AWAL Februari lalu, mommy mendapat undangan ke Norwegia. Ini kepergiannya yang kedua ke negeri di pojok utara bumi itu. Ia datang untuk mengikuti acara dialog para pemuka media. Dari dialog ini diharapkan tercipta saling pengertian antar-berbagai pandangan di dunia.
Kita kan paham, cara pandang orang terhadap suatu peristiwa sering berbeda-beda, acap kali menimbulkan bencana. Contoh klasik yang sering diucapkan guru kita adalah soal air di dalam gelas. Orang bisa menyebutnya sebagai ‘’separuh isi’’ atau ‘’separuh kosong’’.
Contoh lebih serius, misalnya, menyangkut budaya kebebasan berpendapat. Kita di Indonesia biasanya sangat sensitif terhadap persoalan pornografi, agama, dan budaya. Sesableng-sablengnya otak, biasanya kita tidak akan berani menggambar wajah Nabi Muhammad, apalagi mengartunkannya.
Tapi di Denmark dan Belanda, atas nama kebebasan berpendapat, ada orang yang berani menggambarkan Nabi dalam karikatur. Memvisualkan Nabi saja sudah dosa. Apalagi menggambarkannya dengan niat buruk.
Berbagai perbedaan pendapat ini yang ingin dijembatani lewat dialog. Kalau dalam bahasa Pak Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri sekarang, untuk menciptakan keharmonisan antar-negara, tidak hanya diperlukan dialog antar-penguasa formal. Dialog antar-tokoh-tokoh masyarakat juga diperlukan. Istilahnya: double track diplomacy.
****
Tapi bukan isi pertemuan itu yang mau ditulis di blog ini. Kami mau bercerita, bahwa ketika mommy datang di Oslo, suhunya dingin sekali. Salju berserakan di mana-mana. Dan mommy pun jalan-jalan ke mana-mana, seantero Norwegia, untuk menikmati pemandangan salju, yang bak kapas putih itu.
Ia termasuk berkunjung ke Lillehammer, wilayah yang pernah menjadi tempat berlangsungnya olimpiade musim dingin pada 12-27 Februari 1994. Lintasan untuk luncuran salju bisa dijumpai, dan terawat dengan baik. Ia sempat berfoto dengan anggota tim nasional ski Norwegia.
Bisa dibayangkan, betapa Norwegia amat risau dengan pemanasan global. Kalau suhu di negeri itu memanas, 5° Celcius saja, salju akan mencair.
Kita kan paham, cara pandang orang terhadap suatu peristiwa sering berbeda-beda, acap kali menimbulkan bencana. Contoh klasik yang sering diucapkan guru kita adalah soal air di dalam gelas. Orang bisa menyebutnya sebagai ‘’separuh isi’’ atau ‘’separuh kosong’’.
Contoh lebih serius, misalnya, menyangkut budaya kebebasan berpendapat. Kita di Indonesia biasanya sangat sensitif terhadap persoalan pornografi, agama, dan budaya. Sesableng-sablengnya otak, biasanya kita tidak akan berani menggambar wajah Nabi Muhammad, apalagi mengartunkannya.
Tapi di Denmark dan Belanda, atas nama kebebasan berpendapat, ada orang yang berani menggambarkan Nabi dalam karikatur. Memvisualkan Nabi saja sudah dosa. Apalagi menggambarkannya dengan niat buruk.
Berbagai perbedaan pendapat ini yang ingin dijembatani lewat dialog. Kalau dalam bahasa Pak Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri sekarang, untuk menciptakan keharmonisan antar-negara, tidak hanya diperlukan dialog antar-penguasa formal. Dialog antar-tokoh-tokoh masyarakat juga diperlukan. Istilahnya: double track diplomacy.
****
Tapi bukan isi pertemuan itu yang mau ditulis di blog ini. Kami mau bercerita, bahwa ketika mommy datang di Oslo, suhunya dingin sekali. Salju berserakan di mana-mana. Dan mommy pun jalan-jalan ke mana-mana, seantero Norwegia, untuk menikmati pemandangan salju, yang bak kapas putih itu.
Ia termasuk berkunjung ke Lillehammer, wilayah yang pernah menjadi tempat berlangsungnya olimpiade musim dingin pada 12-27 Februari 1994. Lintasan untuk luncuran salju bisa dijumpai, dan terawat dengan baik. Ia sempat berfoto dengan anggota tim nasional ski Norwegia.
Bisa dibayangkan, betapa Norwegia amat risau dengan pemanasan global. Kalau suhu di negeri itu memanas, 5° Celcius saja, salju akan mencair.
Norwegia tidak akan lagi memiliki fasilitas untuk bersalju, serta tak akan ada tempat nyaman bagi beruang kutubnya. Repot kan?
Norwegia sendiri risau terhadap pemanasan global. Tahun lalu, perdana menterinya, datang ke Jakarta. Ia bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam jumpa pers berdua, Pak SBY bilang, salah satu agenda pertemuan adalah di bidang climate change, perubahan iklim. ‘’Kami sepakat untuk terus dengan intensif melaksanakan kerjasama bilateral dalam bidang ini, sekaligus menghadapi konferensi PBB tentang climate change yang akan dilaksanakan di Denpasar pada bulan Desember tahun ini,’’ kata Pak SBY.
Kalau mau dibicarakan lebih detail, sesungguhnya tidak gampang merumuskan kerjasama seperti apa yang bisa dilakukan. Indonesia dan Norwegia punya posisi berbeda. Norwegia adalah pengekspor minyak, sedang Indonesia pengimpor. Pembakaran minyak bumi yang berlimpah itulah yang dituding jadi biang pemanasan global. Saya pasang di sini gambar es di kutub utara yang longsor. Daratan es (betting) itu lebih besar dari Yogya lo...
Untuk mengatasi pemanasan global, pemerintah Norwegia membentuk komite. Salah satu rekomendasi komite itu mengatakan, Norwegia sebagai negara pengekspor minyak terbesar ketiga di dunia bisa mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga 80 persen sebelum tahun 2050 tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Mengurangi emisi ... adalah suatu hal yang penting, layak, dan amat murah,” kata Joergen Randers, profesor ekonomi di Norwegian School of Management yang mengepalai komite tersebut dalam suatu konferensi pers bersama dengan Helen Bjoernoy, Menteri Lingkungan Hidup.
Komite tersebut mengajukan 15 cara untuk memotong emisi gas rumah kaca hingga 50 – 80 persen pada tahun 2050 sebagai suatu upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Negara lainnya termasuk Inggris, Prancis, Swedia, dan Amerika Serikat (negara bagian California) juga berencana untuk mengurangi emisi dari sumber pembangkit tenaga listrik, industri, dan mobil di tahun-tahun mendatang.
Usaha pengurangan jangka panjang tersebut akan dilakukan dari tahun 2008-2012 yang akan melampaui 5,2% (rata-rata) pengurangan tingkat emisi tahun 1990, sebagaimana yang telah disetujui oleh 35 negara industri, termasuk Norwegia, di bawah Protokol Kyoto PBB.
Banyak pemerintah khawatir bahwa pemotongan tersebut akan menjadi beban yang besar, tetapi Randers mengatakan bahwa proposal komite tersebut akan memengaruhi GDP Norwegia pada tahun 2050 tidak lebih dari 0,5 % dibanding empat dekade lebih yang menggunakan ramalan tanpa ukuran iklim.
Sebagai tambahan, penghematan energi di sektor lain, termasuk pemanasan gedung yang lebih efisien, akan mengurangi beban biaya tersebut. Perkembangan pengendalian karbon dari sumber tenaga listrik juga bisa menciptakan tonggak baru dalam bidang teknologi bagi Norwegia.
Bjoernoy, Menteri Lingkungan Hidup mengatakan bahwa negara kaya dengan angka emisi per kapita yang tinggi seperti Norwegia memiliki “kewajiban moral” untuk bertindak terlebih dahulu, sebelum negara-negara berkembang seperti China melakukannya. Dia juga mengatakan bahwa Norwegia, negara pengekspor minyak nomor tiga di dunia dengan produksi sekitar 3 juta barel per hari, akan mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga mencapai target pada tahun 2012 berdasarkan protokol Kyoto, meskipun emisi gas rumah kacanya sekarang jauh di atas target 2012.
Kelompok lingkungan hidup dari “Yayasan Satwa Liar Dunia (World Wildlife Fund -WWF)” meminta pemerintah Norwegia untuk menerapkan saran-saran komite ini, dengan mengatakan bahwa perusahaan minyak di Norwegia seperti Statoil dan Norsk Hydro bahkan mendesar agar pemerintah mengambil tindakan untuk mengurangi pemanasan
****
Efek pemanasan global sebenarnya sudah kita rasakan. Saat ini hujan turun di waktu yang tak terduga. Di bulan kemarau, Mei, Juni, Juli, Agustus, misalnya, hujan deras masih turun. Orang Jawa menyebut ‘’Desember’’ sebagai ‘’gede-gedene sumber’’, alias saat sumur paling besar.
Tapi Desember tahun 2007 lalu, hujan belum mencapai puncaknya. Di kutub utara, beruang kutub juga mulai ketakutan. Cakarnya harus bertumpu pada daratan yang keras, akibat salju sudah mencair.
Tapi, meski Norwegia sudah ditimpa pemanasan global, bagi kita, suhunya tetap saja terasa membekukan. Sewaktu mommy ada di Oslo, Darrel menelepon mommy.
‘’Bagamana mom, enak nggak?’’
‘’Wah, dingin.. dingin sekali…’’
Mungkin lain kali harus berlatih dengan tinggal di dalam kulkas, sebelum ke Oslo….
Norwegia sendiri risau terhadap pemanasan global. Tahun lalu, perdana menterinya, datang ke Jakarta. Ia bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam jumpa pers berdua, Pak SBY bilang, salah satu agenda pertemuan adalah di bidang climate change, perubahan iklim. ‘’Kami sepakat untuk terus dengan intensif melaksanakan kerjasama bilateral dalam bidang ini, sekaligus menghadapi konferensi PBB tentang climate change yang akan dilaksanakan di Denpasar pada bulan Desember tahun ini,’’ kata Pak SBY.
Kalau mau dibicarakan lebih detail, sesungguhnya tidak gampang merumuskan kerjasama seperti apa yang bisa dilakukan. Indonesia dan Norwegia punya posisi berbeda. Norwegia adalah pengekspor minyak, sedang Indonesia pengimpor. Pembakaran minyak bumi yang berlimpah itulah yang dituding jadi biang pemanasan global. Saya pasang di sini gambar es di kutub utara yang longsor. Daratan es (betting) itu lebih besar dari Yogya lo...
Untuk mengatasi pemanasan global, pemerintah Norwegia membentuk komite. Salah satu rekomendasi komite itu mengatakan, Norwegia sebagai negara pengekspor minyak terbesar ketiga di dunia bisa mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga 80 persen sebelum tahun 2050 tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Mengurangi emisi ... adalah suatu hal yang penting, layak, dan amat murah,” kata Joergen Randers, profesor ekonomi di Norwegian School of Management yang mengepalai komite tersebut dalam suatu konferensi pers bersama dengan Helen Bjoernoy, Menteri Lingkungan Hidup.
Komite tersebut mengajukan 15 cara untuk memotong emisi gas rumah kaca hingga 50 – 80 persen pada tahun 2050 sebagai suatu upaya untuk mengatasi perubahan iklim. Negara lainnya termasuk Inggris, Prancis, Swedia, dan Amerika Serikat (negara bagian California) juga berencana untuk mengurangi emisi dari sumber pembangkit tenaga listrik, industri, dan mobil di tahun-tahun mendatang.
Usaha pengurangan jangka panjang tersebut akan dilakukan dari tahun 2008-2012 yang akan melampaui 5,2% (rata-rata) pengurangan tingkat emisi tahun 1990, sebagaimana yang telah disetujui oleh 35 negara industri, termasuk Norwegia, di bawah Protokol Kyoto PBB.
Banyak pemerintah khawatir bahwa pemotongan tersebut akan menjadi beban yang besar, tetapi Randers mengatakan bahwa proposal komite tersebut akan memengaruhi GDP Norwegia pada tahun 2050 tidak lebih dari 0,5 % dibanding empat dekade lebih yang menggunakan ramalan tanpa ukuran iklim.
Sebagai tambahan, penghematan energi di sektor lain, termasuk pemanasan gedung yang lebih efisien, akan mengurangi beban biaya tersebut. Perkembangan pengendalian karbon dari sumber tenaga listrik juga bisa menciptakan tonggak baru dalam bidang teknologi bagi Norwegia.
Bjoernoy, Menteri Lingkungan Hidup mengatakan bahwa negara kaya dengan angka emisi per kapita yang tinggi seperti Norwegia memiliki “kewajiban moral” untuk bertindak terlebih dahulu, sebelum negara-negara berkembang seperti China melakukannya. Dia juga mengatakan bahwa Norwegia, negara pengekspor minyak nomor tiga di dunia dengan produksi sekitar 3 juta barel per hari, akan mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga mencapai target pada tahun 2012 berdasarkan protokol Kyoto, meskipun emisi gas rumah kacanya sekarang jauh di atas target 2012.
Kelompok lingkungan hidup dari “Yayasan Satwa Liar Dunia (World Wildlife Fund -WWF)” meminta pemerintah Norwegia untuk menerapkan saran-saran komite ini, dengan mengatakan bahwa perusahaan minyak di Norwegia seperti Statoil dan Norsk Hydro bahkan mendesar agar pemerintah mengambil tindakan untuk mengurangi pemanasan
****
Efek pemanasan global sebenarnya sudah kita rasakan. Saat ini hujan turun di waktu yang tak terduga. Di bulan kemarau, Mei, Juni, Juli, Agustus, misalnya, hujan deras masih turun. Orang Jawa menyebut ‘’Desember’’ sebagai ‘’gede-gedene sumber’’, alias saat sumur paling besar.
Tapi Desember tahun 2007 lalu, hujan belum mencapai puncaknya. Di kutub utara, beruang kutub juga mulai ketakutan. Cakarnya harus bertumpu pada daratan yang keras, akibat salju sudah mencair.
Tapi, meski Norwegia sudah ditimpa pemanasan global, bagi kita, suhunya tetap saja terasa membekukan. Sewaktu mommy ada di Oslo, Darrel menelepon mommy.
‘’Bagamana mom, enak nggak?’’
‘’Wah, dingin.. dingin sekali…’’
Mungkin lain kali harus berlatih dengan tinggal di dalam kulkas, sebelum ke Oslo….
No comments:
Post a Comment