kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman. Pak Urip menjawab dengan ramah saat saya menelpon ke ruangannya di BPBD Sleman.
Soal rencana pindah, menurut Pak Urip warga Dongkelsari tak perlu resah. Saat ini pembangunan huntap di Batur, Desa Kepuharjo sudah tahap akhir. Ada 194 rumah diperkirakan siap dihuni secara tetap pada awal April 2012.
“Prioritas pertama yang dipindahkan adalah warga Gondang 1,” kata Pak Urip. Huntap Batur dibangun di atas tanah kas desa. Awal April pula pembangunan hunian tetap Pager Jurang, Desa Kepuharjo. Akan dibangun 340-an rumah. Baik Batur maupun Pager Jurang adalah lokasi hunian baru, bukan eks lokasi hunian sementara. Tautan ini menunjukkan lokasi pembangunan huntap (http://www.mpbi.org/files/workshops/20111205-Rani-Sjamsinarsi-Pendekatan-Kultural-dalam-Relokasi.pdf).
Pemindahan warga dari huntara ke huntap akan menggunakan metode “dakon”. Ini nama permainan saat saya masih kecil. Mayoritas orang Jawa mengenalnya. Intinya, biji sawo yang digunakan untuk permainan dakon akan mengisi lobang yang kosong, susul menyusul. Jadi, jika huntap Batur selesai, akan diisi oleh warga Gondang1. Sampai Gondang 1 kosong, sehingga bisa dibangun huntap, begitu juga dengan pengisian huntam Pager Jurang. “Intinya warga Dongkelsari tak perlu kuatir,” kata Pak Urip.
Soal perhatian yang kurang, Urip malah mengeluhkan pihak pemberi bantuan yang seringkali memilih langsung ke lokasi untuk menyalurkan bantuan tanpa koordinasid dengan pemda atau instansinya. “Kalau kami di pemda, prinsipnya semua dapat perlakuan sama,” ujar Urip. Masalahnya, Dongkelsari secara lokasi memang dianggap “tidak menarik” bagi donatur untuk mengadakan acara penyerahan bantuan. Urip merasa instansinya tak memiliki kemampuan memaksa donatur untuk memperhatikan huntara yang luput dari perhatian.

“Kalau perusahaan koordasi, kami siap bantu informasi area mana yang masih perlu, mana yang sudah banyak bantuan,” katanya. Good point! Kasus seperti ini sering terjadi dalam setiap penyaluran bantuan paska bencana. Informasi Pak Urip saya teruskan ke Totok. Lewat pesan pendek via telpon seluler dia menjawab, “ok makasih infonya mbak, ini rencana jam 1 mau rapat warga shelter bahas itu.’
Kunjungan ke Posko 1 Merapi di Kepuharjo dan Huntara Dongkelsari bagi Darrel adalah pengalaman ke sekian berinteraksi dengan bencana Merapi. Sepekan setelah Merapi meletus, dua tahun lalu, Darrel saya ajak mengunjungi posko pengungsian di Magelang dan Klaten. Bersama @VenturaE dan Ebhin, kami membantu menyalurkan bantuan dari teman-teman dari komunitas Twitter.


Selain membagikan susu dan makanan, Darrel dan Ebhin berbagi buku gambar dan buku cerita untuk anak-anak. Lebaran tahun lalu, bersama sepupunya Darrel berkunjung ke kawasan yang terkena dampak Merapi di Wukirsari juga, tapi bukan lokasi yang kami kunjungi akhir pekan lalu. Di lokasi itu puluhan rumah tertimbun letusan, ditinggalkan kosong. Kunjungan yang berkesan. Dahsyatnya dampak sebuah bencana letusan gunung berapi.
Minggu malam saat belajar membuat puisi untuk tes bahasa, Darrel membuat puisi tentang Merapi. Isinya? Nanti baca di akun Facebooknya ya 

Wednesday, March 07, 2012

Menjadi Pasien Jantung By-Pass di US

Oleh: Didi Prambadi





Rasa senut-senut, nyeri di dada kiri yang datang dan pergi sejak tiga hari sebelumnya, kembali muncul saat saya di meja kerja, Senin dua pekan lalu. Melihat ini, teman saya langsung berinisiatif memanggil ambulans dan saya yang sudah lemas diangkut menuju ke rumah sakit terdekat, Montgome Medical Center. Selama perjalanan dua petugas mencecar dengan sejumlah pertanyaan seputar jantung, kapan dirasakan, adakah keluarga yg menderita jantung (ibu dan kakak saya meninggal karena jantung. Adik saya, satu kamar dan sama-sama oprasi dengan almarhum Mas Widi Yarmanto di RS Harapan Kita, Jakarta). Masuk ke ICU tidak terlihat tanda-tanda mengkhawatirkan, dan baru keesokan harinya menjalani stress tes (diminta lari dan jalan cepat di atas treadmill), tetap tak ada kelainan. Barulah setelah diperpanjang waktunya satu menit, saya gelagapan dan hampir pingsan. Saya lantas ingat almarhum Yulizar Kasiri yang tidak kuat lari saat dites ini bersama saya dulu.

Saya pun dikirim menjalani tes kateter, pakai selang dimasukkan ke pinggang kanan. Hasilnya? Ada empat penyumbatan pembuluh darah menuju jantung. ‘’Anda harus operasi. Besok,’’ kata dokter. ‘’Kabar baiknya, jantung anda masih berfungsi 55%. Biasanya penderita lain hanya 5% sampai 10% saja, itu yg rawan,’’ lanjutnya. Malam itu juga saya dikirim ke Lankenau Medical Center, sebuah rumah sakit lebih lengkap yang letaknya di pusat kota. Menjelajah keramaian kota dalam ambulans tidak begitu menyenangkan, karena saya harus terbaring menatap pohon-pohon kering di jendela belakang.

Tiba di Lankenau, masuk ke ruang biasa dan diberi penjelasan proses operasi oleh dua dokter ahli: Jantung dan Thoracic Surgery (ahli bedah rusuk/rongga dada). Dada akan dibuka dan beberapa rusuk dipotong, lantas dokter Roberto akan mencangkokkan pembuluh darah lain ke sana. ‘’Diambil dari pembuluh darah di lengan kiri, pembuluh dari paha kiri, plus satu pembuluh yang khusus disediakan oleh Allah SWT di dada anda. Proses ini semua berlangsung tanpa menghentikan detak jantung sedetik pun. Biasanya jantung dikendalikan di mesin. Ini tidak. Jantung tetap pada tempatnya dan bekerja seperti biasa!’’ kata ahli jantung Roberto Rodriguez, ditemani dr. Scholtz (ahli toracic) yang tampan seperti Richard Burton itu. Ada pertanyaan?



(Bagaimana gue mau tanya, wong nggak tahu apapun soal jantung. Kalau soal laporan reporter sih bolehlah, tapi ini?) Berapa lama prosesnya? ‘’Memakan waktu sekitar tujuh jam! Anda tidak ingat apapun. Jangan khawatir, kami menangani ratusan pasien selama sebulan. Jantung anda bakal sehat kembali. Yang penting, setelah sembuh, jangan berlagak seperti orang normal. Anda sudah cacat dan tidak sempurna seperti remaja lagi,’’ kata Roberto. Hindari merokok, sodium (garam), dan banyak olahraga. (Saya ingat potret teman-teman seperti Iwan QH, Taufik Alwie dan lainnya main badminton tanpa henti, futsal, dll., sementara saya hanya naik sepeda. Paling-paling seminggu sekali keliling museum).
Pukul 1.00 siang saya digelandang masuk ke ruang operasi oleh seorang perawat lelaki berkulit hitam. Badan sudah disteril sejak pagi dan ditelanjangi, dan hanya mengenakan baju longgar. Lampur-lampu neon di langit-langit koridor yang berseliweran cepat, menandai ruang operasi itu cukup jauh. Begitu sampai, saya disambut perawat hitam lain yang membawa vakum dan mesin pencukur. ‘’Saya asisten pasien dan tugas saya membersihkan bulu di dada, tangan, kaki, termasuk ‘dua bola’ sahabat anda di sana, (dia menunjuk di kawasan pribadi),’’ katanya, langsung membuka baju saya sehingga saya kedinginan.

Tetap cuek, dia cepat bergerak dan setelah bersih barulah saya disambut dr. Roberto dan Scholtz ditemani sejumlah perawat, ahli anestesia. Semuanya mengenakan topeng dan seragam operasi biru muda. ‘’Wah Di, saya sudah menunggu lama, ke mana aja?’’ katanya bercanda. Saya melirik perawat membuka plastik pembungkus peralatan operasi dan gunting lainnya. Oooh berarti benar-benar steril. Saya senyum saja dan pasrah (Mau ngapain lagi? Mau berontak? Saya pasrah dan berdoa semoga operasi ini tidak gagal! Aku masih pengin hidup. Aku ingin sembuh. Tiba-tiba ada rasa takut, kenapa operasi sejenis ini ada yang gagal? Kenapa Mas Widi wafat? Kenapa Yulizar wafat? Kenapa familiku ada yg wafat juga, tapi kenapa adikku masih bertahan? Dan… blessss…. Saya tidak ingat sama sekali. Sejumlah mimpi – entah apa saya lupa – menghiasi pikiran saya selama tujuh jam menjalani operasi.

Saya baru siuman saat berada di ICU, melihat Billy Cristal nongol di televisi membawa acara Academy Awards 2012 (Oscar) di televisi. Mulut dimasuki pipa napas dan penyedot darah. Leher ditancapi jarum infus dan dada diberi perekat lem dan dipasangi dua pipa (penampung darah dan cairan dari dada). Saya melihat putri dan istri saya di samping tempat tidur. Mereka memberi isyarat agar tidak banyak bicara dan operasi berlangsung lancar. ‘’Bagaimana merasa sakit di mana?’’ tanya perawat. Saya tidak bisa menjawab karena saya tidak merasakan sakit apapun. Belakangan saya baru tahu saya diberi obat pain-killer Oxycodone yang dikonsumsi Michael Jackson dan Whitney Houston serta selebriti lainnya? Seumur-umur baru ngrasain hebatnya narkoba.

Besoknya pipa napas dan penyedot darah di mulut sudah dilepas dan keesokan harinya dua kantung plastik penampung darah dan cairan di dada juga dilepas. Saya diminta turun dari tempat tidur dan berdiri. Tidak ada pusing atau mual, yang ada selera makan luar biasa dan pengin makan ‘Sayur Asem’ dan ‘Tempe Goreng’. Awalnya daging turki dan kentang rebus serta kopi terasa nikmat, tapi lama kelamaan bosen juga dan pengin masakan Indonesia. Hari ketiga sudah dikirim ke ruang biasa dan diberi obat sembilan macam sehari sekali. Oxycodone masih diberikan jika ada rasa sakit saja.

‘’Kapan mau pulang?’’ tanya dokter Roberto sambil menekan dada saya agar batuk. ‘’Sering batuk dan latihan napas pakai ini’’ sambil memberi alat plastik pengukur napas dari angka terendah 250 sampai 2500 angka tertinggi. Keesokan harinya saya pulang sendirian naik taksi, karena sanak famili dan istri harus masuk kerja. Sampai di rumah sudah tersedia Sayur Asem dan Tempe Goreng. Saya makan sepuasnya sampai dua piring. ‘’Jangan makan banyak2, sedikit2 dulu,’’ kata istri saya mengingatkan. Hemm. Benar-benar nikmat rasanya sayur asem itu.

Hingga kini saya latihan naik turun tangga, dan berjalan. Selain sayur asem, ada sup ikan, tempe, tahu dan nasi sedikit. Saya bersyukur karena operasi berlangsung lancar, dan ingin mengingatkan pada seluruh keluarga Eureka: Hati-hati bila ada terasa nyeri di dada kiri. Jangan dianggap remeh, karena itu gejala jantung. Periksa ke dokter agar ditangani sejak dini, karena di dunia – termasuk Indonesia – Serangan Jantung merupakan ‘The Silent Killer’ yang sewaktu-waktu mampu mencabut nyawa. Ribuan orang terkena penyakit ini setiap bulannya. Di samping itu, mendaftarlah ke asuransi kesehatan sejak awal, karena operasi ini membutuhkan biaya cukup banyak. Dan tentu saja sering olahraga seperti Iwan QH, Taufik A., dan teman2 lainnya. Badan terasa capek tapi sehat. Atau jalan kaki setiap hari selama 15 sampai 30 menit cukup.

Saya baru tahu bahwa kegagalan Mas Widi karena proses pemulihannya (bukan operasi), akibat gula darah yang cukup tinggi sehingga luka di dalam tak sembuh2. Demikian pula Yulizar Kasiri dan salah satu famili saya yang gula darahnya tinggi dan membuat luka tetap becek tak sembuh-sembuh. Proses operasi di RS Harapan Kita, Jakarta tidak kalah dan tak berbeda dengan proses operasi di Lenkenau Medical Center, USA. Yang terpenting lagi berdoa dan pasrah kepada Allah SWT. Amiin…. Semoga pengalaman ini dapat bermanfaat bagi keluarga Eureka.

*)Didi Prambadi, wartawan, pernah menjadi senior saya di TEMPO dan GATRA. Mas Didi, demikian saya memanggilnya, kini bekerja di Philadelphia, Amerika Serikat. Sewaktu tahun lalu kami sekeluarga ke Amerika Serikat, mas Didi dan istrinya menemui kami di hotel di New Jersey. Ketika itu mas Didi kelihatan sehat dan energik.. Semoga beliau segera sembuh.. Amien..

Thursday, February 23, 2012

Pesawat tanpa awak di Singapore Air Show





PEKAN lalu, kami berkunjung ke Singapura untuk melihat Singapore Air Show. Yang dimaksud kami adalah saya (Iwan), mommy Uni Lubis, dan Darrel Cetta. Setiap dua tahun, negeri tetangga itu memang menyelenggarakan pameran dirgantara yang cukup besar. Lebih dari 20 negara, termasuk Indonesia, berpartisipasi. Pengunjung yang datang cukup melimpah.
Dua tahun lalu kami menginap di Singapura sehari sebelumnya, dan keesokan paginya meluncur ke bandara Changi, tempat pameran berlangsung. Kali ini kami berangkat dari Jakarta. Kami naik Lion Air, berangkat jam 06.00, dan kembali dari Singapura jam 19.55, dengan harga tiket yang lebih murah daripada ke Yogya. Tidak perlu menginap lagi, cuma risikonya harus meninggalkan rumah jam 03.30 pagi, saat yang nyaman untuk tidur.
Bagi Anda yang belum pernah melihat Singapore Air Show, informasi ini mungkin cukup bermanfaat. Untuk bisa masuk ke lokasi pameran, Anda harus membeli tiket. Tiket bisa dibeli langsung menjelang pintu masuk pameran, harganya US$30 untuk dewasa, dan US$ 14 untuk anak-anak. Kalau kita membeli jauh hari sebelumnya, harganya US$ 20 untuk dewasa, dan US$ 8 untuk anak-anak.
Membeli tiketnya cukup mudah. Masuk saja ke website-nya Singapore Air Show (www.singaporeairshow.com). Di situ tersedia link untuk membeli tiket. Setelah membeli tiket, jangan lupa, itu baru tanda pemesanan. Selanjutnya Anda harus menukarkan tanda pemesanan itu ke agen Sistic di Indonesia, yaitu Smailing Tour. Ada dua lokasi penukaran, Smailing tour cabang Senayan City dan cabang Jalan Majapahit, Jakarta. Untuk menukarkan tiket, Anda masih kena ‘b iaya administrasi’ lagi. Untuk tiga tiket, saya membayar total Rp 90.000.
****

Dibanding dua tahun lalu, Singapore Air Show tahun ini terasa lebih senyap. Mungkin ini karena Eropa tengah limbung dihantam krisis ekonomi. Dua tahun lalu saya melihat pesawat helikopter cheenox, pesawat yang punya mulut ikan hiu, dan stand Boeing-Airbus yang lebih luas. Tahun ini cheenox tidak hadir. Pesawat bermulut ikan hiu tidak datang. Stand Boeing-Airbus terasa lebih kecil. Hari Minggu pagi, sekitar jam 10.00, kami masuk ke hall pameran. Hall terasa sepi. Baru siangnya, sekitar jam 13.00, rame.
Dari Indonesia ada dua stand yang saya temui. Yang pertama, Garuda Maintenance Facility, biasa disingkat GMF. Ini merupakan unit di bawah Garuda Indonesia yang bertugas memelihara pesawat. Dulunya GMF hanya untuk keperluan internal. Kini GMF sudah jadi raksasa sendiri. Maskapai Timur Tengah banyak yang jadi pelanggannya.
Yang kedua adalah Susi Air. Silakan masuk ke www.susiair.com untuk informasi lebih detail mengenai perusahaan penerbangan yang banyak meladeni daerah terpencil ini. Susi Air memamerkan pesawat Cessna Caravan (berpenumpang 13 + 2 pilot dan crew), dan Piagio Avanti, pesawat eksklusif berpenumpang tujuh orang.
Di tabloid Aviation Week yang kami dapatkan di lokasi pameran, kami membaca berita gembira. Yang jadi gambar utama adalah Susi Pudjiastuti, perempuan asli Pangandaran pemilik Susi Air. Ia akan menambah 16 pesawat baru, tahun ini. Wow!! Ia menyebut beberapa merk: Cessna Caravan, Pilatus Porter PC6, Dornier, Agusta, dan Citation Sovereign. Pokoknya mantep.
Semoga pembeliannya berlangsung sukses. Semoga makin menambah kesejahteraan.
*****
Dalam pandangan saya, bintang Air Show kali ini adalh Israel. Negeri di pojokan semenanjung Timur Tengah ini warganya 7 juta jiwa. Perasaan terpencil, serba tidak aman, ini mendorong Israel membangun pertahanannya (dan penyerangannya) dengan kuat.
Israel membuka stand cukup luas: IAI alias Israel Aerospace Industry. IAI memamerkan pesawat tanpa awak berbagai seri.
• Tipe Machatz-1. Jenis ini mampu terbang terus-menerus selama 52 jam. Ketinggian maksimum 35.000 kaki. Lama terbang dan tinggi terbang bisa berkurang tergantung pada berat muatan.
• Tipe Hermes. Hermes ini tipenya bermacam-macam. Ada seri 450, seri 900. Kegunaannya untuk menyerang, mengintai, dan menghancurkan. Jangan bayangkan pesawat UAV ini hanya untuk mainan. Panjangnya saja yang ini sampai 10 meter. Bisa terbang terus-menerus sampai 20 jam. Di film youtube, disebutkan, jenis ini sudah pernah menjalankan 20.000 misi penyerbuan. Silakan klik di http://www.youtube.com/watch?v=cTAN9oXZT-o.
• Tipe Heron. Ini sudah dipakai untuk berbagai misi penggempuran. Dipakai pertama kali waktu operasi Israel untuk mengenyahkan pejuang Palestina di jalur Gaza, pada 2008-2009. Gerakannya dipandu satelit GPS. Beratnya total 250 kgr. Kini, Heron dipakai di Australia, Singapura, Canada, Turki, Prancis. Berbagai misi sudah diemban. Dari Afghanistan, Palestina, hingga Irak.


Jangan kaget, Heron juga bisa mencapai Jakarta dari pangkalannya di Singapura sana...

Tuesday, November 29, 2011

Naik Merpati dari Jogja ke Jakarta



PEKAN lalu, dari tanggal 18 sampai 21 November 2011, saya ke Jogja. Ada acara penting di situ. Kakak paling besar saya, mbak Yeni Widowaty, menjadi doktor dalam bidang ilmu hukum pidana. Sehingga kakak saya yang bekerja sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu sekarang namanya cukup panjang: Dr. Yeni Widowaty Herindrasti, SH, Mhum. Satu kata terakhir ‘’Herindrasty’’ hanya pernah nongol di rapor sekolah dasar, tapi tidak ada di ijazah. Sehingga sampai sekarang namanya hanya ‘’Yeni Widowaty’’.
Acara ujian terbuka itu berlangsung di Universitas Diponegoro, Semarang. Namun karena bapak dan ibu saya tinggalnya di Jogja, saya pulang dulu ke Jogja untuk mengambil mobil, menjemput beliau. Sebetulnya Pak Syarief dan Bu Siti Asiyam –demikian nama beliau—sudah ditawari untuk menginap di Hotel Ibis Semarang, bergabung dengan mbak Yeni dan keluarga (suami –mas Faisal Heryono, dan dua puterinya –Cita dan Bella. Si bungsi Tifa ada di Jepang, sehingga tidak bisa bergabung). Namun beliau sudah wanti-wanti: aku kuwi nek nginep neng hotel rasane ora penak tenan je… (dalam bahasa Inggris: it’s really unconvenience to stay at hotel).
Alhamdulillah, acara berlangsung lancar. Setelah lebih kurang lima tahun kuliah S3, mb.ak Yeni kini sudah lulus kuliah S3.
*****
Bukan promosi doktor itu yang mau saya ceritakan di sini kali ini. Sepulang dari acara di Jogja, saya pulang pakai pesawat Merpati rute Adi Sucipto-Halim Perdanakusuma. Rute ini sangat menarik bagi saya: mendarat di Halim, hanya sekitar 5 Kilometer dari rumah.

Merpati rute Jakarta-Jogja merupakan trayek baru. Sebelum krismon 1998, saya bersama mommy Uni pernah juga naik Merpati dari Halim ke Jogja. Kalau tidak salah pesawatnya CN 235. Waktu itu penumpangnya hanya empat orang. Jumlah pilot dan pramugarinya lebih banyak ketimbang penumpangnya. Penerbangan itu rugi, dan rute Jakarta-Jogja ditutup. Entah kenapa kalau maskapai lain mendapatkan duit banyak dari rute Jakarta-Jogja, kalo Merpati malah merugi.
Sejak Maret lalu, Merpati membuka kembali rute ke Jogjakarta. Berbeda dengan jalur dahulu kala, kali ini rutenya Merpati berbeda: Jakarta-Bandung-Jogjakarta. Berangkat dari Halim jam 09.00 sampai di Jogja jam 15.00.. Lama sekali? Karena pesawat ini harus mampir dulu di Bandung.Tiba jam 10.00, tapi baru berangkat dari Bandung jam 14.00. Mungkin, Merpati ingin memberi kesempatan para wisatawan yang lagi belanja di factory outlet. Jadi kalo bapak ibu ingin berbelanja dulu di Bandung, Merpati ini pilihan yang pas. Tapi kalo buru-buru ke Jogja, ya jangan naik Merpati.
Maka saya berangkatnya ke Jogja naik Lion Air. Baru pulangnya naik Merpati. Jadwal pulangnya Merpati cukup menarik: dari Jogja jam 15.40, berhenti di Bandung jam 16.40, terus jam 17.00 berangkat dari Bandung ke Jakarta, sampai di Halim jam 18.00. Kalau semua tepat waktu, setengah jam kemudian saya sudah sampai di rumah.
****
Saya mencoba mencari tahu mengenai rute Merpati ke Jogjakarta. Menurut penjelasan distrik manager Merpati Bandung, Yanuar Fadhillah, ketika peluncuran rute ini Maret lalu, rute Bandung-Jogja merupakan rute penting: untuk wisata, seni, dan pendidikan. Bandung punya pabrik tekstil, Jogja adalah pasar tekstil Bandung. Kedua kota sama-sama dikenal punya nilai lebih di bidang seni. Ketika itu Bandung-Jogja diarungi dengan Boeing 737-300, tiga kali seminggu: Rabu-Jumat-Minggu. Tarifnya pukul rata: Rp 297.000.
Sejak peluncuran Maret lalu hingga kini sudah terdapat beberapa perubahan. Pertama, kini rute Bandung-Jogja diarungi tiap hari. Pesawatnya juga berubah. Tidak lagi Boeing, melainkan pesawat MA-60.


Kalau Boeing 737-300 berpenumpang 148 orang, Xian MA60 ini lebih kecil, bisa mengangkut 58 penumpang. Merpati memiliki 14 unit pesawat MA60, satu di antaranya jatuh di perairan Kaimana, Papua, pada Mei 2011. Label kata ‘’MA’’ merupakan kependekan dari ‘’Modern Ark’’ alias ‘’Perahu Modern’’. Wah, top..
Pesawat MA 60 dibuat oleh Xi’An Aircraft Industrial Corporation. Pesawat ini mendapatkan sertifikasi dari Badan Penerbangan Sipil China pada Juni 2000. Tapi belum mendapatkan sertifikat dari Federal Aviation Administration, Amerika Serikat. Sehingga pesawat ini belum boleh diterbangkan di Amerika. Ketiadaan sertifikat FAA ini yang menimbulkan gonjang-ganjing ketika Mei lalu pesawat MA60 jatuh di perairan Kaimana: mengapa Merpati membeli pesawat yang tanpa sertifikat FAA. Namun pejabat Indonesia dan petinggi Merpati ketika itu berpendapat: sertifikat FAA bukan suatu keharusan.
Pesawat MA60 ini tidak hanya dioperasikan oleh Merpati. Dewasa ini beberapa MA60 juga mengangkasa di beberapa negara. Di antaranya Laos, Burundi, Myanmar, Ghana, Ecuador, Kamerun, Filipina. Namun, yang terbanyak membeli memang Merpati. Agen penjualan MA60 patut diacungi jempol, karena sukses memasarkan MA60 ke Merpati. Bahkan yang dibeli Merpati jauh lebih banyak ketimbang yang dibeli maskapai di China. Di negeri pembuatnya itu, terbanyak sebagai pembeli adalah YingAn Airlines, 10 unit. Dua maskapai lainnya adalah Wuhan Airlines (tiga unit), dan Sichuan Airlines (dua unit).
Dalan pandangan Merpati, pesawat MA60 kinerjanya yahud. Maka Mei lalu Merpati mengumumkan, akan mendatangkan dua pesawat baru. Sehingga total Merpati akan memiliki 15 unit.
****




Saya sudah biasa naik pesawat lebih kecil dari MA 60. Hubungan dekat saya dengan Susi Pudjiastuti, pemilik maskapai Susi Air membuat saya beberapa kali naik pesawat Cessna Caravan rute Jakarta-Pangandaran, yang punya 14 tempat duduk. Saya juga pernah naik Piagio Avanti, yang hanya berpenumpang tujuh orang. Karena itu ketika naik MA60, saya tidak takut.
Memang bukan pada kinerja MA60 ini yang saya keluhkan. Saya percaya, China, yang sudah sukses membuat peluru kendali jarak jauh, meluncurkan roketnya ke ruang angkasa, juga mampu menembak satelit di orbitnya, bisa membuat pesawat terbang dengan baik.
Yang saya keluhkan adalah pada pengoperasian pesawat MA60 oleh Merpati. Bila sesuai jadwal, harusnya saya tiba di Jakarta jam 18.00. Namun hari itu saya apes..
Semula saya dikabari via sms bahwa pesawat Merpati akan berangkat ke Bandung jam 18.40, mundur tiga jam dari jadwal. Karena itu saya berangkat ke Adisucipto jam 17.00. Ketika check in saya dapat kabar dari petugas bahwa Merpati masih ’’ tetap sesuai jadwal’’, jam 18.40.
Saya menunggu di lounge Borobudur, Adisucipto, yang sudah nyaris kosong menu makanannya karena terlalu banyak penumpang yang menunggu. Tempe goreng, tahu goreng, kacang, emping, nasi goreng, semua ludes. Tinggal kue. Minuman cocacola, fanta, masih tersedia..
Sampai jam 19.00 ternyata pesawat belum datang. Lalu muncul pengumuman: pesawat diperkirakan tiba dari Bandung jam 20.15. Dan balik ke Bandung sekitar jam 20.40. Wah… kok molor lagi.
Alhamdulillah, kali ini Merpati tidak ingkar janji. Jam 20.40 pesawat terbang beneran. Sampai di Bandung jam 21.30. Begitu turun, saya dapat informasi: penerbangan ke Jakarta dibatalkan, sehingga penumpang yang berangkat ke Jakarta diantar dengan jalan darat, via tol Cipularang.
Kali ini Merpati menepati janjinya. Dari Bandung saya diantar dengan Suzuki APV ke Halim Perdanakusuma. Sampai Halim jam 23.30. Bukan perkara gampang mencari angkutan dari Halim di malam selarut itu.

Musibah lain, malam itu saya kehilangan acara penting: final sepakbola Sea Games antara Indonesia-Malaysia..