Search This Blog

Saturday, October 15, 2005

Naik Becak

JAKARTA sudah dibebaskan dari becak sejak 1985. Itu peraturan yang ditetapkan Pemerintah DKI Jakarta. Tapi, peraturan itu tak berjalan mulus. Penerapannya berliku-liku, sampai membutuhkan operasi penertiban. Barangkali baru pada 1992 Jakarta bisa dikatakan benar-benar bebas dari becak.

Di awal karier saya sebagai wartawan Tempo, saya pernah meliput operasi penertiban becak yang cukup berdarah-darah, di Jakarta Utara. Tepatnya di wilayah Pluit. Becak-becak yang tengah berkumpul diserbu, digaruk, lalu diangkut ke atas truk petugas. Abang becak yang marah melawan. Menggunakan batu, kayu, pentungan, mereka merangsek petugas. Terjadi perkelahian. Tapi, abang becak kalah. Si roda tiga tetap diangkut, dirumponkan.


Rumpon? Ini merupakan kawasan berupa gundukan, gumpalan, bisa berupa karang atau material lain, tempat ikan mencari makan. Becak-becak itu dibuang, agar memancing pertumbuhan karang. Diharapkan ikan di perairan Jakarta membanyak lagi.



Kini, hampir tak mungkin menemukan becak di DKI Jakarta. Tapi, kalo Anda kangen naik becak, datanglah ke kawasa Pondokgede, wilayah perbatasan Bekasi-Jakarta. Di jalanan dekat komplek tempat tinggal saya, becak masih berseliweran. Hanya saja, nasibnya mengenaskan. Mereka tidak digusur oleh aparat, melainkan kalah bersaing melawan ojek. Ia harus terengah-engah melewati jalan yang hancur lebur.

Kasihan, daerah pinggiran selalu tak terurus. Jakarta merasa, ini wilayah Bekasi. Pemerintah Bekasi merasa, ini wilayah Jakarta. Hasilnya, jalanan makin berlobang-lobang....

Sesekali, becak masuk kompleks, untuk disewakan. Dayen dan Ain, ini puteranya Pak Harry tetangga rumah, naik si roda tiga. Mur, yang biasa mengasuh Dayen, yang nggenjot. Asyik…. Ongkosnya tidak mahal kok. Hanya sekitar Rp 2000, untuk keliling komplekas. Itu kalo yang nggenjot memang si abang betul.

Kalo yang ngayuh mbak Mur? ya gratis....


Di Malioboro, Yogyakarta, becak masih menjadi angkutan utama. Lebaran tahun lalu, mommy dan Dayen main ke Malioboro. Saya mengantar mereka dengan mobil Kijang punya Eyang Kakung. ‘’Aku pulangnya pake becak saja, Yah,’’ kata mommy.

Di sepanjang jalan menuju Malioboro, Dayen ngomel terus. Kalimatnya ''huhuhuhu''
Maklum, ia belum bisa bercakap, satu patah pun. Kata lainnya hanya ''mamamma... mamama..'' Mommy sampe khawatir, ini kok belum bisa ngomong ya...

Di jalan, kami dipaksa nyanyi:
''aku mau tamasya/berkeliling-keliling kota/hendak melihat-lihat/keramaian yang ada/aku panggilkan BECAK/kereta tak berkuda/becak-becak/coba bawa saya/. Kalo diam, ia protes. Kami dipaksa nyanyiiii lagi. Sampe gempor.

Kata becak ini rupanya sangat berkesan bagi Dayen. Tiba-tiba ia berkata, ''bbbeeccccaak''.
Mommy kaget.
Saya juga kaget.
''Hehhh, akhirnya anakku bisa ngomong juga..'' kata Mommy.
''Tapi kok becak yaa??? Apa ia mau jadi juragan becak?'' tanya saya.
''Mungkin mau jadi eksportir becak..''
Apapun, sejak itu, Dayen lancar berucap.

Kalimat becak ia ulang-ulangi. Karena, di Malioboro, becak berseliweran. Malioboro memang kawasan wisata, yang menyediakan dua jalur untuk becak dan delman. Di hari libur panjang, seperti idul fitri, tahun baru, kawasan yang cuma ''sejengkal'' ini ramenya bukan kepalang. Macet. Cari tempat parkir juga susah.



Maka, Mommy dan Dayen pun naik becak. Sepanjang jalan, Dayen ngecuprus, nggak jelas isinya. Maklum, waktu itu, ia belum bisa bercakap.

Kini, kalau Anda kangen pada becak, ada baiknya lagu ‘’Abang Becak’’ ini dilantunkan. Lupa syairnya? Ini dia, semoga masih ingat bagaimana menyanyikannya.

Abang Beca

Abang beca, abang beca di tengah jalan,
Cari muatan untuk mencari makan,
Putar putar, putar putar kaki mengayuh,
Pergi jauh teringat pun lalu jatuh,
Dari pagi hingga matahari terbenam,
Barat timur selatan serta utara,
Hujan panas tiada melintangi nya,
Abang beca, abang beca, abang beca,
ca,ca,ca.

1 comment:

Anonymous said...

e4r68c2t75 z4c74a4y79 t4b55t9m92 t1v71a8j88 o8v30m9l79 t5h32b0d59