Search This Blog

Wednesday, October 28, 2009

JK Pindah Rumah



PADA Senin 19 Oktober 2009, saya ikut hadir di rumah dinas wakil presiden, di Jalan Diponegoro, Jakarta. Ini untuk kesekian kalinya saya hadir di pendapa di belakang rumah dinas itu. Pendapa yang tak begitu besar itu mungkin menjadi salah satu saksi penting perjalanan bangsa Indonesia, lima tahun terakhir.
Jusuf Kalla sering mengumpulkan berbagai organisasi kemasyarakatan, media, atau lembaga pemerintah di pendapa itu. Ketika mengumpulkan wartawan, Muhammadiyah, dan NU, untuk mengekspos soal terorisme, JK juga menggunakan pendapa itu. Rekaman gambar para teroris –setidaknya demikian vonis polisi—yang mengancam Amerika dan kepentingannya di Indonesia, pertama kali diputar di depan publik di pendapa itu.
Pertemuan 19 Oktober bagi saya punya makna penting. Hari itu adalah dua hari menjelang Pak JK berakhir masa tugasnya sebagai wakil presiden. Pada 21 Oktober ia digantikan Prof. Boediono.
Saya dan Mommy Uni Lubis merasa, Pak JK sosok yang pantas dihormati, diteladani, sekaligus dikenang. Sebagai wakil presiden, ia mendobrak tradisi keangkeran birokrasi. Rasanya tak terbayangkan seorang wakil presiden membalas SMS sendiri. Nomor handphone-nya semasa jadi wakil presiden masih sama dengan ketika ia di Makassar, sebagai direktur utama Bukaka, atau ketika ia jadi menteri perdagangan, dan kepala Bulog.

Alasan Pak JK sederhana. ‘’Nomor telpon saya ini sudah banyak diketahui orang. Kalau saya ganti telepon, kasihan mereka nanti yang susah ngontak saya.’’
Rumah Pak JK juga agak berbeda dengan rumah dinas wakil presiden atau pejabat pada umumnya, yang rapi jali. Dengan gampang Anda akan menemukan mainan anak-anak di ruang tamu, di pendapa, atau di dalam rumah. ‘’Ini menunjukkan rumah dinas ini betul-betul rumah,’’ kata Mommy.
Bagi wartawan, JK juga sosok yang enak. Ia bisa dicegat seusai salat Jumat. Ia juga gampang dimintai wawancara. Caranya? Cukup kirim SMS ke nomor handphone-nya. Pasti akan segera diproses.
Bukan berarti Pak JK tidak punya masalah. Ia pernah diberitakan soal helikopter untuk Basarnas. Majalah TEMPO mengungkap kasus helikopter itu dalam tulisan panjang. Tapi JK tidak marah.
Kata Toriq Hadad, pemimpin redaksi Tempo, ‘’Ketika saya temui untuk konfirmasi soal helikopter itu, Pak JK hanya bilang, hati-hati kalau kau menulis soal helikopter itu. Pertimbangkanlah, karena itu sebetulnya tidak ada masalah.’’
Bagi Toriq, yang pada Senin pagi itu juga hadir di pendapa rumah dinas wakil presiden, kalimat JK itu menunjukkan JK orang yang cukup bijak. ‘’Saya tidak diancam. Saya masih diberi ruang untuk menimbang-nimbang.’’ TEMPO kemudian memuat tulisan soal helikopter itu. Seingat saya, JK tidak menggugat atau menegurnya.

******
Mohon maaf kalau saya menulis Pak JK dengan nada positif. Bukan karena saya juru bicaranya, atau karena saya dibayar untuk mempromosikannya. Saya termasuk mengaguminya melihat caranya menyelesaikan masalah.
Contohnya, kasus Aceh. Negeri Serambi Mekkah ini bertahun-tahun hidup dalam kesusahan akibat terus-menerus digempur konflik sesaudara: antara yang menghendaki kemerdekaan dengan yang ingin tetap bergabung dalam pangkuan Republik Indonesia.
JK punya peran besar dalam membentuk tim perunding, yang bernegosiasi beberapa kali di Helsinki, Finlandia. Hasilnya kita ketahui, kini Aceh lumayan damai. Mereka bisa membangun.
Terobosan dalam pembangunan listrik 10.000 MW, serta jalan tol, adalah karya lain. Saya teringat, di awal-awal menjadi wakil presiden, JK bercerita, ‘’Kalau tidak ada terobosan, dari gagasan pembangunan pembangkit listrik sampai pelaksanaannya, butuh waktu paling lambat tiga tahun.’’
Karena itu, harus ada terobosan dalam hal peraturan. ‘’Peraturan itu bukan harga mati. Kalau dia mengganggu, ya harus diubah. Yang tak boleh diubah dan tak bisa diubah hanya kitab suci.’’
******
Memang, banyak yang menilai Pak Jusuf Kalla sebagai sosok yang pantas diteladani. Rabu malam, alias sehari setelah ia menyerahkan jabatannya kepada Pak Boediono, sebuah buku diluncurkan. Judulnya: Mereka Bicara JK. Penggagasnya adalah National Press Club of Indonesia (NPCI). Acaranya berlangsung di Ballroom Hotel Sultan Jakarta.

Saya kutipkan di sini tulisan di Media Indonesia, edisi Kamis pagi:
Jusuf Kalla tampak terharu mendapat kejutan yang digagas orang-orang terdekatnya tersebut. "Terima kasih surprise-nya," ujarnya dengan wajah sumringah.

JK mengaku bingung, karena sejak beberapa hari lalu sebenarnya ia ingin segera pulang ke Makassar, namun selalu dicegah anak-anaknya. Menurut JK, buku yang disampaikan tersebut merupakan apresiasi luar biasa bagi dirinya. "Kadang saya merasa apa yang saya kerjakan biasa saja," ungkapnya.

Dalam kesempatan tersebut hadir para politisi Partai Golkar seperti Surya Paloh, mantan Sekjen Golkar Soemarsono, Ferry Mursidan Baldan, Poempida Hidayatullah. Terlihat pula, sejumlah menteri dan pejabat seperti Kepala BKPM M Luthfie, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, calon Menteri Perindustrian MS Hidayat, Kepala Bappenas Paskah Suzetta, dan lainnya.

Buku yang terdiri dari lima bab tersebut merupakan kumpulan wawancara dan tulisan mengenai sosok JK dari orang-orang terdekat. Selain istri dan anak-anaknya, ada juga Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar 2004-2009 dan pemilik Media Group Surya Paloh, Direktur Pemberitaan Metro TV Suryopratomo, eks pemimpin tertinggi GAM di Swedia Malik Mahmud, delapan anggota Kabinet Indonesia Bersatu, serta wartawan dan wartawan senior yang bertugas meliput JK selama lima tahun terakhir.

"Apa yang terjadi selama lima tahun bagi saya suatu hal yang penting. Lima tahun mengabdi untuk masyarakat dan bangsa," tutur JK.

Sementara itu, Surya Paloh yang turut menulis Cerita di Balik Layar, mengaku mengagumi JK sebagai pribadi yang konsisten dan sabar. "Ini luar biasa, saya bisa pahami kebijakan yang ingin dilakukan JK semata-mata untuk bangsa dan negara. Kebijakan itu tidak semuanya mendapat apresiasi, ada juga kontroversi, dan itu disadari JK," ujarnya.

Ia menambahkan, meski jabatan telah selesai, namun semangat dan pemikiran JK tidak pernah usai. "Saya yakin Pak Jusuf masih sangat diperlukan, teruslah untuk kemajuan banngsa. Anda menjadi wapres atau tidak, kita tetap bersahabat baik suka dan duka," tukasnya.
*****
Di Gedung MPR, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengucapkan terima kasih kepada mantan wakil presiden Jusuf Kalla, pada Selasa 20 Oktober 2009. "Saya ucapkan terima kasih kepada mantan wapres M Jusuf Kalla. Pengabdian saudara, abadi dalam sejarah dan akan dikenang sepanjang masa pada jajaran Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009," kata Presiden Yudhoyono, saat pidato pelantikan presiden dan wakil presiden 2009-2014.

Mendengar Presiden Yudhoyono mengucapkan terima kasih, Kalla yang duduk di samping Wakil Presiden Boediono itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

Menurut Presiden Yudhoyono, dalam alam demokrasi ada saatnya berbeda pendapat, ada pula saatnya berdebat. Namun, tambahnya, ada saatnya pula bersatu bahu-membahu untuk membangun bangsa.

Usai pelantikan presiden dan wakil presiden yang dipimpin Ketua MPR Taufiq Kiemas itu, Boediono mantan Kalla saling bersalaman dan cium pipi kiri dan kanan.

Sementara, saat Presiden Yudhoyono turun dari panggung utama dengan didampingi Ketua MPR Taufiq Kiemas, terlihat Kalla langsung menyodorkan tangannya kepada Presiden Yudhoyono. "Selamat bapak Presiden," ucap Kalla.

Melihat Kalla menyodorkan tangannya, Presiden Yudhoyono langsung menyambutnya dalam keduanya berpelukan sambil cium pipi kiri dan kanan.

Suasana akrab terlihat meskipun beberapa bulan lalu antara Presiden Yudhoyono dan mantan Wapres Jusuf Kalla terlibat perdebatan sengit saat pemilihan presiden 2009.