Search This Blog

Thursday, February 12, 2009

Persaingan Satelit Iran-Israel

Peluncuran satelit Omid




Oleh: Iwan Qodar Himawan


LEWAT siaran nasional stasiun televisinya, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengumumkan dengan rasa bangga. ‘’Penduduk Iran yang saya cintai. Putera-putera terbaikmu berhasil menempatkan satelitnya ke luar angkasa. Mulai saat ini Iran menjadi negara yang berhasil membangun, meluncurkan, dan mengendalikan satelitnya sendiri.’’

Iran dilihat dari luar angkasa.

Peluncuran itu berlangsung Selasa lalu, bertepatan dengan 30 tahun Revolusi Iran, sebuah revolusi yang mengubah haluan politik Iran dari sekutu Amerika Serikat menjadi negeri yang senantiasa dicurigai. Dengan peluncuran satelit ini, Iran kini masuk ke dalam kelompok eksklusif, kelompok negara yang bisa merancang satelit, sekaligus meluncurkannya. Delapan negara lain yang lebih dulu adalah Rusia, Amerika Serikat, Prancis, Jepang, China, Inggris, India, dan Israel.

Satelit itu diberi nama Omid, bermakna Harapan. Para insinyur Iran mulai membangunnya sejak Februari 2006. Pada Februari 2008, satelit memasuki masa uji coba. Satelit dengan berat hanya 27 kilogram itu diniatkan sebagai wahana komunikasi. Menurut janji Presiden Mahmoud Ahmadinejad, setelah meluncurnya Omid, akan menyusul satelit-satelit lainnya.

Bahkan ia sudah menggagas untuk mengirim astronot Iran ke luar angkasa, dengan kendaraan buatan dalam negeri. Roket Safir (bermakna Utusan) generasi baru sudah dirancang untuk mampu membawa satelit hingga ketinggian 600-900 Kilometer, jauh lebih tinggi ketimbang garis edar Omid sekarang, yaitu pada 245 km (terendah) dan 380 Km (terjauh).

Secara teknologi satelit, peluncuran satelit Omid sebetulnya merupakan hal biasa. Namun bagi Amerika Serikat dan sekutunya, terutama Israel, kemampuan Iran menggotong satelit hingga luar angkasa menimbulkan kekhawatiran lain. Karena dengan mudah Iran mengganti muatan roket itu, dari satelit menjadi peluru kendali. Paling tidak, ia bisa menjangkau jarak 2.500 Kilometer, ibukota Israel pun bisa disasar. Ini jauh lebih canggih ketimbang roket Hamas, yang paling banter terbang 40 Kilometer, tanpa kemampuan membidik lokasi dengan presisi.

Dari segi pengalaman, Iran sebetulnya masih kalah jauh dibandingkan para pendahulunya di bidang satelit. Pada 1957, Uni Soviet sudah menempatkan Sputnik di luar angkasa. Setahun kemudian, Amerika Serikat menyusulnya.

Dengan keterlambatan yang sedemikian lama, seharusnya Amerika Serikat dan sekutunya, tidak perlu terbengong-bengong. Apalagi buru-buru menghimbau Iran untuk menyetop pengembangan teknologi satelit. Kekhawatiran Amerika antara lain bisa dilihat pada headline koran New York Times edisi Selasa lalu, yang menyatakan peluncuran satelit Iran merupakan tantangan diplomasi Presiden Barack Obama.

****


Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad

Dengan demikian, peluncuran satelit Iran ikut menghangatkan suasana di Timur Tengah yang memang sudah panas. Padahal, apa yang dilakukan Iran dengan meluncurkan Omid sebetulnya belum seberapa bila dibandingkan dengan yang sudah dilakukan Israel, yang sudah meluncurkan satelit karya sendiri sejak 1988.

Satelit terakhir punya Israel diluncurkan pada 21 Januari 2008, namanya Tecsar, dari pusat antariksa Satish Dhawan, milik India. Satelitnya dibuat Israel Aerospace Industri, BUMN di bawah Departemen Pertahanan. Sedang India yang menyediakan pesawat peluncurnya. Roket yang dipakai memiliki kekuatan empat tingkat,

Peluncuran Tecsar membuat Iran sangat marah, karena ia memang diniatkan untuk memata-matai Iran dan negara lain yang dianggap musuh, yakni Suriah dan Palestina. Untuk menjalankan misinya, Tecsar dilengkapi kamera super canggih, yang diklaim sebagai paling maju. Meski lintasan orbitnya di ketinggian 450-800 Kilometer, ia bisa menghasilkan resolusi sampai 10 centimeter, melalui sistem radar gelombang X.

Dengan kemampuan sebesar ini, buku yang tengah dibaca Presiden Palestina Mahmood Abbas pun bisa dibaca judulnya. Selain itu, berbeda dengan satelit di masa lalu, pemindaian Tecsar tidak terpengaruh cuaca. Siang, malam, berawan, atau badai sekalipun, matanya bisa tajam menyorot bumi. Tidak mengherankan bila bangunan-bangunan penting milik Hamas di jalur Gaza dengan gampang diluluhlantakkan Israel.

Dengan adanya Tecsar, Israel kini memiliki sejumlah serial satelit. Sebelumnya ia sudah punya satelit mata-mata, yakni Ofeq, yang seri ke-7-nya diluncurkan pada 2007. Untuk observasi bumi, Israel memiliki Eros. Untuk komunikasi, ada Amos (sampai seri ke-4). Dewasa ini yang tengah dikembangkan adalah satelit Venus, Tauvex, Opsat, dan Insat.

Dengan berbagai kelebihan itu, Israel dengan gampang mengawasi pergerakan pasukan negara-negara tetangganya. Entah itu di Suriah, Saudi Arabia, Mesir, Iran. Negara-negara itu ibarat sosok telanjang bagi tentara Israel.

Suriah sudah merasakan kehebatan satelit Israel. Pada September 2007, sebuah bangunan yang dicurigai Israel dan Amerika sebagai kawasan pengembangan senjata nuklir, digempur. Berdasar informasi yang dipadukan antara intelijen satelit dengan lapangan, Angkatan Udara Israel terbang menempuh jarak ribuan kilometer, dengan mengisi bahan bakar di antariksa Turki tanpa sepengetahuan Turki. Dalam hitungan detik, instalasi yang dibuat dengan susah payah itu hancur.

****

Israel pertama kali meluncurkan satelit pada 20 September 1988. Langkah itu dinyatakan para pengamat strategi militer sebagai upaya mengurangi ketergantungannya pada Amerika Serikat dalam hal intelijen. Satelit Ofek 1 itu diumumkan sebagai mengumpulkan data energi matahari, medan magnetik bumi. Selama sebulan satelit itu beredar di angkasa, sebelum kemudian menghancurkan diri.

Pembuatan satelit Israel

Semakin baru, Ofek semakin canggih. Ofek 5, yang diluncurkan pada Mei 2002 dari pangkalan Angkatan Udara Israel di Palmachim, dilengkapi kamera yang mampu membuat dengan jelas obyek di bumi dengan ukuran 80 cm. Satelit mata-mata Israel yang terakhir, Ofek 7, diluncurkan pada Juni 2007, bisa merekam obyek berukuran 40 cm. Dengan informasi dari Ofek 7, plus intelijen lapangan, Syekh Yasin yang baru pulang dari salat subuh, langsung dihajar dengan rudal.

Sebagai satelit mata-mata, Ofek ditempatkan di jalur rendah, di kisaran 300 km – 1.000 km di atas bumi. Dengan orbit yang rendah, ada dua manfaat yang diperoleh. Untuk satu kali orbit mengelilingi bumi, ia hanya butuh waktu 1,5 jam. Sehingga, kawasan negara tetangga seperti Iran, Palestina, Suriah, Lebanon, dan negara-negara Arab lainnya, bisa dipantau minimal enam kali sehari. Pemindaian sebuah lokasi dapat lebih sering dilakukan. Manfaat lainnya, kameranya bisa merekam pergerakan di bumi dengan jauh lebih akurat.

Kemandirian, itu adalah tujuan dari berbagai kegiatan peluncuran satelit Israel. Meski jelas-jelas selalu mendapat dukungan baik militer maupun ekonomi dari Amerika Serikat, tetapi Israel masih mengeluhkan kurangnya informasi yang diperoleh. Dalam Perang Teluk 1991, para pemimpin Israel mengeluhkan sulitnya mengakses informasi keberadaan rudal Scud punya Irak, yang diarahkan ke Israel. Moshe Aren, ketika itu masih menjabat calon menteri pertahanan, tegas berkata: Israel membutuhkan satelit sendiri. Katanya, sangat riskan untuk selalu tergantung pada Amerika Serikat.

****

Ada dua kesamaan antara Iran dan Israel mengapa mereka begitu berambisi mengembangkan teknologi luar angkasanya, yakni sama-sama memiliki perasaan terancam.

Israel yang senantiasa merasa terancam oleh negara tetangganya, merasa perlu mengembangkan teknologi satelit karena merasa suplai informasi dari Amerika tidak mencukupi. Tak ada jalan lain, kecuali mengembangkan wahana antariksa dengan kemampuan sendiri.


Citra Israel dari satelit.


Iran memiliki perasaan yang sama. Embargo Amerika Serikat terutama yang membuat negeri para Mullah ini bersikeras berupaya dengan kekuatan sendiri. Tak heran bila Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, bergurau. Setelah suksesnya peluncuran satelit, ia bekata, ‘’Terima kasih kepada Amerika Serikat. Berkat embargonya, kami sekarang memiliki teknologi nuklir sendiri, dan teknologi luar angkasa yang maju.’’

Bila itu kita refleksikan ke negeri kita, harusnya Indonesia berpeluang untuk mengembangkan teknologi luar angkasa dengan jauh lebih maju. Dewasa ini Indonesia baru memiliki satelit Tubsat, yang diluncurkan dari India, pada 2007. Sebagai negeri yang relatif tidak punya musuh, kesempatan Indonesia untuk mengembangkan teknologi luar angkasa terbuka luas.

*) Iwan Qodar Himawan, praktisi pemetaan, pengurus pusat Ikatan Surveyor Indonesia. Naskah sudah dimuat di Harian Seputar Indonesia, edisi 7 Februari 2009.

BADMINTON TELADAN 83

Aris Priatno, Suherwan, Agung Krishartanto, Iwan
Aris, Iwan, Anto Trail, Agung Kris, Suherwan


Ini sebagian foto dulminton --istilah sebagian orang yogya untuk badminton-- setiap sabtu pagi. ACaranya cukup gayeng. Kawan-kawan yang pernah sekolah di SMA 1 Yogyakarta angkatan lulus 1983, berkumpul, main badminton bareng. Setiap kali yang datang sekitar 10 orang. Yang paling rajin namanya Suherwan --panggilannya Herwan. Setelah itu Aris Priatno. Saya di juara 3.

Foto-foto lain mengenai acara ini, silakan diklik di www.teladan83.blogspot.com.

Badminton berlangsung di komplek menteri Jalan Widya Chandra III. Tapi mulai pekan ke-2 Februari ini, pindah ke SCBD, di Semanggi Expo. Tempatnya lebih luas, lebih terjangkau dari segi akses, dan yang penting: tidak bocor. Sabtu lalu sewaktu badminton di Widya Chandra, acara tampel bulu harus terhenti karena hujan deras. Air menetes dari atap. Satu-satu netes. Tapi lama-lama ngumpul jadi banyak, dan licin..

Kata Pambudi Mahanto, yang kini bekerja di Departemen Kehutanan, kalau yang berkumpul usianya di atas 40 tahun, tema pembicaraan pasti tidak bergeser dari kolesterol, gula, rambut rontok...
Dari monitoring pembicaraan setiap pekan, tampaknya omongan Hanto benar...
Posted by Picasa