Izinkan saya menanggapi surat pembaca Bapak Safrin, ketua Jurusan
Ilmu Komunikasi FISIP USU Medan, sebagai berikut:
Terima kasih atas tanggapan Anda terhadap tulisan saya di Kompas
(29/12/2004). Saya pikir, pada hari-hari pascagempa, banyak tulisan
pakar komunikasi yang menyayangkan kinerja media televisi (TV)
Indonesia dalam memberitakan bencana di Aceh secara cepat di hari
pertama, Minggu siang, 26 Desember 2004. Pendapat itu kami terima.
Masing-masing media punya alasannya, tetapi Anda benar, penonton
tidak mau tahu. Termasuk kenyataan bahwa sejumlah koresponden TV di
Aceh menjadi korban.
Sebenarnya, sejumlah TV sudah memasang news bar pada hari Minggu
dengan info yang sangat terbatas. TV-TV asing pun pada hari itu belum
memiliki info soal Aceh, dan baru memberitakan Nias. Info TV asing
yang kami cuplik termasuk info bencana di Sri Lanka, India, dan
Thailand. Kerusakan infrastruktur dan keterisolisasian mereka tidak
separah Aceh. Pada hari Senin, 27 Desember 2004, di program Inspirasi
Pagi yang tayang pukul 05.30, TV7 sudah menayangkan gambar dari
koresponden kami di Lhok Seumawe, plus laporan langsung via telepon
dengan wartawan Kompas.
Toh kerusakan yang sebenarnya belum diketahui, sampai kemudian TV-TV, termasuk TV7, berhasil masuk ke Banda Aceh, hari Senin, 27 Desember 2004 pukul 10.15. Segera setelah telepon satelit berhasil dioperasikan pada pukul 12.00, saya kirimkan
laporan telepon soal kondisi Banda Aceh. Pada saat itulah baru
disadari parahnya situasi.
Saya percaya, divisi pemberitaan semua stasiun TV berupaya keras
menyajikan info paling cepat dan semaksimal mungkin bagi pemirsa.
Info tentu tidak cukup memuaskan penonton, termasuk Anda, terutama
karena keterlambatan gambar di hari Minggu. Atas nama teman-teman
jurnalis TV, kami mohon maaf. Sebagai jurnalis, saya berharap TV7
lebih cepat. Namun, kalaupun Metro TV yang lantas paling intensif,
kami pun bersyukur pula.
Yang penting berita sampai ke publik melalui saluran apa pun. Di lapangan, TV-TV berbagi gambar. Kalau ada helikopter yang cuma bisa memuat satu juru kamera, gambar itu dibagi kepada TV lain. CNN melakukan pengiriman gambar dan siaran langsung
menggunakan fasilitas SNG TV7 juga. Ini menggambarkan bahwa CNN pun
sulit bergerak di Aceh. Namun, yang Anda dan sejumlah orang lain
persoalkan adalah hari Minggu, 26 Desember 2004.
Karena itu, satu-satunya keberatan saya atas tulisan Effendi
Gazali adalah bagian yang menggambarkan seolah-olah kami lebih
bersemangat memberitakan Musyawarah Nasional Golkar di Bali ketimbang
Aceh. Bagian lainnya kami terima dengan lapang dada. Kami kurang
banyak memasang news bar pada hari Minggu. Koreksi pada hari-hari
berikutnya mudah-mudahan dapat mengobati kekecewaan Anda.
Saya bukan ahli gempa, Pak. Bahkan media asing pun menduga Sri
Lanka adalah negara dengan korban terbanyak. Naluri jurnalis saya
mengatakan ada tragedi besar di Aceh (itu sebabnya saya berangkat ke
sana pada Senin pagi), tetapi saya sama sekali tidak menduga (dan
tidak berharap) kerusakan sebegitu dahsyat! Allah SWT menunjukkan
kekuasaannya dengan berbagai cara.
Tsunami memorakporandakan lapangan Blang Padang, tetapi replika Seulowah berdiri tegak, bersih. Sekeliling Masjid Baiturrahman luluh lantak, tetapi masjid kebanggaan
itu tegak berdiri. Begitu juga dengan gereja. Pulau Simeuleu yang terletak di atas patahan, dan diperkirakan paling parah, ternyata selamat. Tentu saja ada korban di sana. Bagaimana menjelaskan itu, Pak? Maka, saya tidak berani berandai-andai. Marilah kita lakukan apa yang kita bisa untuk Aceh dan Sumatera Utara, dan tidak hanya menyalahkan orang lain.
Uni Zulfiani Lubis
Wartawan TV7
1 comment:
look at these guys click for info navigate to this site he said he has a good point you can find out more
Post a Comment