Saya naik pesawat terbang pertama kali pada 1990. Ketika itu umur saya 25 tahun, dan sudah menjadi wartawan Tempo. Saya naik pesawat dari Jakarta ke Semarang, untuk meninjau pabrik tekstil milik Texmaco di Kendal.
Setelah itu, tak terhitung lagi, berapa kali saya naik burung besi. Entah itu yang untuk urusan kantor, maupun urusan pribadi. Kini, tiap lebaran, atau ke Yogya, saya naik pesawat terbang. Dengan waktu yang terbatas, pesawat memang jadi pilihan utama. Apalagi ongkosnya tak jauh dari harga tiket kereta api.
Generasi baru, seperti Darrel, sangat diuntungkan oleh kemajuan teknologi. Juga, tentu saja, perbaikan penghasilan dari bapak dan ibunya. Di usianya yang ke-2 ini, ia sudah berkali-kali naik pesawat terbang. Pertama kali, di usianya yang hampir 6 bulan, ia ke Yogya untuk lebaran. Setelah itu ia ke Pekanbaru, Palembang, Surabaya, Bali.
Tak gampang lo membawa anak untuk terbang. Di milis dunia ibu, bagaimana membawa anak naik pesawat, selalu menjadi diskusi yang tak pernah berhenti. Salah satu di antaranya saya cuplikkan di bawah ini.
"Bayinya umur berapa? yang paling penting sebaiknya konsultasikan dulu ke DSAnya. Pengalaman bawa bayi naik pesawat baru saya alami kemarin (pulang mudik) anakku baru 2 bulan - saran DSAnya boleh dia dibawa naik pesawat dengan satu syarat waktunya berangkat bayi "Tidak boleh Flu" (mungkin karena masih dibawa 3 bulan) wah,,, jadinya saya extra hati- hati menjaga sikecil selalu dalam keadaan sehat sampai saatnya kita berangkat. Benar saat pesawat take off dan landing bayi dalam keadaan disusui (menghisap) kalaupun dia tertidur pas saatnya take off/landing tidak apa-apa tempelkan saja mulutnya ke puting susu atau dot sambil pipinya ditepuk-tepuk perlahan nanti dia refleks sendiri untuk menghisap. Kalaupun sikecil tidak tidur buat dia nyaman ; dibuai dan ajak dia bicara, mudah-mudahan hal yang baru buat sikecil akan membuat dia menikmati dan tidak terjadi hal-hal yang ditakutkan - Selamat melakukan perjalanan." [Ys]
"Dulu aku pernah bawa bayiku 12 bulan, lumayan perjalanannya sekitar 14 jam, naik pesawat.
1. Obat2an yang standard aja , kalau obat yang khusus yang biasanya dipakai bayinya (mis, bayinya allergi, dalam pengobatan). Dulu sebelum berangkat aku sempet konsul ke DSAnya, beliau tidak kasih apa2 tuh, cuma untuk jaga2 dia kasih diazepam puyer. (tapi ternyata tidak kepake juga)
2. Supaya sikecil tidak bosen dan nagis, siap2 deh bawa mainan yang banyak, terus ganti2an ajak main aja sama suami oiya, jangan lupa bawa makanan yang biasa dia makan ya, (dipesawat juga dikasih makanan bayi, tapi takut tidak cocok), Diapers yang cukup (jangan sampe dia ngerasa tidak nyaman, sering2 ganti lah)" [Nn]
Darrel juga pernah naik sepeda, juga becak. Naik sepeda yang dibonceng di depan, berkali-kali. Tapi sejak berat badannya melewati 15 kg, ia tak bisa lagi. Boncengan sepeda yang di depan hanya mampu menyangga berat 12 kg. Padahal Darrel kini sudah 22 kg. Sudah beberapa toko saya masuki untuk mendapat boncengan depan itu. Tak ada yang menjualnya.
Tentu saja, Darrel paling sering naik mobil. Hampir tiap hari ia naik ''bin''. Ke sekolah, ke tempat belanja, paling jauh ke Puncak. Sejak Ahad lalu, maksudnya 7 Agustus ini, ia punya mobil listrik. Kami membelinya di Manggarai, jauh lebih murah ketimbang harga di Mal Artha Gading, dan mal-mal lain.
Sore hari, ia biasa bermain mobil-mobilan listriknya di depan rumah. Bersama Pasha, anak sebelah, dan Owen, tetangga sekitar 50 meter dari rumah dari kami.
No comments:
Post a Comment