Situs Iwan Qodar Himawan - Uni Lubis - Darrel Cetta. Iwan, terakhir bekerja di GATRA. Uni, wartawan, pernah di Warta Ekonomi, Panji Masyarakat, TV7, kini di Antv. Darrel, murid Embun Pagi Islamic International School, Jakarta Timur. Website of The Family of Iwan Qodar Himawan-Uni Lubis-Darrel Cetta. Iwan, journalist. Now running his own company. Uni, journalist, now working for Antv, Jakarta based private TV Station. We live in Permata Timur, Jaticempaka, Pondokgede, Indonesia.
Search This Blog
Monday, March 31, 2008
DI KIDZANIA
November lalu, ada Kidzania Indonesia dibuka. Pemiliknya pengusaha minyak, Mohammad Reza Chalid. Darrel pergi ke wahana baru di gedung The Pacific Place, di SCBD, itu. Ia ditemani mommy. Ia mencoba menjadi pilot pesawat dan petugas pemadam kebakaran.
Kidzania menyebut dirinya sebagai ''the role play''. Anak yang datang ke sini bisa memilih ke berbagai jenis permainan: mau berlatih menjadi dokter, menjadi pilot, pemadam kebakaran, wartawan tv, atau permainan lainnya.
Silakan lihat saja fotonya. Sengaja kami tidak mengupload naskah yang panjang. Yang jelas, Darrel amat menikmati tempat permainan itu. Ia di situ selama tiga jam. Hasilnya? Ia baru mendapat tiga lokasi permainan. Ia ingin kembali lagi.
Untuk om, tante, serta teman-teman yang ingin membawa anaknya ke situ, harap diperhatikan, anaknya harus dalam kondisi sehat benar. Soalnya sangat dibutuhkan gerakan fisik yang cukup banyak. Jangan lupa, tiket masuknya Rp 150.000. Jangan lupa pula, Kidzania terletak di Pacific Place, yang tidak menyediakan tempat bagi parkir motor. Jadi kalo ke Kidzania, ya pakailah mobil, atau taksi sekaligus.
Sejak adanya Pacific Place, kawasan SCBD makin muacett saja...
Sunday, March 30, 2008
CITIZEN JOURNALISM
BERAWAL dari baca artikel di bawah ini, "YouTube has a lucrative new rival", lahirlah program TOPIK Citizen Journalist, atau supaya terasa sentuhan "young", biasa disebut "TOPIK Citizen J". Melihat namanya, jelas bahwa ini adalah program yang berkaitan dengan Citizen Journalism, atau jurnalisme warga yang lagi jadi tren di mana-mana. Soal CJ tak akan saya bahas di sini, karena ribuan artikel soal ini bisa anda download dari dunia maya.
Artikel soal "Metacafe", rivalnya YouTube itu, mengilhami saya untuk menerapkannya di antv, dengan format yang beda dari yang diterapkan media lain di sini (menurut observasi saya lho.....). Sejumlah media di Indonesia, termasuk TV sudah ada yang punya program semacam ini, tapi sifatnya pasif. Nunggu kiriman artikel atau kalau buat tv ya video amatir. Dari sejumlah media yang menerapkan pola CJ, yang lumayan sukses adalah Elshinta Radio. Radio berita ini punya "reporter warga" di mana-mana sehingga berkembang pesat sebagai jaringannya. Saya tidak tahu apakah Elshinta pernah membuat "jumpa darat" bagi para "reporter warga tetap"nya.
Di awal tahun, tgl 1 Januari 2008, sambil menikmati secangkir panas teh hijau kesenangan saya, dan nonton program tahun baru di sejumlah TV, saya leyeh-leyeh di rumah sampai siang. Malamnya sih begadang sama beberapa teman kantor di gazebo belakang rumah. Bakar ikan, ngopi, makan-makan, de el el. Nah, yg namanya leyeh-leyeh buat saya, berarti blackberry dan handphone gak boleh jauh. Bahkan selalu ada di genggaman (alamak....saya sudah kecanduan blackberry)....
Saya pun berkomunikasi dengan sejumlah teman soal artikel YouTube dan Metacafe ini. Reya Sudharto (GM Marketing antv), Sonny Himawan (Manajer ANTV Interactive Media), Yanti Narizza (Manajer riset program ANTV), Mila Lubis (Manajer Publicity) dan Poppy Imlatti (Manajer Marketing Off Air) adalah sebagian dari orang-orang yang saya ganggu di hari libur itu. Saya ajak sharing kemungkinan buat program CJ, tapi dengan acara PRO-Aktif. Caranya, tim redaksi TOPIK antv membuat workshop, pelatihan jurnalistik di sejumlah SMA dan Universitas/Akademi.
Judulnya: "Membuat Berita TV itu Gampang". Kira-kira gitu deh. Nah, peserta akan diajari teknik standar minimal, termasuk pengambilan gambar, untuk menghasilkan berita yang layak tayang di TV. Soal angle, milih berita, juga diajarin. Tapi fokusnya adalah pengambilan gambar. Peralatan bisa pakai handycam, maupun handphone. Maklum, anak-anak sekarang kan hampir semua sudah pakai handphone berkamera.
Menariknya lagi, lewat program ini kami jadi punya acara off air buat TOPIK, program berita harian antv. Dan, ini yang paling penting, kami jadi punya jaringan baru di kalangan peserta. Lumayan, kan. Kalau lagi macet di seputar Jakarta, kali aja kami bisa minta tolong mereka merekam sesuatu untuk berita TOPIK.
Bagaikan bola salju, ide yang kami diskusikan bergulir cepat. Begitu masuk kantor, kami langsung rapat interdept untuk eksekusi program ini. Semua semangat...thanks buat ibu-ibu peserta working lunch......Friday ceria...Setiap kami ketemu, ngopi, lunch, atau nonton, selalu ada ide menarik yang bisa dilakukan untuk antv.....Dan, sudah banyak lho yang direalisasi....Siapa bilang peremuan kalau ngumpul cuma ngerumpi (ini sih dilakukan juga...kakakakakak).
Waktu dipresentasikan di rapat managemen antv, Bu Laureen Ong, COO STAR HK, yang juga pernah jadi "most powerfull woman in TV US TV Industri 2005", merespon positif. "Good idea, breaktrough," kata perempuan hebat ini. Senangnya. Jadi makin semangat.
Reza dari marketing publicity jadi PO program. Dan si ganteng ini semangat banget (thanks Reza, Raya, Vera, Reeka, Tyas, Santi, Sandi, Bowo, dll dari time marketing antv). Sari dan Juli dkk dari Network Creative Services antv juga membantu membuat segala macam logo dan ada T-Shirtnya lho.....aahh, pokoknya seru...
Singkat kata, TOPIK Citizen J jalan. Sudah 5 lembaga kami datangi. Di mulai dengan SMA 81 Jakarta. Juga IPB di Bogor (ini paling seru...100-an peserta gak mau selesai-selesai belajarnya......thanks buat Ken, Nyoman, Ecoy, Gede, Adel, Rafles, dkk tim redaksi TOPIK yang setia membagi ilmunya....). Kalau awalnya kami harus mendekati sekolah untuk menjalankan program pelatihan ini, sekarang kami harus menyeleksi banyak sekali permintaan workshop TOPIK CJ. Minggu ini, di akhir Maret, TOPIK CJ menyerbu STIKOM Interstudi. Hmm...rame deeh, dan seru. Bulan depan kami akan merambah kota lain, Cianjur dan Bandung. Ada yang sudah siap menunggu tim TOPIK CJ di sana.
Sonny dan Subhan Akbar dari Antv Interactive Media bahkan sudah buat blognya.... Kunjungi ya di http://www.topikcitizenj.multiply.com/. Thanks ya.....
Senang bisa berbagi pengalaman dengan adik-adik pelajar dan mahasiswa. Kalau kata teman-teman redaksi sih, seneng bisa ketemu dengan yang bening-bening....(kaca kaleee).
Beberapa murid sudah kirim berita ke redaksi, kami muat, dan....dapat honor uang tunai doong...lumayan buar nraktir teman....
Berita kiriman alumni TOPIK CJ dimuat dalam rubrik "Laporan Anda" yang ditayangkan di program TOPIK, program berita harian di antv.
Kami mendorong mereka untuk rajin buat "berita" tentang apa yang terjadi di sekitar mereka....semacam upaya mengasah kepekaan mereka terhadap problematika di sekitar mereka. Kebiasaan mendokumentasi juga bisa dibangun dari kegiatan ini. Kalau memang tidak minat jadi wartawan, ya minimal dengan ikuti workshop TOPIK CJ, adik-adik itu bisa bikin dokumentasi kegiatan pribadi dengan teknik lebih baik. Pokoknya, nggak ada ruginya deh ikut kegiatan ini.
Begitulah, sebuah ide yang muncul di awal tahun, kini bergulir, dan semoga awet.....
Artikel yang menginspirasi TOPIK CJ itu, saya sertakan di bawah ini:
YouTube has a lucrative new rival
By Nic FildesPublished:
31 December 2007
Metacafe, a website that pays people who upload popular videos thousands of pounds by sharing advertising revenue, is to focus on expanding its presence in the UK in 2008.Unlike its eBay-owned rival, Metacafe meticulously filters the content on its site to avoid any pirated material being shown and to ensure that the videos are of a good quality.
The site, which has around 30 million unique users every month, already has around two million UK users but is keen to expand further by signing up local content owners while tempting British filmmakers to utilise its website to make money.
Metacafe is thus far the only online video company to share its advertising revenue with people that upload videos onto its site – although YouTube is also considering such a move.Metacafe, which is based in California and is backed by a number of venture capital firms including Benchmark Capital –which notably funded eBay in its early days – has already paid out $1m (£0.5m) to its successful video producers, some of whom have become famous enough to appear on David Letterman's chat show in the US.
The company pays a producer $5 for every 1,000 views of a video on the site, although the clip has to be watched at least 20,000 times before the user is eligible for a payment.The site's top earner, who goes by the name Kipkay, has earned over $82,000 in the past year thanks to a series of 92 short videos. His videos are typical of Metacafe's style in that they are of a genre now referred to as "how to" clips, such as "how to make a cheap lie detector" and "how to get out of handcuffs".
One user from Gloucestershire, known as Shootingeggs, has funded a trip around the world by posting videos of scientific experiments showing how to make flash powder and self-lighting candles that have earned him more than $20,000.Erick Hachenburg, chief executive of Metacafe, said: "If you create quality content in the user-generated content space, you should be paid for it."
He said that users can make thousands of pounds overnight producing quality videos because of the popularity of the format and demand from advertisers. "Last year advertisers said you could never advertise on user-generated content. Now they are asking how they can advertise on user-generated content," he said.
Mr Hachenburg said that the site does not compete head-to-head with YouTube as it focuses predominantly on short clips that are produced by its users and that a community of 80,000 reviewers made sure that material is not duplicated or pirated. "Different sites have different cultures. If we put a duplicate of an existing video clip up, our community gets angry."
It is the evolution of content on the internet – we need to make sense out of the chaos," he said. Mr Hachenburg said that the online short form video space will emerge as a format in its own right as it is impossible to make money from pirated material.
However the company has started signing deals with movie producers to allow producers to cut up content from films such as The Bourne Ultimatum and American Gangster to make their own trailers. It has also struck deals with the likes of Skype and O2 to show its content on other platforms.
Labels:
citizen journalism,
laureen ong,
metacafe,
you tube
Saturday, March 29, 2008
AWARD-AWARD
PERTENGAHAN Maret lalu, tiga program yang disiarkan Star-antv mendapat penghargaan dari Komisi Penyiaran Indonesia sebagai acara terbaik. Satu berupa siaran film, dua berupa siaran berita.
Untuk yang siaran film sebenarnya bukan wilayah kerjaan Mommy Uni Lubis. Hanya saja, karena pas pengumuman pemenang itu bos-bos antv sudah tidak ada, dia terpaksa maju menerima hadiah. Adapun program berita yang menang adalah talk show mengenai aliran sesat, dan liputan investigasi mengenai maraknya peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (kini populer sebagai narkoba) di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Dua program terakhir, talk show, dan investigasi, ada di bawah wilayah kerja mommy.
Dari dua program berita itu, yang paling mendebarkan adalah liputan investigas di LP Cipinang. Menyusup ke dalam lembaga pemasyarakatan saja sangat sulit. Hanya petugas, dan para napi yang bisa masuk. Penjenguk boleh datang, tapi paling banter hanya sampai ke ruang penjengukan.
Tapi kali ini awak antv harus menyusup hingga ke gang-gang, kamar mandi, dan mengintip penghuni LP tengah mengisap shabu, menyuntikkan narkoba ke tangan, juga menyaksikan pak petugas LP mengutipi setiap pengunjung yang datang. Setiap kejadian harus direkam pake kamera, untuk mendapatkan bukti konkrit. Kalau sekadar menyaksikan tapi tidak merekam gambar, mungkin bobotnya lebih ringan.
Liputan untuk menyusupkan wartawan ke dalam penjara membutuhkan nyali yang ekstra besar. Nyawa menjadi taruhannya.
Alhamdulillah. Semua berlangsung dengan baik. Bahkan, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, yang ikut menyaksikan program itu, menjadikan siaran liputan di Cipinang sebagai bahan untuk evaluasi. Ia terheran-heran melihat betapa dengan gampangnya penghuni LP bernarkoba ria.
Untuk kategori Talkshow, Sumita Tobing, Wimar Witoelar, Dedy N. Hidayat.
Para juri telah memilih pemenang dari program-program yang dikirim 11 stasiun TV yang bersiaran nasional. Dari hasil tersebut diambil tiga nominator untuk masing-masing kategori, kecuali untuk kategori talkshow diambil empat nominator karena dua program memiliki nilai yang sama.
Pemenang untuk kategori anak adalah Surat Sahabat episode “Cerita dari Pagar Utara Indonesia” (Trans TV) dengan nominator lainnya After School (RCTI), dan Bocah Petualang episode “Bolang Perung Sumbawa” (Trans 7).
Pemenang untuk kategori dokumenter adalah Teropong episode “Jalanan, Pilihan Ekstrim Mereka” (Indosiar) dengan pesaing Jejak Petualang episode Masyarakat Pemburu Paus (Trans 7) dan Urban episode “Manusia Jembatan”(RCTI ).
Program terbaik kategori berita investigasi diraih Program Telisik episode ”Bisnis Narkoba dalam Penjara” (ANTV) dengan nominator lain Redaksi Sore episode Investigasi Sapi Glonggongan (Trans 7) dan Reportase Investigasi episode ”Kemana Larinya Daging Celeng Hasil Buruan?”(Trans TV).
ANTV kembali meraih status program terbaik untuk kategori talkshow dengan program Topik Kita episode ”Aliran Sesat” dan Sinetron Lepas dengan program I-Sinema episode ”Siapa Sayang Lila”. Pesaing ANTV dalam kategori talkshow adalah Topik Minggu Ini episode Kontroversi Al Qiyadah (SCTV), Ramadhannya Farhan Episode 7 (ANTV), Today’s Dialogue : Kaum Muda Siap Menantang (Metro TV). Sedangkan pesaing ANTV untuk kategori sinetron lepas adalah Anak-anak Surga : Biarkan Aku Memilih (Lativi), dan Kisah Sedih Gadis Badut (RCTI ).Red
*****
Dua pekan setelah pengumuman KPI, star-antv mendapat penghargaan lagi. Kali ini ‘’Mata Rantai’’, program dokumenter sosial yang digarap divisi current affairs antv, mendapat anugerah sebagai ‘’Juara 1 Anugerah Hukum Indonesia’’ Lomba Karya Jurnalistik. Pemberian award itu diberikan dalam rangka 50 tahun Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan HAM.
*****
Tentu, keberhasilan ini tidak bisa diklaim sebagai ‘’kemenangan saya’’. Ini adalah ‘’kemenangan kami’’, ‘’kemenangan tim’’.
Banyak pihak yang terlibat dalam produksi ini. Ada Pak Karni Ilyas, yang ketika program ini dibuat masih menjadi pemimpin redaksi. Ketika kemenangan ini diumumkan, Pak Karni sudah pindah kantor ke TV One. Ada Ivan Haris, yang memang rajin memelototi tayangan mulai dari sejak konsep hingga finishingnya. Ada Alam Burhanan, yang sebelumnya sudah beberapa kali masuk nominasi di ajang award lainnya.
Untuk yang siaran film sebenarnya bukan wilayah kerjaan Mommy Uni Lubis. Hanya saja, karena pas pengumuman pemenang itu bos-bos antv sudah tidak ada, dia terpaksa maju menerima hadiah. Adapun program berita yang menang adalah talk show mengenai aliran sesat, dan liputan investigasi mengenai maraknya peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (kini populer sebagai narkoba) di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Dua program terakhir, talk show, dan investigasi, ada di bawah wilayah kerja mommy.
Dari dua program berita itu, yang paling mendebarkan adalah liputan investigas di LP Cipinang. Menyusup ke dalam lembaga pemasyarakatan saja sangat sulit. Hanya petugas, dan para napi yang bisa masuk. Penjenguk boleh datang, tapi paling banter hanya sampai ke ruang penjengukan.
Tapi kali ini awak antv harus menyusup hingga ke gang-gang, kamar mandi, dan mengintip penghuni LP tengah mengisap shabu, menyuntikkan narkoba ke tangan, juga menyaksikan pak petugas LP mengutipi setiap pengunjung yang datang. Setiap kejadian harus direkam pake kamera, untuk mendapatkan bukti konkrit. Kalau sekadar menyaksikan tapi tidak merekam gambar, mungkin bobotnya lebih ringan.
Liputan untuk menyusupkan wartawan ke dalam penjara membutuhkan nyali yang ekstra besar. Nyawa menjadi taruhannya.
Alhamdulillah. Semua berlangsung dengan baik. Bahkan, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, yang ikut menyaksikan program itu, menjadikan siaran liputan di Cipinang sebagai bahan untuk evaluasi. Ia terheran-heran melihat betapa dengan gampangnya penghuni LP bernarkoba ria.
*****
Kami kutipkan di sini siaran pers KPI, yang diambil dari website-nya (www.kpi.go.id):
Sabtu, 19 Maret 2008
KPI Umumkan Lima Program Terbaik
18/03/08
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) bekerjasama menyelenggarakan KPI Award 2007. KPI Award 2007 ini memberikan penghargaan bagi lima program terbaik yang ditayangkan televisi sepanjang tahun 2007. Malam puncak penganugerahan KPI Award yang dilaksanakan di Crowne Plaza Hotel malam ini, juga dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Para juri KPI Award kali ini juga merupakan tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya masing-masing. Juri kategori dokumenter adalah Ilham Bintang, Tedja Bayu, Slamet Rahardjo.
Juri kategori sinetron lepas adalah Leila S. Chudori, Pinckey Triputra, Arswendo Atmowiloto. Selanjutnya, juri kaegori berita investigasi adalah Yopie Hidayat, Suryopratomo, Bambang Harymurti. Sedangkan kategori anak adalah Sunarto, Bobby Guntarto, Seto Mulyadi. Kami kutipkan di sini siaran pers KPI, yang diambil dari website-nya (www.kpi.go.id):
Sabtu, 19 Maret 2008
KPI Umumkan Lima Program Terbaik
18/03/08
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) bekerjasama menyelenggarakan KPI Award 2007. KPI Award 2007 ini memberikan penghargaan bagi lima program terbaik yang ditayangkan televisi sepanjang tahun 2007. Malam puncak penganugerahan KPI Award yang dilaksanakan di Crowne Plaza Hotel malam ini, juga dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Para juri KPI Award kali ini juga merupakan tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya masing-masing. Juri kategori dokumenter adalah Ilham Bintang, Tedja Bayu, Slamet Rahardjo.
Untuk kategori Talkshow, Sumita Tobing, Wimar Witoelar, Dedy N. Hidayat.
Para juri telah memilih pemenang dari program-program yang dikirim 11 stasiun TV yang bersiaran nasional. Dari hasil tersebut diambil tiga nominator untuk masing-masing kategori, kecuali untuk kategori talkshow diambil empat nominator karena dua program memiliki nilai yang sama.
Pemenang untuk kategori anak adalah Surat Sahabat episode “Cerita dari Pagar Utara Indonesia” (Trans TV) dengan nominator lainnya After School (RCTI), dan Bocah Petualang episode “Bolang Perung Sumbawa” (Trans 7).
Pemenang untuk kategori dokumenter adalah Teropong episode “Jalanan, Pilihan Ekstrim Mereka” (Indosiar) dengan pesaing Jejak Petualang episode Masyarakat Pemburu Paus (Trans 7) dan Urban episode “Manusia Jembatan”(RCTI ).
Program terbaik kategori berita investigasi diraih Program Telisik episode ”Bisnis Narkoba dalam Penjara” (ANTV) dengan nominator lain Redaksi Sore episode Investigasi Sapi Glonggongan (Trans 7) dan Reportase Investigasi episode ”Kemana Larinya Daging Celeng Hasil Buruan?”(Trans TV).
ANTV kembali meraih status program terbaik untuk kategori talkshow dengan program Topik Kita episode ”Aliran Sesat” dan Sinetron Lepas dengan program I-Sinema episode ”Siapa Sayang Lila”. Pesaing ANTV dalam kategori talkshow adalah Topik Minggu Ini episode Kontroversi Al Qiyadah (SCTV), Ramadhannya Farhan Episode 7 (ANTV), Today’s Dialogue : Kaum Muda Siap Menantang (Metro TV). Sedangkan pesaing ANTV untuk kategori sinetron lepas adalah Anak-anak Surga : Biarkan Aku Memilih (Lativi), dan Kisah Sedih Gadis Badut (RCTI ).Red
*****
Dua pekan setelah pengumuman KPI, star-antv mendapat penghargaan lagi. Kali ini ‘’Mata Rantai’’, program dokumenter sosial yang digarap divisi current affairs antv, mendapat anugerah sebagai ‘’Juara 1 Anugerah Hukum Indonesia’’ Lomba Karya Jurnalistik. Pemberian award itu diberikan dalam rangka 50 tahun Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan HAM.
*****
Tentu, keberhasilan ini tidak bisa diklaim sebagai ‘’kemenangan saya’’. Ini adalah ‘’kemenangan kami’’, ‘’kemenangan tim’’.
Banyak pihak yang terlibat dalam produksi ini. Ada Pak Karni Ilyas, yang ketika program ini dibuat masih menjadi pemimpin redaksi. Ketika kemenangan ini diumumkan, Pak Karni sudah pindah kantor ke TV One. Ada Ivan Haris, yang memang rajin memelototi tayangan mulai dari sejak konsep hingga finishingnya. Ada Alam Burhanan, yang sebelumnya sudah beberapa kali masuk nominasi di ajang award lainnya.
Di luar itu masih banyak puluhan orang lain yang terlibat –daftar lengkapnya ada di bagian akhir tayangan.
Kata Mommy Uni, malam setelah kemenangan itu, ‘’Pencapaian ini menunjukkan, sebuah program yang disiapkan dengan baik, dirancang dengan bagus, dan dikerjakan dengan bagus, selalu akan mendatangkan hasil yang baik.’’
Ucapan ini mirip dengan yang ia ucapkan tatkala menerima hadiah itu, di depan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan ratusan tamu lainnya. ‘’Penghargaan ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah bisa membedakan mana program yang baik dan yang tidak. Pemberian penghargaan ini akan memacu kami untuk bekerja lebih baik lagi.’’
Ucapan ini mirip dengan yang ia ucapkan tatkala menerima hadiah itu, di depan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan ratusan tamu lainnya. ‘’Penghargaan ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah bisa membedakan mana program yang baik dan yang tidak. Pemberian penghargaan ini akan memacu kami untuk bekerja lebih baik lagi.’’
Yang harus dihindari, jangan sampai rumusan lama berlaku: keberhasilan adalah anak kandung semua orang, adapun kegagalan adalah anak tiri semua orang.
Kalo sudah begitu, capek dehhhh….
Friday, March 28, 2008
KE NORWAY MOMMY BERTEMU SALJU
AWAL Februari lalu, mommy mendapat undangan ke Norwegia. Ini kepergiannya yang kedua ke negeri di pojok utara bumi itu. Ia datang untuk mengikuti acara dialog para pemuka media. Dari dialog ini diharapkan tercipta saling pengertian antar-berbagai pandangan di dunia.
Kita kan paham, cara pandang orang terhadap suatu peristiwa sering berbeda-beda, acap kali menimbulkan bencana. Contoh klasik yang sering diucapkan guru kita adalah soal air di dalam gelas. Orang bisa menyebutnya sebagai ‘’separuh isi’’ atau ‘’separuh kosong’’.
Contoh lebih serius, misalnya, menyangkut budaya kebebasan berpendapat. Kita di Indonesia biasanya sangat sensitif terhadap persoalan pornografi, agama, dan budaya. Sesableng-sablengnya otak, biasanya kita tidak akan berani menggambar wajah Nabi Muhammad, apalagi mengartunkannya.
Tapi di Denmark dan Belanda, atas nama kebebasan berpendapat, ada orang yang berani menggambarkan Nabi dalam karikatur. Memvisualkan Nabi saja sudah dosa. Apalagi menggambarkannya dengan niat buruk.
Berbagai perbedaan pendapat ini yang ingin dijembatani lewat dialog. Kalau dalam bahasa Pak Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri sekarang, untuk menciptakan keharmonisan antar-negara, tidak hanya diperlukan dialog antar-penguasa formal. Dialog antar-tokoh-tokoh masyarakat juga diperlukan. Istilahnya: double track diplomacy.
****
Tapi bukan isi pertemuan itu yang mau ditulis di blog ini. Kami mau bercerita, bahwa ketika mommy datang di Oslo, suhunya dingin sekali. Salju berserakan di mana-mana. Dan mommy pun jalan-jalan ke mana-mana, seantero Norwegia, untuk menikmati pemandangan salju, yang bak kapas putih itu.
Ia termasuk berkunjung ke Lillehammer, wilayah yang pernah menjadi tempat berlangsungnya olimpiade musim dingin pada 12-27 Februari 1994. Lintasan untuk luncuran salju bisa dijumpai, dan terawat dengan baik. Ia sempat berfoto dengan anggota tim nasional ski Norwegia.
Bisa dibayangkan, betapa Norwegia amat risau dengan pemanasan global. Kalau suhu di negeri itu memanas, 5° Celcius saja, salju akan mencair.
Kita kan paham, cara pandang orang terhadap suatu peristiwa sering berbeda-beda, acap kali menimbulkan bencana. Contoh klasik yang sering diucapkan guru kita adalah soal air di dalam gelas. Orang bisa menyebutnya sebagai ‘’separuh isi’’ atau ‘’separuh kosong’’.
Contoh lebih serius, misalnya, menyangkut budaya kebebasan berpendapat. Kita di Indonesia biasanya sangat sensitif terhadap persoalan pornografi, agama, dan budaya. Sesableng-sablengnya otak, biasanya kita tidak akan berani menggambar wajah Nabi Muhammad, apalagi mengartunkannya.
Tapi di Denmark dan Belanda, atas nama kebebasan berpendapat, ada orang yang berani menggambarkan Nabi dalam karikatur. Memvisualkan Nabi saja sudah dosa. Apalagi menggambarkannya dengan niat buruk.
Berbagai perbedaan pendapat ini yang ingin dijembatani lewat dialog. Kalau dalam bahasa Pak Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri sekarang, untuk menciptakan keharmonisan antar-negara, tidak hanya diperlukan dialog antar-penguasa formal. Dialog antar-tokoh-tokoh masyarakat juga diperlukan. Istilahnya: double track diplomacy.
****
Tapi bukan isi pertemuan itu yang mau ditulis di blog ini. Kami mau bercerita, bahwa ketika mommy datang di Oslo, suhunya dingin sekali. Salju berserakan di mana-mana. Dan mommy pun jalan-jalan ke mana-mana, seantero Norwegia, untuk menikmati pemandangan salju, yang bak kapas putih itu.
Ia termasuk berkunjung ke Lillehammer, wilayah yang pernah menjadi tempat berlangsungnya olimpiade musim dingin pada 12-27 Februari 1994. Lintasan untuk luncuran salju bisa dijumpai, dan terawat dengan baik. Ia sempat berfoto dengan anggota tim nasional ski Norwegia.
Bisa dibayangkan, betapa Norwegia amat risau dengan pemanasan global. Kalau suhu di negeri itu memanas, 5° Celcius saja, salju akan mencair.
Norwegia tidak akan lagi memiliki fasilitas untuk bersalju, serta tak akan ada tempat nyaman bagi beruang kutubnya. Repot kan?
Norwegia sendiri risau terhadap pemanasan global. Tahun lalu, perdana menterinya, datang ke Jakarta. Ia bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam jumpa pers berdua, Pak SBY bilang, salah satu agenda pertemuan adalah di bidang climate change, perubahan iklim. ‘’Kami sepakat untuk terus dengan intensif melaksanakan kerjasama bilateral dalam bidang ini, sekaligus menghadapi konferensi PBB tentang climate change yang akan dilaksanakan di Denpasar pada bulan Desember tahun ini,’’ kata Pak SBY.
Kalau mau dibicarakan lebih detail, sesungguhnya tidak gampang merumuskan kerjasama seperti apa yang bisa dilakukan. Indonesia dan Norwegia punya posisi berbeda. Norwegia adalah pengekspor minyak, sedang Indonesia pengimpor. Pembakaran minyak bumi yang berlimpah itulah yang dituding jadi biang pemanasan global. Saya pasang di sini gambar es di kutub utara yang longsor. Daratan es (betting) itu lebih besar dari Yogya lo...
Untuk mengatasi pemanasan global, pemerintah Norwegia membentuk komite. Salah satu rekomendasi komite itu mengatakan, Norwegia sebagai negara pengekspor minyak terbesar ketiga di dunia bisa mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga 80 persen sebelum tahun 2050 tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Mengurangi emisi ... adalah suatu hal yang penting, layak, dan amat murah,” kata Joergen Randers, profesor ekonomi di Norwegian School of Management yang mengepalai komite tersebut dalam suatu konferensi pers bersama dengan Helen Bjoernoy, Menteri Lingkungan Hidup.
Komite tersebut mengajukan 15 cara untuk memotong emisi gas rumah kaca hingga 50 – 80 persen pada tahun 2050 sebagai suatu upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Negara lainnya termasuk Inggris, Prancis, Swedia, dan Amerika Serikat (negara bagian California) juga berencana untuk mengurangi emisi dari sumber pembangkit tenaga listrik, industri, dan mobil di tahun-tahun mendatang.
Usaha pengurangan jangka panjang tersebut akan dilakukan dari tahun 2008-2012 yang akan melampaui 5,2% (rata-rata) pengurangan tingkat emisi tahun 1990, sebagaimana yang telah disetujui oleh 35 negara industri, termasuk Norwegia, di bawah Protokol Kyoto PBB.
Banyak pemerintah khawatir bahwa pemotongan tersebut akan menjadi beban yang besar, tetapi Randers mengatakan bahwa proposal komite tersebut akan memengaruhi GDP Norwegia pada tahun 2050 tidak lebih dari 0,5 % dibanding empat dekade lebih yang menggunakan ramalan tanpa ukuran iklim.
Sebagai tambahan, penghematan energi di sektor lain, termasuk pemanasan gedung yang lebih efisien, akan mengurangi beban biaya tersebut. Perkembangan pengendalian karbon dari sumber tenaga listrik juga bisa menciptakan tonggak baru dalam bidang teknologi bagi Norwegia.
Bjoernoy, Menteri Lingkungan Hidup mengatakan bahwa negara kaya dengan angka emisi per kapita yang tinggi seperti Norwegia memiliki “kewajiban moral” untuk bertindak terlebih dahulu, sebelum negara-negara berkembang seperti China melakukannya. Dia juga mengatakan bahwa Norwegia, negara pengekspor minyak nomor tiga di dunia dengan produksi sekitar 3 juta barel per hari, akan mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga mencapai target pada tahun 2012 berdasarkan protokol Kyoto, meskipun emisi gas rumah kacanya sekarang jauh di atas target 2012.
Kelompok lingkungan hidup dari “Yayasan Satwa Liar Dunia (World Wildlife Fund -WWF)” meminta pemerintah Norwegia untuk menerapkan saran-saran komite ini, dengan mengatakan bahwa perusahaan minyak di Norwegia seperti Statoil dan Norsk Hydro bahkan mendesar agar pemerintah mengambil tindakan untuk mengurangi pemanasan
****
Efek pemanasan global sebenarnya sudah kita rasakan. Saat ini hujan turun di waktu yang tak terduga. Di bulan kemarau, Mei, Juni, Juli, Agustus, misalnya, hujan deras masih turun. Orang Jawa menyebut ‘’Desember’’ sebagai ‘’gede-gedene sumber’’, alias saat sumur paling besar.
Tapi Desember tahun 2007 lalu, hujan belum mencapai puncaknya. Di kutub utara, beruang kutub juga mulai ketakutan. Cakarnya harus bertumpu pada daratan yang keras, akibat salju sudah mencair.
Tapi, meski Norwegia sudah ditimpa pemanasan global, bagi kita, suhunya tetap saja terasa membekukan. Sewaktu mommy ada di Oslo, Darrel menelepon mommy.
‘’Bagamana mom, enak nggak?’’
‘’Wah, dingin.. dingin sekali…’’
Mungkin lain kali harus berlatih dengan tinggal di dalam kulkas, sebelum ke Oslo….
Norwegia sendiri risau terhadap pemanasan global. Tahun lalu, perdana menterinya, datang ke Jakarta. Ia bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam jumpa pers berdua, Pak SBY bilang, salah satu agenda pertemuan adalah di bidang climate change, perubahan iklim. ‘’Kami sepakat untuk terus dengan intensif melaksanakan kerjasama bilateral dalam bidang ini, sekaligus menghadapi konferensi PBB tentang climate change yang akan dilaksanakan di Denpasar pada bulan Desember tahun ini,’’ kata Pak SBY.
Kalau mau dibicarakan lebih detail, sesungguhnya tidak gampang merumuskan kerjasama seperti apa yang bisa dilakukan. Indonesia dan Norwegia punya posisi berbeda. Norwegia adalah pengekspor minyak, sedang Indonesia pengimpor. Pembakaran minyak bumi yang berlimpah itulah yang dituding jadi biang pemanasan global. Saya pasang di sini gambar es di kutub utara yang longsor. Daratan es (betting) itu lebih besar dari Yogya lo...
Untuk mengatasi pemanasan global, pemerintah Norwegia membentuk komite. Salah satu rekomendasi komite itu mengatakan, Norwegia sebagai negara pengekspor minyak terbesar ketiga di dunia bisa mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga 80 persen sebelum tahun 2050 tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Mengurangi emisi ... adalah suatu hal yang penting, layak, dan amat murah,” kata Joergen Randers, profesor ekonomi di Norwegian School of Management yang mengepalai komite tersebut dalam suatu konferensi pers bersama dengan Helen Bjoernoy, Menteri Lingkungan Hidup.
Komite tersebut mengajukan 15 cara untuk memotong emisi gas rumah kaca hingga 50 – 80 persen pada tahun 2050 sebagai suatu upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Negara lainnya termasuk Inggris, Prancis, Swedia, dan Amerika Serikat (negara bagian California) juga berencana untuk mengurangi emisi dari sumber pembangkit tenaga listrik, industri, dan mobil di tahun-tahun mendatang.
Usaha pengurangan jangka panjang tersebut akan dilakukan dari tahun 2008-2012 yang akan melampaui 5,2% (rata-rata) pengurangan tingkat emisi tahun 1990, sebagaimana yang telah disetujui oleh 35 negara industri, termasuk Norwegia, di bawah Protokol Kyoto PBB.
Banyak pemerintah khawatir bahwa pemotongan tersebut akan menjadi beban yang besar, tetapi Randers mengatakan bahwa proposal komite tersebut akan memengaruhi GDP Norwegia pada tahun 2050 tidak lebih dari 0,5 % dibanding empat dekade lebih yang menggunakan ramalan tanpa ukuran iklim.
Sebagai tambahan, penghematan energi di sektor lain, termasuk pemanasan gedung yang lebih efisien, akan mengurangi beban biaya tersebut. Perkembangan pengendalian karbon dari sumber tenaga listrik juga bisa menciptakan tonggak baru dalam bidang teknologi bagi Norwegia.
Bjoernoy, Menteri Lingkungan Hidup mengatakan bahwa negara kaya dengan angka emisi per kapita yang tinggi seperti Norwegia memiliki “kewajiban moral” untuk bertindak terlebih dahulu, sebelum negara-negara berkembang seperti China melakukannya. Dia juga mengatakan bahwa Norwegia, negara pengekspor minyak nomor tiga di dunia dengan produksi sekitar 3 juta barel per hari, akan mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga mencapai target pada tahun 2012 berdasarkan protokol Kyoto, meskipun emisi gas rumah kacanya sekarang jauh di atas target 2012.
Kelompok lingkungan hidup dari “Yayasan Satwa Liar Dunia (World Wildlife Fund -WWF)” meminta pemerintah Norwegia untuk menerapkan saran-saran komite ini, dengan mengatakan bahwa perusahaan minyak di Norwegia seperti Statoil dan Norsk Hydro bahkan mendesar agar pemerintah mengambil tindakan untuk mengurangi pemanasan
****
Efek pemanasan global sebenarnya sudah kita rasakan. Saat ini hujan turun di waktu yang tak terduga. Di bulan kemarau, Mei, Juni, Juli, Agustus, misalnya, hujan deras masih turun. Orang Jawa menyebut ‘’Desember’’ sebagai ‘’gede-gedene sumber’’, alias saat sumur paling besar.
Tapi Desember tahun 2007 lalu, hujan belum mencapai puncaknya. Di kutub utara, beruang kutub juga mulai ketakutan. Cakarnya harus bertumpu pada daratan yang keras, akibat salju sudah mencair.
Tapi, meski Norwegia sudah ditimpa pemanasan global, bagi kita, suhunya tetap saja terasa membekukan. Sewaktu mommy ada di Oslo, Darrel menelepon mommy.
‘’Bagamana mom, enak nggak?’’
‘’Wah, dingin.. dingin sekali…’’
Mungkin lain kali harus berlatih dengan tinggal di dalam kulkas, sebelum ke Oslo….
Wednesday, March 26, 2008
TERINGAT PADA RAFIDAH AZIZ
MALAYSIA punya pemerintahan baru, Maret 2008 ini. Berkurangnya suara UMNO, kelompok yang puluhan tahun mendominasi panggung politik Malaysia, membuat Perdana Menteri Abdullah Badawi harus menata ulang kabinetnya. Salah satu yang terkena adalah Datin Rafidah Aziz, yang 23 tahun menjadi menteri. Lebih tepatnya, ia bekerja di pemerintahan selama 32 tahun, dengan 23 tahun di antaranya menjadi menteri. Posisi sebagai menteri perdagangan internasional ia pegang selama 21 tahun.
Rafidah binti Abdul Aziz, ini nama lengkapnya, lahir pada 4 November 193, di Kuala Kangsar, Perak. Ia dikenal sebagai politikus ulung. Opisisi menyebutnya sebagai ‘’ratu parlemen’’. Dia menjadi ketua Wanita Umno, sayap Umno untuk kaum perempuan.
Sebagai pejabat, Rafidah Aziz dikenal tak segan-segan menyalak. Ia pernah bertengkar dengan Madeleine Albright, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Ketika itu, Anwar Ibrahim baru saja ditangkap oleh polisi Malaysia.
Di Kuala Lumpur pada November 1998 itu kebetulan berlangsung pertemuan menteri-menteri anggota APEC, termasuk Albright dan Rafidah.
Sudah tahu Anwar Ibrahim lagi bermasalah, Albright bertemu dengan Wan Azizah, istrinya Datuk Anwar. Kata Wan Azizah. "Ia sangat baik, sangat mendukung dan hangat," ujar Wan Azizah sesudah bertemu Albright. "Kami mendapat banyak dukungan dari Menlu Albright."
Sebagaimana dilaporkan KOMPAS edisi 18 November 1998, pertemuan itu memancing kemarahan Malaysia. Dalam jumpa pers bersama para menteri APEC di Palace of The Golden Horses, Sungai Besi sedikitnya tiga pertanyaan dilontarkan terutama ke alamat Albright, mengenai sikap AS atas apa yang dilakukan pemerintahan PM Mahathir terhadap Anwar yang dipecat dari jabatannya 2 September lalu dan kini meringkuk di penjara.
"Kami menilai Anwar sebagai orang yang cukup terpandang, dan karenanya dia pantas diberlakukan secara baik dan pantas. Kami mengharapkan agar diterapkan suatu aturan yang jelas, suatu pengadilan yang adil dan terbuka," ujar Albright menjawab wartawan dalam jumpa pers yang dihadiri seluruh Menlu dan Menteri Ekonomi anggota ekonomi APEC.
"Jangan khawatir, kami akan melaksanakan suatu pengadilan yang terbuka dan adil sebagaimana dikemukakan Pemerintah Malaysia selama ini," ujar Rafidah Aziz. Jawaban ini langsung ditimpali oleh Albright, "Tetapi mengapa Anwar kini harus meringkuk dalam penjara." Albright dilaporkan bermaksud bertemu dengan Anwar tapi ditampik Malaysia sehingga hanya bisa bertemu Wan Azizah.
"Mungkin jika saya pergi ke AS, saya ingin bertemu Kenneth Starr," tutur Rafidah merujuk pada jaksa independen Kenneth Starr yang menangani skandal seks Presiden Bill Clinton dengan Monica Lewinsky.
Albright menyela, "Ia tidak dipenjara." Rafidah lalu menambahkan,
"Untuk mengetahui apa yang terjadi di AS, saya ingin tahu."
********
Rafidah Aziz mempunyai hubungan –paling tidak hubungan foto dengan kami… hehehe..
Gara-gara berita pengumuman kabinet baru PM Abdullah Badawi, yang tidak lagi menyertakan Rafidah Aziz sebagai Menteri Perdagangan dan Industri, saya jadi ingat punya foto bareng dengan mantan menteri ini. Ceritanya, waktu liburan ke Dubai, Januari lalu, kami sekeluarga jalan-jalan ke Emirates Mall, salah satu mal terbesar di sana, yang di lantai paling atasnya (cuma tiga lantai siy...) ada Ski Dubai, dunia salju terbesar di dunia, di mana kita bisa main ski!!!!.
Selepas main salju, kami jalan-jalan mengitari mal yang gede banget dan penuh jejeran toko barang bermerek, mulai dari Bvlgari, Gucci, Prada, Cartier...dan kawan-kawannya. Saking gedenya, capek juga tuh jalan-jalan melulu mengitari mal (capek hati, soalnya gak sanggup belinya..:-) Untungnya, Emirates Mall dilengkapi kursi-kursi buat istirahat di sejumlah tempat (kayak Mal Taman Anggrek di Slipi). Lagi melemaskan kaki di salah satu sudut mal, kog ngelihat ada tiga ibu-ibu celingukan keluar masuk toko. Satu jalan agak di depan, dua mengikuti dari belakang, kayak ajudan gitu lhoh. Yg di depan sih pakaian dan dandanannya biasa banget, malah gak dandan. Saya perhatikan, kog kayaknya kenal deh sama wajahnya....wajah Rafidah Aziz..Menteri Perdagangan dan Perindustrian Malaysia.
Namanya wartawan, ya sekalian saja saya sapa, "Maaf, Ibu Rafidah ya?" Ibu itu rada kaget, tapi menjawab, "Iya, betul." Sambil senyum ramah tentunya...gak nampak deh kalau dia itu "singa betina" di meja perundingan perdagangan internasional (kebetulan beberapa kali liputan acara yang dihadiri dia di dalam dan luar negeri J).
Waah, ternyata bener, langsung saya minta ijin foto bareng....en..dengan ramah dia oke aja..malah minta tolong ajudannya untuk memotret kami sekeluarga: saya, Mas Iwan dan Darrel....hehehehe...lumayan nambah koleksi.
Fotonya ada nih. Jangan keliru ya, Rafidah yang pake baju ungu, bukan yang biru.
Saya memperkenalkan diri sebagai wartawan dari Indonesia ke Bu Rafidah. Dia tanya, lagi liputan apa? Yaa..enggaklah Bu, lagi liburan kog....Memangnya ibu sendiri lagi ngapain keluyuran di mal? Menteri kan manusia juga.....boleh dong ke mal.. Saya termasuk kagum dengan Bu Menteri (sekarang mantan) yang satu ini. Tentu saja tidak termasuk dugaan korupsinya ya...-tapi 20 tahun jadi menteri, alamaak...godaannya jelas besar banget untuk tidak KKN-. Dari pemberitaan, juga cerita-cerita pejabat yang pernah berurusan dengan dia, Rafidah benar-benar jenis pejabat yang membanggakan kalau di forum internasional.
Kalau pidato bicaranya lantang, jelas membawakan posisi dan kepentingan Malaysia. Seperti mantan bosnya, Mahathir Muhammad, Rafidah gencar mengeritisi kebijakan perdagangan dan industri negara maju yang protektif terhadap produk negara berkembang. Seorang mantan menteri perdagangan Indonesia pernah cerita ke saya, dalam sebuah forum lobi perdagangan, saking semangatnya Rafidah melobi Indonesia, dia sampai nyusul ke toilet "man" hehehe, ditongkrongi nih menteri kita di depan toilet, agar bisa lobi di luar ruang rapat resmi. Itu forumnya multilateral. Malaysia ingin Indonesia ada dalam posisi yang sama dalam perundingan.
UZL
Thursday, March 06, 2008
Megatruh Kambuh
Renungan Seorang Penyair Dalam Menanggapi Kalabendu
Penyair besar Ronggowarsito, di pertengahan abad 19, menggambarkan
zaman pancaroba sebagai "Kalatida" dan "Kalabendu".
Zaman "Kalatida" adalah zaman ketika akal sehat diremehkan. Perbedaan
antara benar dan salah, baik dan buruk, adil dan tak adil, tidak
digubris. Krisis moral adalah buah dari krisis akal sehat. Kekuasaan
korupsi merata dan merajalela karena erosi tata nilai terjadi di
lapisan atas dan bawah.
Zaman "Kalabendu" adalah zaman yang mantap stabilitasnya, tetapi alat
stabilitas itu adalah penindasan. Ketidakadilan malah didewakan.
Ulama-ulama menghianati kitab suci. Penguasa lalim tak bisa ditegur.
Korupsi dilindungi. Kemewahan dipamerkan di samping jeritan kaum
miskin dan tertindas. Penjahat dipahlawankan, orang jujur ditertawakan
dan disingkirkan.
Gambaran sifat dan tanda-tanda dari "Kalatida" dan "Kalabendu"
tersebut di atas adalah saduran bebas dari isi tembang aslinya. Namun
secara ringkas bisa dikatakan bahwa "Kalatida" adalah zaman edan,
karena akal sehat diremehkan, dan "Kalabendu" adalah zaman hancur dan
rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran
dijungkir-balikkan secara merata.
Lalu, menurut Ronggowarsito, dengan sendirinya, setelah "Kalatida" dan
"Kalabendu" pasti akan muncul zaman "Kalasuba", yaitu zaman stabilitas
dan kemakmuran.
Apa yang dianjurkan oleh Ronggowarsito agar orang bisa selamat di masa
"Kalatida" adalah selalu sadar dan waspada, tidak ikut dalam permainan
gila. Sedangkan di masa "Kalabendu" harus berani prihatin, sabar,
tawakal dan selalu berada di jalan Allah sebagaimana tercantum di
dalam kitab suciNya. Maka nanti akan datang secara tiba-tiba masa
"Kalasuba" yang ditegakkan oleh Ratu Adil.
Ternyata urutan zaman "Kalatida", "Kalabendu", dan "Kalasuba" tidak
hanya terjadi di kerajaan Surakarta di abad ke 19, tetapi juga terjadi
di mana-mana di dunia pada abad mana saja. Di Yunani purba, di
Romawi,, di Reich pertama Germania, di Perancis, di Spanyol, Portugal,
Italia, Iran, Irak, India, Russia, Korea, Cina, yah di manapun,
kapanpun. Begitulah rupanya irama "wolak waliking zaman" atau "timbul
tenggelamnya zaman", atau "pergolakan zaman". Alangkah tajamnya
penglihatan mata batin penyair Ronggowarsito ini!
Republik Indonesia juga tidak luput dari "pergolakan zaman" serupa
itu. Dan ini yang akan menjadi pusat renungan saya pagi ini.
Namun sebelum itu perkenankan saya mengingatkan bahwa menurut teori
chaos dari dunia ilmu fisika modern diterangkan bahwa di dalam chaos
terdapat kemampuan untuk muncul order, dan kemampuan itu tidak
tergantung dari unsure luar. Hal ini sejajar dengan pandangan penyair
Ronggowarsito mengenai "Kalasubo". Kata Ratu Adil bukan lahir dari
rekayasa manusia, tetapi seperti ditakdirkan ada begitu saja.
Kesejajaran teori chaos dengan teori pergolakan zamannya Ronggowarsito
menunjukkan sekali lagi ketazaman dan kepekaan mata batinnya.
Melewati pidato ini saya persembahkan sembah sungkan saya yang khidmat
kepada penyair besar ronggowarsito.
Kembali pada renungan mengenai gelombang "Kalatida", "Kalabendu" dan
"Kalasuba" yang terjadi di Republik Indonesia.
Usaha setiap manusia yang hidup di dalam masyarakat, kapanpun dan di
manapun, pada akhirnya akan tertumbuk pada "Mesin Budaya". Adapun
"Mesin Budaya" itu adalah aturan-aturan yang mengikat dan dan
menimbulkan akibat. Etika umum, aturan politik, aturan ekonomi. Dan
aturan hukum, itu semua adalah aturan-aturan yang tak bisa dilanggar
begitu saja tanpa ada akibat. Semua usaha manusia dalam mengelola
keinginan dan keperluannya akan berurusan dengan aturan-aturan itu,
atau "Mesin Budaya" itu.
"Mesin Budaya" yang berdaulat rakyat, adil, berperikemanusiaan, dan
menghargai dinamika kehidupan, adalah "Mesin budaya" yang mampu
mendorong daya hidup dan daya cipta anggota masyarakat dalam Negara.
Tetapi "Mesin budaya" yang berdaulat penguasa, yang menindas dan
menjajah, yang elitis dan tidak populis, sangat berbahaya untuk daya
hidup daya cipta bangsa.
Didalam masyarakat tradisional yang kuat hukum adatnya, rakyat dan
alam lingkungannya hidup dalam harmoni yang baik, yang diatur oleh
hukum adat. Selanjutnya hukum adat itu dijaga oleh para tetua adat
atau dewan adat. Kemudian ketika hadir pemerintah, maka pemerintah
berfungsi sebagai pengemban adat yang patuh kepada adat. Jadi hirarki
tertinggi di dalam ketatanegaraan masyarakat seperti itu adalah hukum
adat yang dijaga oleh dewan adat. Kedua tertinggi adalah pemegang
kekuasaan pemerintahan. Sedangkan masyarakat dan alam lingkungannya
terlindungi di dalam lingkaran dalam dari struktur ketatanegaraan
Dengan begitu kepentingan kekuasaan asing, yang politik ataupun yang
dagang, tak bisa menjamah masyarakat dan alam lingkungannya tanpa
melewati kontrol hukum adat, dewan adat dan penguasa pemerintahan.
Itulah sebabnya masyarakat serupa itu sukar dijajah oleh kekuasaan asing.
Ditambah lagi kenyataan bahwa masyarakat dan alam lingkungan yang bisa
hidup dalam harmoni baik berkat tatanan hukum yang adil, pada akhirnya
akan melahirkan masyarakat yang mandiri, kreatif dan dinamis karena
selalu punya ruang untuk berinisiatif. Begitulah daulat hukum yang
adil akan melahirkan daulat rakyat dan daulat manusia. Syahdan, rakyat
yang berdaulat sukar dijajah oleh kekuasaan asing.
Memang pada kenyataannya suku-suku bangsa di Indonesia yang kuat
tatanan hukum adatnya, tak bisa dijajah oleh V.O.C. Dan juga sukar
dijajah oleh pemerintah Hindia Belanda. Suku-suku itu baru bisa
ditaklukkan oleh penjajah pada abad 19, setelah orang Belanda punya
senapan yang bisa dikokang, senapan mesin dan dinamit. Sedangkan
Sulawesi Selatan baru bisa ditaklukkan pada tahun 1905, Toraja 1910,
Bali 1910 dan Ternate 1923 serta Ruteng 1928.
Sedangkan pada suku bangsa yang masyarakat dan alam lingkungannya,
tidak dilindungi oleh hukum adat, rakyatnya lemah karena tidak
berdaulat, yang berdaulat cuma rajanya. Hukum yang berlaku adalah apa
kata raja. Kekuasaan asing dan para pedagang asing bisa langsung
menjamah masyarakat dan alam lingkungannya asal bisa mengalahkan
rajanya atau bisa bersekutu dengan rajanya.
Kohesi rakyat dalam masyarakat adat kuat karena bersifat organis.
Itulah tambahan keterangan kenapa mereka sukar dijajah. Sedangkan
kohesi rakyat dalam masyarakat yang didominasi kedaulatan raja semata
sangat lemah karena bersifat mekanis. Karenanya rentan terhadap
penjajahan. Begitulah keadaan kerajaan Deli, Indragiri, Jambi,
Palembang, Banten, Jayakarta, Cirebon, Mataram Islam, Kutai, dan
Madura. Gampang ditaklukkan oleh V.O.C. Sejak abad 18 sudah terjajah.
Para penjajah bersekutu dengan raja, langsung bisa mengatur kerja
paksa dan tanam paksa. "Kalatida" dan "Kalabendu" melanda negara.
Ketika Hindia Belanda pada akhirnya bisa menaklukkan seluruh
Nusantara, maka yang pertama mereka lakukan ialah dengan
meng-erosi-kan hukum adat-hukum adat yang ada. Para penjaga adat diadu
domba dengan para bangsawan di perintahan sehingga dengan melemahnya
adat, melemah pulalah perlindungan daulat rakyat dan alam
lingkungannya. Selanjutnya penghisapan kekayaan alam bisa lebih bebas
dilakukan oleh para penjajah itu.
Di zaman penjajahan itu hukum adat yang sukar dilemahkan adalah yang
ada di Bali karena hubungannya dengan agama dan pura, dan yang ada di
Sumatra Barat karena hubungan dengan syariat dan kitab Allah.
Tata hukum dan tata negara sebagai "Mesin Budaya", di zaman penjajahan
Hindia Belanda menjadi "Mesin Budaya" yang buruk bagi kehidupan
bangsa. Karena tata hukum dan tata Negara Hindia Belanda memang
diciptakan untuk kepentingan penjajahan.
Maka ketika membangun negara, pemerintah Hindia Belanda juga tidak
punya kepentingan untuk memajukan bangsa, melainkan membangun untuk
bisa menghisap keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan
kemakmuran dan kemajuan Kerajaan Belanda di Eropa.
Industrialisasi dilakukan dengan mendatangkan modal asing yang bebas
pajak, alat berproduksi juga didatangkan dari luar negeri dengan bebas
pajak, dan bahan baku juga diimport dengan bebas pajak pula, kemudian
pabrik yang didirikan juga bebas dari pajak berikut tanahnya. Yang
kena pajak cuma keuntungannya. Itupun boleh ditransfer keluar negeri.
Jadi devisa terbuka! Alangkah total dan rapi pemerintah Hindia Belanda
membangun "Mesin Budaya" penghisapan terhadap daya hidup rakyat dan
kekayaan alam lingkungan Indonesia. Semuanya itu di kokohkan dengan
"Ordonansi Pajak 1925".
Setelah Indonesia Merdeka, ternyata cara membangun Hindia Belanda
masih terus dilestarikan oleh elit politik kita. "Ordonansi Pajak
1925" hanya dirubah judulnya menjadi "Undang-undang Penanaman Modal
Asing". Sehingga sampai sekarang kita sangat tergantung pada modal
asing. Pembentukan modal dalam negeri serta perdagangan antar desa dan
antar pulau tidak pernah dibangun secara serius.
Pembentukan sumber daya manusia hanya terbatas sampai melahirkan
tukang-tukang, mandor dan operator. Kreator dan produsir tak nampak
ada. Mengkonsumsi teknologi yang dibeli disamakan dengan ambil alih
teknologi.
Bagaimana mengembangkan sumber daya manusia tanpa menggalakkan
lembaga-lembaga riset sebanyak-banyaknya! Tanpa riset kita hanya akan
menjadi konsumen dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Dan juga melengahkan pembentukan industri hulu, seperti penjajah tempo
dulu, itu tidak bisa diterima. Sangat menyedihkan bahwa pabrik baja
kita ternyata tidak bisa mengolah bijih baja. Bisanya hanya mendaur
ulang besi tua.
Akibat dari tidak adanya industri hulu, industri kita di hampir semua
bidang: pesawat terbang,mobil, sepeda, obat batuk hitam, obat flu,
cabe, kobis, padi , jagung, ayam potong, dll, dll, dll, semua
assembling! Alat berproduksi dan bahan bakunya diimport!
Dan selagi kita belum mempunyai kemampuan menghasilkan mesin-mesin
berat dan tenaga-tenaga manusia tingkat spesialis yang cukup
jumlahnya, pemerintah kita, sejak zaman Orde Baru, telah menjual modal
alam. Akibatnya yang memperoleh keuntungan besar adalah modal asing
yang memiliki teknologi Barat dan tenaga-tenaga spesialis. Alam dan
lingkungan rusak karena kita memang tak berdaya menghadapi kedahsyatan
kekuatan modal asing.
Ketergantungan pada modal asing, pinjaman dari negeri-negeri asing dan
bantuan-bantuan asing, menyebabkan pemerintah kita, dari sejak zaman
Orde Baru, bisa tersesat ke dalam politik pertanian dan pangan dari
lembaga-lembaga asing dan perusahaan-perusaha an multi nasional.
Dengan kedok "Revolusi Hijau" kekuatan asing bisa meyakinkan bahwa
kita harus meningkatkan swadaya pangan. Dan tanpa ujung pangkal akal
sehat, pemerintah Orde Baru menetapkan bahwa swadaya pangan itu pada
intinya adalah swadaya beras. Seakan-akan dari Sabang sampai Merauke
beras menjadi makanan utama, dan tanah dari Sabang sampai Merauke bisa
ditanami beras. Dan solusi yang diambil untuk mengatasi kenyataan
bahwa tanah yang bisa ditanami padi itu terbatas, maka para pakar
asing menasehati agar ada intensifikasi pertanian padi, artinya:
importlah bibit padi hibrida! Bibit asli terdesak dan akhirnya hampir
punah. Bibit hibrida perlu pupuk. Didirikanlah pabrik pupuk dengan
pinjaman asing. Pupuk itu mengandung beurat yang lama kelamaan tanah
menjadi bantat.
Termasuk dalam program intensifikasi pangan dipakailah berbagai racun:
Pestisida untuk membunuh hama tanaman. Fumisida untuk membunuh
cendawan-cendawan, terutama cendawan di kebun buah-buahan. Herbisida
untuk membasmi gulma. Maka gulma, jenis-jenis rumput yang ada di sela
taman dan dianggap mengganggu. Sebenarnya gulma adalah bagian dari
ekosistem tanah. Bisa disingkirkan secara sementara dengan disiangi.
Tetapi kalau ditumpas dengan herbisida maka akan lenyaplah gulma
selam-lamanya. Artinya rusaklah ekosistem. Dan pada hakekatnya
herbisida itu berbahaya untuk semua organisme dan makhluk.
Beberapa ahli pertanian bersih hati mengatakan bahwa intensifikasi
pemakaian pestisida, fumisida, dan herbisida ini menyebabkan
agrikultur kehilangan "kultur" dan berubah menjadi "agrisida" atau "
agriracun".
Racun dari pestisida, fumisida dan herbisida ini pada akhirnya masuk
ke tanah dan meracuni air tanah. Sehingga penduduk yang tinggal di
sekitar perkebunan-perkebun an mengalami cacat badan dan melahirkan
bayi-bayi cacat.
Pemakaian pupuk urea menyebabkan biaya produksi pangan naik tinggi
karena padi hibrida menuntut peningkatan jumlah pemakaian pupuk,
secara lama kelamaan. Mahalnya biaya produksi padi dan rusaknya tanah
ini yang mendorong kita tergantung pada import bahan makanan. Maksud
hati ber-swadaya pangan, tetapi hasilnya justru ketergantungan pangan.
Agrisida yang merusak lingkungan dan sumber pangan kita, serta
explotasi modal alam dengan serakah sebelum kita menguasai pengadaan
mesin-mesin berat, modal nasional yang kuat, dan cukup tenaga
spesialis, yang juga menusuk alam lingkungan, adalah tanggung dari
begawan-begawan ekonomi dan begawan-begawan pembangunan di zaman Orde
Baru yang masih berkelanjutan sampai sekarang adalah salah satu faktor
"Kalabendu" yang kita hadapi saat ini. Sama beratnya dengan korupsi
dan pelanggaran terhadap hak azazi.
Pembangunan dalam negara kita juga melupakan sarana-sarana pembangunan
rakyat kecil dan menengah kecil. Padahal mereka adalah tulang punggung
yang tangguh dari kekuatan ekonomi bangsa. Jumlahnya mencapai 45 juta
dan bisa menampung 70 juta tenaga kerja. Sedangkan sumbangannya pada
Gross National Product adalah 62%. Lebih banyak dari sumbangan BUMN.
Namun begitu tidak program pemerintah dengan positif membantu usaha
mereka: Jalan-jalan darat yang menjadi penghubung antar desa, yang
penting untuk kegiatan ekonomi, rusak dan tak terurus. Bahan baku
selalu terbatas persediaannya. Banyak bank yang tidak ramah kepada
mereka. Grosir-grosir mempermainkan dengan check yang berlaku mundur.
Dan pemerintah tidak pintar melindungi kepentingan mereka dari
permainan kartel-kartel yang menguasai bahan baku.
Dari sejak abad 7 telah terbukti bahwa rakyat kecil menengah itu
sangat adaptif, kreatif, tinggi daya hidupnya, ulet daya tahannya. Di
abad 7 mereka yang seni pertaniannya menanam jewawut, dengan cepat
menyerap seni irigasi dan menanam padi serta berternak lembu yang
dperkenalkan oleh Empu Maharkandia dari India Selatan. Selanjutnya
mereka juga bisa menguasai seni menanam buah-buahan dari India semacam
sawo, mangga, jambu, dsb. Bahkan pada tahun 1200, menurut laporan
"Pararaton", mereka sudah bisa punya perkebunan jambu. Begitu juga
mereka cepat sekali menyerap seni menanam nila, bahkan sampai
mengekspornya ke luar negeri. Begitu juga mereka adaptif dan kreatif
di bidang kerajinan perak, emas, pertukangan kayu dan pandai besi,
yang semuanya itu dilaporkan dalam kitab "Pararaton".
Di jaman Islam masuk dari Utara, mereka juga cepat beradaptasi dengan
tanaman-tanaman baru seperti kedele, ketan, wijen, soga, dsb. Dengan
cepat mereka juga belajar membuat minyak goreng, krupuk, tahu, trasi,
dendeng, manisan buah-buahan, dan kecap. Bahkan dengan kreatif mereka
menciptakan tempe. Di bidang kerajinan tangan dengan cepat mereka
menyerap seni membuat kain jumputan, membuat genting dari tanah,
membangun atap limasan, menciptaan gandok dan pringgitan di dalam seni
bangunan rumah. Pendeknya unsur-unsur perkembangan baru dalam
kebudayaan cita rasa dan tata nilai cepat diserap oleh rakyat banyak.
Dan kemudian di jaman tanam paksa dan kerja paksa, ketika kehidupan
rakyat di desa-desa sangat terpuruk, karena meskipun mereka bisa
beradaptasi dengan tanaman baru seperti teh, kopi, karet, coklat,
vanili, dsb. Tetapi mereka hanya bisa jadi buruh perkebunan atau
paling jauh jadi mandor, tak mungkin mereka menjadi pemilik
perkebunan; namun segera mereka belajar menanam sayuran baru seperti
sledri, kapri, tomat, kentang, kobis, buncis, selada, wortel, dsb
untuk dijual kepada "ndoro-ndoro penjajah" di perkebunan dan
"ndoro-ndoro priyayi" di kota-kota. Akhirnya bencana menjadi
keberuntungan. Petani-petani sayur mayur menjadi makmur.
Dan sekarang meski mereka dalam keadaan teraniaya oleh keadaan dan
tidak diperhatikan secara selayaknya oleh pemerintah, bahkan kini
mereka digencet oleh kenaikan harga BBM, toh mereka tetap hidup dan
bertahan. Kaki lima adalah ekspresi geliat perlawanan rakyat kecil
terhadap kemiskinan. Luar biasa! Merekalah pahlawan pembangunan yang
sebenarnya!
Seandainya pemerintah dan pemikir ekonomi memperhatikan dan membela
kemampuan mereka, menciptakan sarana-sarana kemajuan untuk mereka,
mereka adalah harapan kita untuk menjadi kekuatan ekonomi bangsa.
Tata Hukum dan Tata Negara yang berlaku sekarang ini masih meneruskan
semangat undang-undang dan ketatanegaraan penjajah Hindia Belanda
tempo dulu, yang sama-sama menerapkan keunggulan Daulat Pemerintah di
atas Daulat Rakyat, dan juga sama-sama menerapkan aturan politik
ketatanegaraan yang memusat, dan sama-sama pula memperteguh aturan
berdasarkan kekuasaan dan keperkasaan dan tidak kepada etika, dengan
sendirinya tak akan bisa berdaya mencegah krisis etika bangsa, bahkan
malah mendorong para kuasa dan para perkasa untuk mengumbar nafsu
jahat mereka, tanpa ada kontrol yang memadai.
Tentu saja ada Pancasila, sumber etika bangsa yang cukup lebar
cakupannya. Tetapi ternyata Pancasila hanyalah bendera upacara yang
tak boleh dikritik, tapi boleh dilanggar tanpa ada akibat hukumnya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, satu sila yang indah dari Pancasila
ternyata tak punya kekuatan undang-undang apapun bila dilanggar oleh
orang-orang kuasa atau perkasa. Lihatlah kasus pembunuhan terhadap
empat petani di Sampang Madura, pembunuhan terhadap Marsinah, Udin,
Munir, dan pembunuhan-pembunuh an yang lain lagi.
Para buruh Cengkareng yang mogok dan berjuang untuk memperbaiki
kesejahteraan hidupnya, dianiaya dan diharu biru oleh petugas
keamanan. Biarpun kasusnya dimenangkan oleh pengadilan, tetapi
keputusan pengadilan tak pernah digubris dan dilaksanakan oleh majikan
pabrik. Malahan para aktivis buruh diteror oleh para petugas keamanan
dan para preman yang dibayar oleh majikan.
Rakyat juga tak pernah menang dalam perjuangan mereka untuk melindungi
diri dari polusi yang ditimbulkan olah limbah pabrik. Petugas keamanan
selalu memihak kepada kepentingan majikan pabrik.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, keadilan sosial, dan
kedaulatan rakyat, benar-benar tak ada implementasinya di dalam
undang-undang pelaksanaan. KUHP, yang berlaku adalah warisan dari
penjajah Hindia Belanda yang tidak punya dasar etika.
Sungguh ironis, bahwa di dalam negara yang merdeka, karena Kedaulatan
Rakyat dan Kedaulatan Hukum diremehkan, maka hukum dan undang-undang
justru menjadi sebab merosotnya etika bangsa.
Apabila para ahli hukum terlambat membahas dan memperbaiki kenyataan
adanya gap antara ius dan lex, maka "Kalatida" akan berlaku
berkepanjangan dan masuklah kita ke alam "Kalabendu". Ah,
gejala-gejala bahkan menujukkan bahwa "Kalabendu" sudah menjadi
kenyataan. Inilah jaman kacau nilai, jaman kejahatan menang, penjahat
dipuja, orang beragama menjadi algojo, kitab suci dikhianati justru
oleh ulama, kekuasaan dan kekayaan diperdewa. Pepatah "mikul duwur
mendem jero" sudah lepas dari konteks moralnya dan berganti makna
menjadi: kalau anda berkuasa dan perkasa maka berdosa boleh saja!
Hukum, perundang-undangan dan ketatanegaraan yang menghargai daulat
manusia, daulat rakyat, daulat akal sehat, dan daulat etika akan
menjadi "Mesin Budaya" yang mampu merangsang dan mengakomodasi daya
cipta dan daya hidup bangsa, sehingga daya tahan dan daya juang bangsa
menjadi tinggi. Jadi sangat penting segera para ahli hukum membahas
dan meninjau kembali mutu kegunaan tata hukum dan tata negara Republik
Indonesia dalam menyejahterakan kehidupan berbangsa.
Bahkan menurut DR. Sutanto Supiadi ahli tata negara dari Surabaya
berpendapat, bahwa redesigning konstitusi sangat diperlukan. Kenyataan
memang menunjukkan bahwa setiap ada amandemen untuk membatasi
kekuasaan presiden, tidak menghasilkan daulat rakyat yang lebih nyata,
melainkan hanya menghasilkan daulat partai-partai yang lebih kuat.
Bahkan, dalam proklamasi kemerdekaan dan UUD'45 yang asli, wilayah
Republik Indonesia itu jelas ditunjukkan. Lalu pada amandemen ke
empat, disebutkan munculnya pasal 25a, yang berbunyi: "Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang" .
Tidak ada perkataan maritim di dalam rumusan itu. Nama negara pun
hanya disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padahal 60%
dari negara kita terdiri dari lautan. Jadi lebih tepat kalau nama
negara kita adalah Negara Kesatuan Maritim Republik Indonesia.
Negara kita adalah negara satu-satunya di dunia yang memiliki laut.
Negara-negara lain hanya mempunyai pantai. Tetapi negara kita
mempunyai Laut Natuna, Laut Jawa, Laut Sulawesi, Laut Flores, Laut
Banda, Laut Aru, Laut Arafuru, Laut Maluku, Laut Seram, Laut
Halmahera, Laut Timor dan Laut Sawu. Namun toh ketatanegaraan kita
tetap saja ketatanegaraan negara daratan. Inikah mental petani?
Sampai saat ini kita belum membentuk "Sea and Coast Guard", padahal
ini persyaratan Internasional, agar bisa diakui bahwa kita bisa
mengamankan kita, maka kita harus mempunyai "Sea and Coast Guard".
Dunia International tidak mengakui Polisi Laut dan Angkatan Laut
sebagai pengamanan laut di saat damai. Angkatan Laut, Polisi Laut itu
dianggap alat perang. Jadi apa sulitnya membentuk "Sea and Coast
Guard" yang berguna bagi negara dan bangsa? Apakah ini menyinggung
kepentingan rejeki satu golongan? Tetapi kalau memang ada jiwa
patriotik yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, bukankah
tak akan kurang akal untuk mencari "win-win solution".
Dalam soal perbatasan kita telah melengahkan pemetaan, pendirian
beberapa mercu suar lagi, dan mengumumkan claim yang jelas dan
rational mengenai batas-batas wilayah negara kita, teutama yang
menyangkut wilayah di laut. Sudah saatnya pula lembaga inteligent kita
mempunyai direktorat maritim.
Sudah saatnya wawasan ketatanegaraan kita, disegenap bidang, mencakup
pengertian "Tanah Air", dan tidak sekedar "Tanah" saja.
Pelabuhan-pelabuhan pun harus segera ditata sebagai "Negara Pelabuhan"
yang dipimpin oleh "Syahbandar" yang berijasah international. Kemudian
segera pula dicatatkan di PBB. Tanpa semua itu, maka negara kita tidak
diakui punya pelabuhan, melainkan hanya diakui punya terminal-terminal
belaka!
Perlu dicatat bahwa pembentukan Negara Nusantara untuk pertama kalinya
diproklamasikan oleh Baron Van Der Capellen pada tahun 1821 dengan
nama Nederlans Indie, dan sifat kedaulatannya negara maritim dengan
batas-batas dan mercusuar-mercusuar yang jelas petanya.
Jadi Van Der Capllen tidak sekedar mengandalkan kekuatan angkatan laut
untuk merpersatukan Nusantara, melainkan, alat politik untuk meyatukan
Nusantara adalah tata hukum dan ketatanegaraan maritim.
Kita sebagai bangsa harus bersyukur kepada Perdana Menteri Juanda dan
menteri luar negari Mochtar Kusumaatmaja, yang dengan gigih telah
memperjuangkan kedaulatan maritim kita di dunia Internasional,
sehingga diakui oleh Unclos dan PBB. Tetapi kita harus tanpa lengah
meneruskan perjuangan itu sehingga kita mampu mengimplementasikan
semua peraturan kelautan internasional yang telah kita ratifikasi.
Perlu disayangkan bahwa usaha untuk mendirikan Universitas Maritim
yang bisa memberikan ijasah internasional untuk syahbandar dan
nahkoda, belum juga mendapatkan ijin dari Departement Pendidikan
Nasional. Saya menganggap sikap pemerintah seperti itu tidak patriotik
dan tidak peka pada urgensi untuk menegakkan kedaulatan bangsa dan
negara di lautan.
Tata hukum, tata kenegaraan dan tata pembangunan yang sableng seperti
tersebut di atas itulah yang mendorong lahirnya "Kalatida" dan
"Kalabendu" di negara kita.
Menurut penyair Ranggawarsita kita harus bersikap waspada, tidak
mengkompromikan akal sehal. Dan juga harus sabar tawakal. Adapun
"Kalasuba" pasti datang bersama dengan ratu adil.
Dalam hal ini saya agak berbeda sikap dalam mengantisipasi datangnya
"Kalasuba". Pertama, "Kalasuba" pasti akan tiba karena dalam setiap
chaos secara "build-in" ada potensi untuk kestabilan dan keteraturan.
Tetapi kestabilan itu belum tentu baik untuk kelangsungan kedaulatan
rakyat dan kedaulatan manusia yang sangat penting untuk emansipasi
kehidupan manusia secara jasmani, sosial, rohani, intelektual dan
budaya. Dalam sejarah kita mengenal kenyataan, bahwa setelah chaos
Revolusi Perancis, lahirlah kestabilan pemerintahan Napoleon yang
bersifat diktator. Tentu masih banyak lagi contoh semacam itu di
tempat lain dan di saat lain.
Kedua, harus ada usaha kita yang lain, tidak sekedar sabar dan
tawakal. Tetapi toh kita tidak menghendaki "Kalasuba" yang dikuasai
oleh diktator. Tidak pula yang dikuasai oleh kekuasaan asing seperti
di Timor Leste. Oleh karena itu kita harus aktif memperkembangkan
usaha untuk mendesak perubahan tata pembangunan, tata hukum dan tata
kenegaraan sehingga menjadi lebih baik untuk daya hidup dan daya cipta
bangsa.
Ketiga, situasi semacam itu tidak tergantung pada hadirnya Ratu Adil,
tetapi tergantung pada Hukum yang Adil, Mandiri, dan Terkawal.
Wassalam,
RENDRA
Cipayung Jaya, Depok
Hotel Quality, Jogya
(Pidato ini disampaikan di Balairung Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ketika penyair WS Rendra menerima gelar doktor honoris causa, pada Selasa 4 Maret 2008. Sengaja saya postingkan di blog ini, untuk renungan bagi kita semua)
Penyair besar Ronggowarsito, di pertengahan abad 19, menggambarkan
zaman pancaroba sebagai "Kalatida" dan "Kalabendu".
Zaman "Kalatida" adalah zaman ketika akal sehat diremehkan. Perbedaan
antara benar dan salah, baik dan buruk, adil dan tak adil, tidak
digubris. Krisis moral adalah buah dari krisis akal sehat. Kekuasaan
korupsi merata dan merajalela karena erosi tata nilai terjadi di
lapisan atas dan bawah.
Zaman "Kalabendu" adalah zaman yang mantap stabilitasnya, tetapi alat
stabilitas itu adalah penindasan. Ketidakadilan malah didewakan.
Ulama-ulama menghianati kitab suci. Penguasa lalim tak bisa ditegur.
Korupsi dilindungi. Kemewahan dipamerkan di samping jeritan kaum
miskin dan tertindas. Penjahat dipahlawankan, orang jujur ditertawakan
dan disingkirkan.
Gambaran sifat dan tanda-tanda dari "Kalatida" dan "Kalabendu"
tersebut di atas adalah saduran bebas dari isi tembang aslinya. Namun
secara ringkas bisa dikatakan bahwa "Kalatida" adalah zaman edan,
karena akal sehat diremehkan, dan "Kalabendu" adalah zaman hancur dan
rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran
dijungkir-balikkan secara merata.
Lalu, menurut Ronggowarsito, dengan sendirinya, setelah "Kalatida" dan
"Kalabendu" pasti akan muncul zaman "Kalasuba", yaitu zaman stabilitas
dan kemakmuran.
Apa yang dianjurkan oleh Ronggowarsito agar orang bisa selamat di masa
"Kalatida" adalah selalu sadar dan waspada, tidak ikut dalam permainan
gila. Sedangkan di masa "Kalabendu" harus berani prihatin, sabar,
tawakal dan selalu berada di jalan Allah sebagaimana tercantum di
dalam kitab suciNya. Maka nanti akan datang secara tiba-tiba masa
"Kalasuba" yang ditegakkan oleh Ratu Adil.
Ternyata urutan zaman "Kalatida", "Kalabendu", dan "Kalasuba" tidak
hanya terjadi di kerajaan Surakarta di abad ke 19, tetapi juga terjadi
di mana-mana di dunia pada abad mana saja. Di Yunani purba, di
Romawi,, di Reich pertama Germania, di Perancis, di Spanyol, Portugal,
Italia, Iran, Irak, India, Russia, Korea, Cina, yah di manapun,
kapanpun. Begitulah rupanya irama "wolak waliking zaman" atau "timbul
tenggelamnya zaman", atau "pergolakan zaman". Alangkah tajamnya
penglihatan mata batin penyair Ronggowarsito ini!
Republik Indonesia juga tidak luput dari "pergolakan zaman" serupa
itu. Dan ini yang akan menjadi pusat renungan saya pagi ini.
Namun sebelum itu perkenankan saya mengingatkan bahwa menurut teori
chaos dari dunia ilmu fisika modern diterangkan bahwa di dalam chaos
terdapat kemampuan untuk muncul order, dan kemampuan itu tidak
tergantung dari unsure luar. Hal ini sejajar dengan pandangan penyair
Ronggowarsito mengenai "Kalasubo". Kata Ratu Adil bukan lahir dari
rekayasa manusia, tetapi seperti ditakdirkan ada begitu saja.
Kesejajaran teori chaos dengan teori pergolakan zamannya Ronggowarsito
menunjukkan sekali lagi ketazaman dan kepekaan mata batinnya.
Melewati pidato ini saya persembahkan sembah sungkan saya yang khidmat
kepada penyair besar ronggowarsito.
Kembali pada renungan mengenai gelombang "Kalatida", "Kalabendu" dan
"Kalasuba" yang terjadi di Republik Indonesia.
Usaha setiap manusia yang hidup di dalam masyarakat, kapanpun dan di
manapun, pada akhirnya akan tertumbuk pada "Mesin Budaya". Adapun
"Mesin Budaya" itu adalah aturan-aturan yang mengikat dan dan
menimbulkan akibat. Etika umum, aturan politik, aturan ekonomi. Dan
aturan hukum, itu semua adalah aturan-aturan yang tak bisa dilanggar
begitu saja tanpa ada akibat. Semua usaha manusia dalam mengelola
keinginan dan keperluannya akan berurusan dengan aturan-aturan itu,
atau "Mesin Budaya" itu.
"Mesin Budaya" yang berdaulat rakyat, adil, berperikemanusiaan, dan
menghargai dinamika kehidupan, adalah "Mesin budaya" yang mampu
mendorong daya hidup dan daya cipta anggota masyarakat dalam Negara.
Tetapi "Mesin budaya" yang berdaulat penguasa, yang menindas dan
menjajah, yang elitis dan tidak populis, sangat berbahaya untuk daya
hidup daya cipta bangsa.
Didalam masyarakat tradisional yang kuat hukum adatnya, rakyat dan
alam lingkungannya hidup dalam harmoni yang baik, yang diatur oleh
hukum adat. Selanjutnya hukum adat itu dijaga oleh para tetua adat
atau dewan adat. Kemudian ketika hadir pemerintah, maka pemerintah
berfungsi sebagai pengemban adat yang patuh kepada adat. Jadi hirarki
tertinggi di dalam ketatanegaraan masyarakat seperti itu adalah hukum
adat yang dijaga oleh dewan adat. Kedua tertinggi adalah pemegang
kekuasaan pemerintahan. Sedangkan masyarakat dan alam lingkungannya
terlindungi di dalam lingkaran dalam dari struktur ketatanegaraan
Dengan begitu kepentingan kekuasaan asing, yang politik ataupun yang
dagang, tak bisa menjamah masyarakat dan alam lingkungannya tanpa
melewati kontrol hukum adat, dewan adat dan penguasa pemerintahan.
Itulah sebabnya masyarakat serupa itu sukar dijajah oleh kekuasaan asing.
Ditambah lagi kenyataan bahwa masyarakat dan alam lingkungan yang bisa
hidup dalam harmoni baik berkat tatanan hukum yang adil, pada akhirnya
akan melahirkan masyarakat yang mandiri, kreatif dan dinamis karena
selalu punya ruang untuk berinisiatif. Begitulah daulat hukum yang
adil akan melahirkan daulat rakyat dan daulat manusia. Syahdan, rakyat
yang berdaulat sukar dijajah oleh kekuasaan asing.
Memang pada kenyataannya suku-suku bangsa di Indonesia yang kuat
tatanan hukum adatnya, tak bisa dijajah oleh V.O.C. Dan juga sukar
dijajah oleh pemerintah Hindia Belanda. Suku-suku itu baru bisa
ditaklukkan oleh penjajah pada abad 19, setelah orang Belanda punya
senapan yang bisa dikokang, senapan mesin dan dinamit. Sedangkan
Sulawesi Selatan baru bisa ditaklukkan pada tahun 1905, Toraja 1910,
Bali 1910 dan Ternate 1923 serta Ruteng 1928.
Sedangkan pada suku bangsa yang masyarakat dan alam lingkungannya,
tidak dilindungi oleh hukum adat, rakyatnya lemah karena tidak
berdaulat, yang berdaulat cuma rajanya. Hukum yang berlaku adalah apa
kata raja. Kekuasaan asing dan para pedagang asing bisa langsung
menjamah masyarakat dan alam lingkungannya asal bisa mengalahkan
rajanya atau bisa bersekutu dengan rajanya.
Kohesi rakyat dalam masyarakat adat kuat karena bersifat organis.
Itulah tambahan keterangan kenapa mereka sukar dijajah. Sedangkan
kohesi rakyat dalam masyarakat yang didominasi kedaulatan raja semata
sangat lemah karena bersifat mekanis. Karenanya rentan terhadap
penjajahan. Begitulah keadaan kerajaan Deli, Indragiri, Jambi,
Palembang, Banten, Jayakarta, Cirebon, Mataram Islam, Kutai, dan
Madura. Gampang ditaklukkan oleh V.O.C. Sejak abad 18 sudah terjajah.
Para penjajah bersekutu dengan raja, langsung bisa mengatur kerja
paksa dan tanam paksa. "Kalatida" dan "Kalabendu" melanda negara.
Ketika Hindia Belanda pada akhirnya bisa menaklukkan seluruh
Nusantara, maka yang pertama mereka lakukan ialah dengan
meng-erosi-kan hukum adat-hukum adat yang ada. Para penjaga adat diadu
domba dengan para bangsawan di perintahan sehingga dengan melemahnya
adat, melemah pulalah perlindungan daulat rakyat dan alam
lingkungannya. Selanjutnya penghisapan kekayaan alam bisa lebih bebas
dilakukan oleh para penjajah itu.
Di zaman penjajahan itu hukum adat yang sukar dilemahkan adalah yang
ada di Bali karena hubungannya dengan agama dan pura, dan yang ada di
Sumatra Barat karena hubungan dengan syariat dan kitab Allah.
Tata hukum dan tata negara sebagai "Mesin Budaya", di zaman penjajahan
Hindia Belanda menjadi "Mesin Budaya" yang buruk bagi kehidupan
bangsa. Karena tata hukum dan tata Negara Hindia Belanda memang
diciptakan untuk kepentingan penjajahan.
Maka ketika membangun negara, pemerintah Hindia Belanda juga tidak
punya kepentingan untuk memajukan bangsa, melainkan membangun untuk
bisa menghisap keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan
kemakmuran dan kemajuan Kerajaan Belanda di Eropa.
Industrialisasi dilakukan dengan mendatangkan modal asing yang bebas
pajak, alat berproduksi juga didatangkan dari luar negeri dengan bebas
pajak, dan bahan baku juga diimport dengan bebas pajak pula, kemudian
pabrik yang didirikan juga bebas dari pajak berikut tanahnya. Yang
kena pajak cuma keuntungannya. Itupun boleh ditransfer keluar negeri.
Jadi devisa terbuka! Alangkah total dan rapi pemerintah Hindia Belanda
membangun "Mesin Budaya" penghisapan terhadap daya hidup rakyat dan
kekayaan alam lingkungan Indonesia. Semuanya itu di kokohkan dengan
"Ordonansi Pajak 1925".
Setelah Indonesia Merdeka, ternyata cara membangun Hindia Belanda
masih terus dilestarikan oleh elit politik kita. "Ordonansi Pajak
1925" hanya dirubah judulnya menjadi "Undang-undang Penanaman Modal
Asing". Sehingga sampai sekarang kita sangat tergantung pada modal
asing. Pembentukan modal dalam negeri serta perdagangan antar desa dan
antar pulau tidak pernah dibangun secara serius.
Pembentukan sumber daya manusia hanya terbatas sampai melahirkan
tukang-tukang, mandor dan operator. Kreator dan produsir tak nampak
ada. Mengkonsumsi teknologi yang dibeli disamakan dengan ambil alih
teknologi.
Bagaimana mengembangkan sumber daya manusia tanpa menggalakkan
lembaga-lembaga riset sebanyak-banyaknya! Tanpa riset kita hanya akan
menjadi konsumen dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Dan juga melengahkan pembentukan industri hulu, seperti penjajah tempo
dulu, itu tidak bisa diterima. Sangat menyedihkan bahwa pabrik baja
kita ternyata tidak bisa mengolah bijih baja. Bisanya hanya mendaur
ulang besi tua.
Akibat dari tidak adanya industri hulu, industri kita di hampir semua
bidang: pesawat terbang,mobil, sepeda, obat batuk hitam, obat flu,
cabe, kobis, padi , jagung, ayam potong, dll, dll, dll, semua
assembling! Alat berproduksi dan bahan bakunya diimport!
Dan selagi kita belum mempunyai kemampuan menghasilkan mesin-mesin
berat dan tenaga-tenaga manusia tingkat spesialis yang cukup
jumlahnya, pemerintah kita, sejak zaman Orde Baru, telah menjual modal
alam. Akibatnya yang memperoleh keuntungan besar adalah modal asing
yang memiliki teknologi Barat dan tenaga-tenaga spesialis. Alam dan
lingkungan rusak karena kita memang tak berdaya menghadapi kedahsyatan
kekuatan modal asing.
Ketergantungan pada modal asing, pinjaman dari negeri-negeri asing dan
bantuan-bantuan asing, menyebabkan pemerintah kita, dari sejak zaman
Orde Baru, bisa tersesat ke dalam politik pertanian dan pangan dari
lembaga-lembaga asing dan perusahaan-perusaha an multi nasional.
Dengan kedok "Revolusi Hijau" kekuatan asing bisa meyakinkan bahwa
kita harus meningkatkan swadaya pangan. Dan tanpa ujung pangkal akal
sehat, pemerintah Orde Baru menetapkan bahwa swadaya pangan itu pada
intinya adalah swadaya beras. Seakan-akan dari Sabang sampai Merauke
beras menjadi makanan utama, dan tanah dari Sabang sampai Merauke bisa
ditanami beras. Dan solusi yang diambil untuk mengatasi kenyataan
bahwa tanah yang bisa ditanami padi itu terbatas, maka para pakar
asing menasehati agar ada intensifikasi pertanian padi, artinya:
importlah bibit padi hibrida! Bibit asli terdesak dan akhirnya hampir
punah. Bibit hibrida perlu pupuk. Didirikanlah pabrik pupuk dengan
pinjaman asing. Pupuk itu mengandung beurat yang lama kelamaan tanah
menjadi bantat.
Termasuk dalam program intensifikasi pangan dipakailah berbagai racun:
Pestisida untuk membunuh hama tanaman. Fumisida untuk membunuh
cendawan-cendawan, terutama cendawan di kebun buah-buahan. Herbisida
untuk membasmi gulma. Maka gulma, jenis-jenis rumput yang ada di sela
taman dan dianggap mengganggu. Sebenarnya gulma adalah bagian dari
ekosistem tanah. Bisa disingkirkan secara sementara dengan disiangi.
Tetapi kalau ditumpas dengan herbisida maka akan lenyaplah gulma
selam-lamanya. Artinya rusaklah ekosistem. Dan pada hakekatnya
herbisida itu berbahaya untuk semua organisme dan makhluk.
Beberapa ahli pertanian bersih hati mengatakan bahwa intensifikasi
pemakaian pestisida, fumisida, dan herbisida ini menyebabkan
agrikultur kehilangan "kultur" dan berubah menjadi "agrisida" atau "
agriracun".
Racun dari pestisida, fumisida dan herbisida ini pada akhirnya masuk
ke tanah dan meracuni air tanah. Sehingga penduduk yang tinggal di
sekitar perkebunan-perkebun an mengalami cacat badan dan melahirkan
bayi-bayi cacat.
Pemakaian pupuk urea menyebabkan biaya produksi pangan naik tinggi
karena padi hibrida menuntut peningkatan jumlah pemakaian pupuk,
secara lama kelamaan. Mahalnya biaya produksi padi dan rusaknya tanah
ini yang mendorong kita tergantung pada import bahan makanan. Maksud
hati ber-swadaya pangan, tetapi hasilnya justru ketergantungan pangan.
Agrisida yang merusak lingkungan dan sumber pangan kita, serta
explotasi modal alam dengan serakah sebelum kita menguasai pengadaan
mesin-mesin berat, modal nasional yang kuat, dan cukup tenaga
spesialis, yang juga menusuk alam lingkungan, adalah tanggung dari
begawan-begawan ekonomi dan begawan-begawan pembangunan di zaman Orde
Baru yang masih berkelanjutan sampai sekarang adalah salah satu faktor
"Kalabendu" yang kita hadapi saat ini. Sama beratnya dengan korupsi
dan pelanggaran terhadap hak azazi.
Pembangunan dalam negara kita juga melupakan sarana-sarana pembangunan
rakyat kecil dan menengah kecil. Padahal mereka adalah tulang punggung
yang tangguh dari kekuatan ekonomi bangsa. Jumlahnya mencapai 45 juta
dan bisa menampung 70 juta tenaga kerja. Sedangkan sumbangannya pada
Gross National Product adalah 62%. Lebih banyak dari sumbangan BUMN.
Namun begitu tidak program pemerintah dengan positif membantu usaha
mereka: Jalan-jalan darat yang menjadi penghubung antar desa, yang
penting untuk kegiatan ekonomi, rusak dan tak terurus. Bahan baku
selalu terbatas persediaannya. Banyak bank yang tidak ramah kepada
mereka. Grosir-grosir mempermainkan dengan check yang berlaku mundur.
Dan pemerintah tidak pintar melindungi kepentingan mereka dari
permainan kartel-kartel yang menguasai bahan baku.
Dari sejak abad 7 telah terbukti bahwa rakyat kecil menengah itu
sangat adaptif, kreatif, tinggi daya hidupnya, ulet daya tahannya. Di
abad 7 mereka yang seni pertaniannya menanam jewawut, dengan cepat
menyerap seni irigasi dan menanam padi serta berternak lembu yang
dperkenalkan oleh Empu Maharkandia dari India Selatan. Selanjutnya
mereka juga bisa menguasai seni menanam buah-buahan dari India semacam
sawo, mangga, jambu, dsb. Bahkan pada tahun 1200, menurut laporan
"Pararaton", mereka sudah bisa punya perkebunan jambu. Begitu juga
mereka cepat sekali menyerap seni menanam nila, bahkan sampai
mengekspornya ke luar negeri. Begitu juga mereka adaptif dan kreatif
di bidang kerajinan perak, emas, pertukangan kayu dan pandai besi,
yang semuanya itu dilaporkan dalam kitab "Pararaton".
Di jaman Islam masuk dari Utara, mereka juga cepat beradaptasi dengan
tanaman-tanaman baru seperti kedele, ketan, wijen, soga, dsb. Dengan
cepat mereka juga belajar membuat minyak goreng, krupuk, tahu, trasi,
dendeng, manisan buah-buahan, dan kecap. Bahkan dengan kreatif mereka
menciptakan tempe. Di bidang kerajinan tangan dengan cepat mereka
menyerap seni membuat kain jumputan, membuat genting dari tanah,
membangun atap limasan, menciptaan gandok dan pringgitan di dalam seni
bangunan rumah. Pendeknya unsur-unsur perkembangan baru dalam
kebudayaan cita rasa dan tata nilai cepat diserap oleh rakyat banyak.
Dan kemudian di jaman tanam paksa dan kerja paksa, ketika kehidupan
rakyat di desa-desa sangat terpuruk, karena meskipun mereka bisa
beradaptasi dengan tanaman baru seperti teh, kopi, karet, coklat,
vanili, dsb. Tetapi mereka hanya bisa jadi buruh perkebunan atau
paling jauh jadi mandor, tak mungkin mereka menjadi pemilik
perkebunan; namun segera mereka belajar menanam sayuran baru seperti
sledri, kapri, tomat, kentang, kobis, buncis, selada, wortel, dsb
untuk dijual kepada "ndoro-ndoro penjajah" di perkebunan dan
"ndoro-ndoro priyayi" di kota-kota. Akhirnya bencana menjadi
keberuntungan. Petani-petani sayur mayur menjadi makmur.
Dan sekarang meski mereka dalam keadaan teraniaya oleh keadaan dan
tidak diperhatikan secara selayaknya oleh pemerintah, bahkan kini
mereka digencet oleh kenaikan harga BBM, toh mereka tetap hidup dan
bertahan. Kaki lima adalah ekspresi geliat perlawanan rakyat kecil
terhadap kemiskinan. Luar biasa! Merekalah pahlawan pembangunan yang
sebenarnya!
Seandainya pemerintah dan pemikir ekonomi memperhatikan dan membela
kemampuan mereka, menciptakan sarana-sarana kemajuan untuk mereka,
mereka adalah harapan kita untuk menjadi kekuatan ekonomi bangsa.
Tata Hukum dan Tata Negara yang berlaku sekarang ini masih meneruskan
semangat undang-undang dan ketatanegaraan penjajah Hindia Belanda
tempo dulu, yang sama-sama menerapkan keunggulan Daulat Pemerintah di
atas Daulat Rakyat, dan juga sama-sama menerapkan aturan politik
ketatanegaraan yang memusat, dan sama-sama pula memperteguh aturan
berdasarkan kekuasaan dan keperkasaan dan tidak kepada etika, dengan
sendirinya tak akan bisa berdaya mencegah krisis etika bangsa, bahkan
malah mendorong para kuasa dan para perkasa untuk mengumbar nafsu
jahat mereka, tanpa ada kontrol yang memadai.
Tentu saja ada Pancasila, sumber etika bangsa yang cukup lebar
cakupannya. Tetapi ternyata Pancasila hanyalah bendera upacara yang
tak boleh dikritik, tapi boleh dilanggar tanpa ada akibat hukumnya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, satu sila yang indah dari Pancasila
ternyata tak punya kekuatan undang-undang apapun bila dilanggar oleh
orang-orang kuasa atau perkasa. Lihatlah kasus pembunuhan terhadap
empat petani di Sampang Madura, pembunuhan terhadap Marsinah, Udin,
Munir, dan pembunuhan-pembunuh an yang lain lagi.
Para buruh Cengkareng yang mogok dan berjuang untuk memperbaiki
kesejahteraan hidupnya, dianiaya dan diharu biru oleh petugas
keamanan. Biarpun kasusnya dimenangkan oleh pengadilan, tetapi
keputusan pengadilan tak pernah digubris dan dilaksanakan oleh majikan
pabrik. Malahan para aktivis buruh diteror oleh para petugas keamanan
dan para preman yang dibayar oleh majikan.
Rakyat juga tak pernah menang dalam perjuangan mereka untuk melindungi
diri dari polusi yang ditimbulkan olah limbah pabrik. Petugas keamanan
selalu memihak kepada kepentingan majikan pabrik.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, keadilan sosial, dan
kedaulatan rakyat, benar-benar tak ada implementasinya di dalam
undang-undang pelaksanaan. KUHP, yang berlaku adalah warisan dari
penjajah Hindia Belanda yang tidak punya dasar etika.
Sungguh ironis, bahwa di dalam negara yang merdeka, karena Kedaulatan
Rakyat dan Kedaulatan Hukum diremehkan, maka hukum dan undang-undang
justru menjadi sebab merosotnya etika bangsa.
Apabila para ahli hukum terlambat membahas dan memperbaiki kenyataan
adanya gap antara ius dan lex, maka "Kalatida" akan berlaku
berkepanjangan dan masuklah kita ke alam "Kalabendu". Ah,
gejala-gejala bahkan menujukkan bahwa "Kalabendu" sudah menjadi
kenyataan. Inilah jaman kacau nilai, jaman kejahatan menang, penjahat
dipuja, orang beragama menjadi algojo, kitab suci dikhianati justru
oleh ulama, kekuasaan dan kekayaan diperdewa. Pepatah "mikul duwur
mendem jero" sudah lepas dari konteks moralnya dan berganti makna
menjadi: kalau anda berkuasa dan perkasa maka berdosa boleh saja!
Hukum, perundang-undangan dan ketatanegaraan yang menghargai daulat
manusia, daulat rakyat, daulat akal sehat, dan daulat etika akan
menjadi "Mesin Budaya" yang mampu merangsang dan mengakomodasi daya
cipta dan daya hidup bangsa, sehingga daya tahan dan daya juang bangsa
menjadi tinggi. Jadi sangat penting segera para ahli hukum membahas
dan meninjau kembali mutu kegunaan tata hukum dan tata negara Republik
Indonesia dalam menyejahterakan kehidupan berbangsa.
Bahkan menurut DR. Sutanto Supiadi ahli tata negara dari Surabaya
berpendapat, bahwa redesigning konstitusi sangat diperlukan. Kenyataan
memang menunjukkan bahwa setiap ada amandemen untuk membatasi
kekuasaan presiden, tidak menghasilkan daulat rakyat yang lebih nyata,
melainkan hanya menghasilkan daulat partai-partai yang lebih kuat.
Bahkan, dalam proklamasi kemerdekaan dan UUD'45 yang asli, wilayah
Republik Indonesia itu jelas ditunjukkan. Lalu pada amandemen ke
empat, disebutkan munculnya pasal 25a, yang berbunyi: "Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang" .
Tidak ada perkataan maritim di dalam rumusan itu. Nama negara pun
hanya disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padahal 60%
dari negara kita terdiri dari lautan. Jadi lebih tepat kalau nama
negara kita adalah Negara Kesatuan Maritim Republik Indonesia.
Negara kita adalah negara satu-satunya di dunia yang memiliki laut.
Negara-negara lain hanya mempunyai pantai. Tetapi negara kita
mempunyai Laut Natuna, Laut Jawa, Laut Sulawesi, Laut Flores, Laut
Banda, Laut Aru, Laut Arafuru, Laut Maluku, Laut Seram, Laut
Halmahera, Laut Timor dan Laut Sawu. Namun toh ketatanegaraan kita
tetap saja ketatanegaraan negara daratan. Inikah mental petani?
Sampai saat ini kita belum membentuk "Sea and Coast Guard", padahal
ini persyaratan Internasional, agar bisa diakui bahwa kita bisa
mengamankan kita, maka kita harus mempunyai "Sea and Coast Guard".
Dunia International tidak mengakui Polisi Laut dan Angkatan Laut
sebagai pengamanan laut di saat damai. Angkatan Laut, Polisi Laut itu
dianggap alat perang. Jadi apa sulitnya membentuk "Sea and Coast
Guard" yang berguna bagi negara dan bangsa? Apakah ini menyinggung
kepentingan rejeki satu golongan? Tetapi kalau memang ada jiwa
patriotik yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, bukankah
tak akan kurang akal untuk mencari "win-win solution".
Dalam soal perbatasan kita telah melengahkan pemetaan, pendirian
beberapa mercu suar lagi, dan mengumumkan claim yang jelas dan
rational mengenai batas-batas wilayah negara kita, teutama yang
menyangkut wilayah di laut. Sudah saatnya pula lembaga inteligent kita
mempunyai direktorat maritim.
Sudah saatnya wawasan ketatanegaraan kita, disegenap bidang, mencakup
pengertian "Tanah Air", dan tidak sekedar "Tanah" saja.
Pelabuhan-pelabuhan pun harus segera ditata sebagai "Negara Pelabuhan"
yang dipimpin oleh "Syahbandar" yang berijasah international. Kemudian
segera pula dicatatkan di PBB. Tanpa semua itu, maka negara kita tidak
diakui punya pelabuhan, melainkan hanya diakui punya terminal-terminal
belaka!
Perlu dicatat bahwa pembentukan Negara Nusantara untuk pertama kalinya
diproklamasikan oleh Baron Van Der Capellen pada tahun 1821 dengan
nama Nederlans Indie, dan sifat kedaulatannya negara maritim dengan
batas-batas dan mercusuar-mercusuar yang jelas petanya.
Jadi Van Der Capllen tidak sekedar mengandalkan kekuatan angkatan laut
untuk merpersatukan Nusantara, melainkan, alat politik untuk meyatukan
Nusantara adalah tata hukum dan ketatanegaraan maritim.
Kita sebagai bangsa harus bersyukur kepada Perdana Menteri Juanda dan
menteri luar negari Mochtar Kusumaatmaja, yang dengan gigih telah
memperjuangkan kedaulatan maritim kita di dunia Internasional,
sehingga diakui oleh Unclos dan PBB. Tetapi kita harus tanpa lengah
meneruskan perjuangan itu sehingga kita mampu mengimplementasikan
semua peraturan kelautan internasional yang telah kita ratifikasi.
Perlu disayangkan bahwa usaha untuk mendirikan Universitas Maritim
yang bisa memberikan ijasah internasional untuk syahbandar dan
nahkoda, belum juga mendapatkan ijin dari Departement Pendidikan
Nasional. Saya menganggap sikap pemerintah seperti itu tidak patriotik
dan tidak peka pada urgensi untuk menegakkan kedaulatan bangsa dan
negara di lautan.
Tata hukum, tata kenegaraan dan tata pembangunan yang sableng seperti
tersebut di atas itulah yang mendorong lahirnya "Kalatida" dan
"Kalabendu" di negara kita.
Menurut penyair Ranggawarsita kita harus bersikap waspada, tidak
mengkompromikan akal sehal. Dan juga harus sabar tawakal. Adapun
"Kalasuba" pasti datang bersama dengan ratu adil.
Dalam hal ini saya agak berbeda sikap dalam mengantisipasi datangnya
"Kalasuba". Pertama, "Kalasuba" pasti akan tiba karena dalam setiap
chaos secara "build-in" ada potensi untuk kestabilan dan keteraturan.
Tetapi kestabilan itu belum tentu baik untuk kelangsungan kedaulatan
rakyat dan kedaulatan manusia yang sangat penting untuk emansipasi
kehidupan manusia secara jasmani, sosial, rohani, intelektual dan
budaya. Dalam sejarah kita mengenal kenyataan, bahwa setelah chaos
Revolusi Perancis, lahirlah kestabilan pemerintahan Napoleon yang
bersifat diktator. Tentu masih banyak lagi contoh semacam itu di
tempat lain dan di saat lain.
Kedua, harus ada usaha kita yang lain, tidak sekedar sabar dan
tawakal. Tetapi toh kita tidak menghendaki "Kalasuba" yang dikuasai
oleh diktator. Tidak pula yang dikuasai oleh kekuasaan asing seperti
di Timor Leste. Oleh karena itu kita harus aktif memperkembangkan
usaha untuk mendesak perubahan tata pembangunan, tata hukum dan tata
kenegaraan sehingga menjadi lebih baik untuk daya hidup dan daya cipta
bangsa.
Ketiga, situasi semacam itu tidak tergantung pada hadirnya Ratu Adil,
tetapi tergantung pada Hukum yang Adil, Mandiri, dan Terkawal.
Wassalam,
RENDRA
Cipayung Jaya, Depok
Hotel Quality, Jogya
(Pidato ini disampaikan di Balairung Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ketika penyair WS Rendra menerima gelar doktor honoris causa, pada Selasa 4 Maret 2008. Sengaja saya postingkan di blog ini, untuk renungan bagi kita semua)
Subscribe to:
Posts (Atom)