Situs Iwan Qodar Himawan - Uni Lubis - Darrel Cetta. Iwan, terakhir bekerja di GATRA. Uni, wartawan, pernah di Warta Ekonomi, Panji Masyarakat, TV7, kini di Antv. Darrel, murid Embun Pagi Islamic International School, Jakarta Timur. Website of The Family of Iwan Qodar Himawan-Uni Lubis-Darrel Cetta. Iwan, journalist. Now running his own company. Uni, journalist, now working for Antv, Jakarta based private TV Station. We live in Permata Timur, Jaticempaka, Pondokgede, Indonesia.
Search This Blog
Thursday, November 16, 2006
Menguber Biang Demam
HARI Minggu pagi, 12 November 2006 lalu, rumah kami terasa putih. Bukan karena salju bawaan dari Bandung masih menempel. Hari itu Pak RT punya program cukup penting, penyemprotan nyamuk demam berdarah.
Dua jam sebelum acara dimulai, Mommy sudah ribut. Ia menyuruh mbak Minah dan mbak Mur menyingkirkan semua makanan dan peralatan makan-minum dari atas meja ke dalam lemari, dan ditutup rapat. Ia juga sibuk menyiapkan masker, untuk menutup mulutnya Darrel.
Tumben, kali ini ia suka rela ‘’tutup mulut’’. Soalnya, mommy melontarkan kalimat-kalimat yang menakutkan. ‘’Awas, kalau tidak pakai masker, obatnya bisa masuk mulut… bahaya…’’
****
Menyemprot nyamuk hampir menjadi hal rutin setiap beberapa bulan, terutama di musim hujan. Kali ini, meski kemarau masih melanda Jakarta dan sekitarnya, si begundal aedes aegepty harus diuber karena –menurut kabar—sudah makan korban. Ada anak di luar kompleks yang sakit demam berdarah.
Maka diundanglah petugas untuk menyemprot nyamuk, dari rumah ke rumah. Termasuk ke Permata Timur Blok JJ/3 Jaticempaka, tempat kami bermukim.
Petugas datang jam 10-an. Ia langsung menyemprot di taman belakang. Setelah itu, ia masuk ke kamar tidur utama. Gudang, garasi, dapur, semuanya disemprot. Bahkan teras depan dan tamannya, juga ikut ditembak.
*****
Menguber nyamuk aedes aegepty, yang jadi penular sakit demam berdarah, sebenarnya sangat simpel. Dalam bahasa pemerintah, kegiatannya diberi nama ”3M”, yakni ”menguras”, ”menutup”, dan ”mengubur”. Menguras yaitu melakukan pengurasan secara teratur seminggu sekali tempat penampungan air bersih.
Menutup adalah menutup rapat-rapat tempat penampungan air bersih. Dan mengubur, yang dimaksudkan adalah mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik, dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan hingga menjadi sarang nyamuk.
Wartawan Pikiran Rakyat, Bandung, Marsis Santoso, dalam artikelnya di Pikiran Rakyat 17 Januari tiga tahun lalu menulis, siapa pun yakin tidak ada yang sulit untuk melakukan kegiatan tiga ‘’M’’. Tidak perlu biaya dan kalaupun harus dikeluarkan hanya sedikit tenaga. Namun, apakah orang mau melakukannya? Di sini memang problemanya.
Kendati sejak 1998, Departemen Kesehatan pernah membuat klip program kampanye penanggulangan demam berdarah dengan menggunakan bintang film/sinetron populer Rano ”Si Doel” Karno yang rajin tayang di televisi, rasanya orang lebih terpikat dengan akting sang bintang. Apakah pemirsanya mau mengikuti dan melaksanakan anjurannya, masih perlu dipertanyakan.
Terbukti, penyakit demam berdarah atau Demam Berdarah Dengue (BDB) masih sering mewabah. Seperti yang tengah melanda Desa Sengon Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes, Jawa Tengah belakangan ini. Bahkan, karena telah merenggut nyawa 8 anak-anak dalam sebulan terakhir (Pikiran Rakyat, 15/1), hampir setiap orang tua di desa itu dibuat panik berlebihan setiap salah seorang atau lebih dari anaknya menderita panas dan demam. Mereka takut anak-anaknya akan sama nasibnya dengan kedelapan anak yang telah meninggal akibat gigitan nyamuk Aedes aegypty itu.
Setelah menjadi wabah seperti itu, menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes Dr. H. Laode Budiono, M.P.H., warga desa yang terkena maupun desa-desa sekitarnya langsung berbondong meminta dilakukan fogging (pengabutan) atau penyemprotan dengan menggunakan campuran Malathion 4% dan solar. ”Karena masyarakat menganggap, penyemprotan merupakan satu-satunya senjata pamungkas. Ada kasus demam berdarah, asumsi masyarakat berarti harus ada fogging,” ujarnya.
Padahal dalam upaya penanggulangan demam berdarah dewasa ini, pengabutan hanyalah upaya penanggulangan sesaat dan tidak memiliki efek pencegahan.
Alasannya, nyamuk-nyamuk yang mati akibat terkena semprotan hanya nyamuk Aedes aegypty dewasa saja. Sementara itu, jentik dan kepompong sebagai stadium nyamuk yang hidup di tempat berair tidak tersentuh. Oleh karena itu, efek pengabutan akan hilang bersama hilangnya kabut insektisida yang disemprotkan. Selama penderita DBD masih ada dalam wilayah tersebut, nyamuk baru yang muncul kemudian dari kepompong tetap memunyai kesempatan mengisap darah penderita DBD yang masih ada dan penularan akan tetap berlangsung.
Diakui Laode, bila pengabutan dilakukan berulang kali dengan frekuensi teratur, memang akan menekan kepadatan populasi nyamuk. Akan tetapi, setelah pengabutan dihentikan, populasi nyamuk akan kembali meningkat. Di sisi lain, pengabutan di era krisis seperti sekarang ini dihadapkan pada banyak kendala. Pengabutan memerlukan biaya yang tidak sedikit, terutama dalam pengadaan insektisida. Gambarannya, satu kali pengabutan dengan jangkauan wilayah yang tidak terlalu luas biaya yang diperlukan Rp 150.000,00 per liter.
”Karenanya, dengan program penanggulangan DBD di Kabupaten Brebes yang saat ini sumber dananya dari Dana Alokasi Umum (DAU), yang pada tahun 2001 anggarannya cuma sebesar Rp 12,2 juta dan naik menjadi Rp 15 juta untuk tahun 2002, sulit bagi Dinkes untuk bisa meliputi 295 desa dan kelurahan yang ada,” kata Laode menambahkan.
******
Kabupaten Brebes merupakan daerah endemi DBD. Pada tahun 2001, terdapat 17 desa endemis di 7 kecamatan yakni Jatibarang, Ketanggungan, Larangan, Bulakamba, Wanasari, Tanjung, dan Brebes. Jumlah kasus sebanyak 120 penderita dengan 8 orang di antaranya meninggal. Dari data itu diperoleh kesimpulan, angka kesakitan sebesar 7 per 100.000 penduduk. Dari sisi ini tergolong baik karena target nasional 20 penderita per 100.000 penduduk. Namun, dari sisi angka kematian (case fatality rate) yang mencapai sebesar 6,7%, bisa dikatakan kurang baik karena target nasionalnya kurang dari 1%. Adanya kasus wabah di Desa Sengon yang terjadi awal tahun ini dan menyebabkan 8 orang penderitanya meninggal, mengisyaratkan bahwa DBD diam-diam terus menelan korban.
Untuk itu, Ka Dinkes Laode Budiono kembali menegaskan, kini sudah saatnya orientasi penanggulangan DBD mesti berubah. Program penanggulangan DBD yang selama ini cenderung pada upaya pemberantasan nyamuk dewasanya saja, sementara aspek pencegahan dengan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) belum mendapatkan perhatian sungguh-sungguh. Padahal, justru PSN merupakan kegiatan yang efektif dan efisien hanya belum secara utuh diketahui masyarakat sebagai langkah penanggulangan DBD yang benar.
”Asumsi ini bisa saja keliru. Tetapi, jika mengkaji beberapa surat usulan dari masyarakat untuk kegiatan pengabutan masih menunjukkan ketidaktahuan masyarakat terhadap upaya penanggulangan DBD. Misalnya saja, ada surat dari seorang kepala desa yang meminta agar wilayahnya segera diberikan pengabutan dengan alasan di wilayahnya banyak air kotor yang tergenang. Alasan ini bisa dikatakan kontradiktif, mengingat nyamuk Aedes aegypty lebih suka bertelur dalam bejana dengan air yang relatif jernih bahkan yang tidak kontak dengan tanah,” kata Laode.
Pemberantasan sarang nyamuk pada dasarnya menganut prinsip-prinsip dalam pencegahan DBD. Yakni kemampuannya untuk memutuskan rantai penularan karena daur hidup Aedes aegypty tidak akan pernah tercapai. Jadi pada gilirannya mampu menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypty. Pemberantasan sarang nyamuk akan menjadi sangat berarti jika dilaksanakan satu kali dalam seminggu, dengan maksud agar daur hidup nyamuk yang berlangsung 7-10 hari tidak tercapai sehingga nyamuk tidak sempat menjadi dewasa.
Memang banyak kendala yang menyertai upaya pencegahan ini. Akan tetapi, paling tidak sudah ada agenda nasional yaitu ”Bulan Gerakan 3M” yang telah dicanangkan sejak 24 April 1998. Tinggal bagaimana masyarakat menyikapinya untuk meningkatkan kualitas dan konsistensi gerakan kebersihan tersebut.
Menurut Dr. H. Laode Budiono M.P.H., pendekatan reward and punishment dapat saja diterapkan dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk. Misalnya, bila ada rumah yang bebas jentik nyamuk Aedes aegypty maka oleh warga masyarakat lainnya akan diberikan ”penghargaan”. Begitu pun sebaliknya, layak diberikan ”hukuman” pada warga yang rumahnya banyak jentik nyamuk Aedes aegypty-nya. Bentuk-bentuk penghargaan maupun hukuman tersebut dapat disepakati bersama oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
Dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, hendaknya masyarakat sendiri yang melaksanakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya. Sementara itu, petugas kesehatan hanyalah bertindak sebagai pendorong saja. Hanya dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, masyarakat masih perlu meminta bantuan petugas kesehatan yang memunyai data mengenai Demam Berdarah dengue. Petugas kesehatan akan menentukan ”Bulan Gerakan 3 M” sebaiknya dilakukan. Jadi, menguras, menutup, dan mengubur sebagaimana disarankan Rano ”Si Doel” Karno lewat kampanye ”Gerakan 3 M” memang satu-satunya cara untuk menghindar dari ancaman demam berdarah**
******
Mau 3M, atau M3, tidak jadi masalah. Tapi, lebih penting dari itu adalah bagaimana menjaga pola hidup bersih, sehingga si nyamuk tidak punya tempat untuk bermukim….
Dunia Salju Isinya Es Batu
DI halaman parkir Bandung Super Mall, dekat kampus Seskoad Bandung, ada ‘’Snow World’’. Bahasa Indonesianya: dunia salju. Bahasa Sundanya? Kurang jelas, tapi mungkin Ice Juice… Di Bandung Tourism, ada infonya.
Melihat namanya, kesannya amat sensasional. Di Bandung yang terik menyengat, ada salju. Maka, begitu selesai bermain di ‘’Alam Fantasi’’ Bandung Supermall, mommy mengajak Darrel berjalan ke tempat parkir, masuk ke Snow World alias Ice Juice itu.
Harganya cukup mahal. Untuk anak-anak, Rp 25.000. Untuk orang dewasa, Rp 35.000. Hampir Rp 100.000 hanya untuk merasakan dinginnya cuaca plus hembusan salju. Si ‘’dunia salju’’ itu terletak di barak, mirip tempat pengungsian. Luasnya kira-kira 500 meter persegi.
****
Mommy membeli tiga tiket. Antrenya lumayan, sekitar 10 menit. Sebelum masuk, kita diberi jaket warna merah, yang harus dikembalikan begitu keluar dari ruangan ‘’bersalju’’.
Semula saya mau mencoba untuk tidak usah memakai jaket. Ternyata tidak bisa. Begitu masuk ke ruangan, langsung terasa dinginnya minta ampun… Bakat reumatik saya terbukti. Tangan saya langsung ngilu-ngilu. Gigi ikut linu.
Yang namanya dunia salju ini ternyata ya dunia bohong-bohongan. Lebih pas bila disebut sebagai dunia es batu. Begitu masuk, kita akan melihat patung macan, garuda, gajah, juga puteri duyung, yang semuanya dari es batu. Di kiri kanan gedung terlihat lobang-lobang cukup besar, sekitar 75 cm, tempat mesin pendingin menghembuskan hawa ademnya.
Saya tidak tahu kenapa penyelenggara menyebutnya sebagai ‘’Dunia Salju’’, bukan ‘’Dunia Es Batu’’. Tapi kalau mau mencari dingin saja, ya pas. Karena memang menyengat banget dinginnya.
Saya betul-betul tidak tahan. Baru masuk sebentar, sudah ingin mencari jalan darurat untuk keluar. Mommy juga begitu. Tapi Darrel tenang saja. Sekali-kali ia ketawa sambil mencopot jaketnya. Walah.
‘’Eh, Darrel. Ayo pake jaket…’’ teriak mommy.
Yang diteriaki malah tersenyum, sambil melarikan diri…
*****
Ini bukan ‘’Dunia Salju’’ yang pertama di Indonesia. Kompas 31 Desember 2005 menulis berita ‘’Sensasi Titik Beku Dunia Salju’’. Ini kisah pengalaman wartawannya yang berkelana ke dunia salju di Dunia Fantasi, Ancol, Jakarta. Tulisannya sebagian saya muat di sini:
Tak perlu jauh-jauh ke Eropa, Amerika, atau daerah kutub untuk menikmati pemandangan serba es dan hujan salju. Kini, suasana itu telah hadir di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta. Ice World, nama tempat itu, mulai membius warga Ibu Kota. Sayang, seperti arena lain di Ancol, harga tiketnya tidak murah untuk kocek rakyat kecil.
Bukan berarti ada perubahan iklim jika salah satu tempat di Pantai Carnaval, Ancol, tiba-tiba bersuhu di bawah nol derajat Celsius. Pada suhu seperti itu, napas yang terembus melalui hidung atau mulut menyemburkan buih tipis. Kulit yang tak terlindungi terasa mengeras, membeku, dan seperti mau pecah.
Suasana tidak lazim untuk penduduk di negeri tropis itu justru menjadi magnet bagi ribuan warga Ibu Kota guna memadati Ice World, sejak dibuka 23 Desember lalu. Seperti pada hari Jumat (30/12), antrean pengunjung tampak mengular panjang di depan pintu masuk. Lapangan dan kiri-kanan jalan di sekitar taman hiburan itu penuh dengan mobil pengunjung.
Begitu padatnya pengunjung siang itu, Marketing Manajer Ice World Waylan Gerung sempat cemas karena tiket mulai habis. Menurut dia, beberapa hari terakhir pengunjung terus meningkat. Dari 1.000, 1.500, 2.000, hingga 3.400 orang per hari.
Seperti namanya, Ice World (dunia salju) menawarkan suasana alam dan pemandangan serba es. Di dalam ruangan seluas 1.200 meter persegi, setiap pengunjung bisa merasakan suhu di bawah titik beku, yakni berkisar minus 10-15 derajat Celsius. Pada suhu ini pengunjung harus memakai jaket tebal yang telah disediakan pengelola.
Sambil merasakan embusan suhu sangat dingin, seperti lazimnya di negara-negara Eropa atau Amerika pada musim dingin, pengunjung disuguhi pahatan-pahatan es berbentuk obyek-obyek dari tujuh keajaiban dunia, seperti Istana Taj Mahal (India), Menara Eiffel (Paris, Perancis), Istana Kaisar China di Kota Terlarang, kereta Narnia, papan seluncur es, serta ikan keberuntungan. Tidak ketinggalan, juga guyuran butiran-butiran putih hujan salju.
Seperti diakui sejumlah pengunjung, semuanya mendatangkan sensasi tersendiri mengingat mereka umumnya belum pernah mengalami suasana iklim tersebut. Kami jadi tahu rasanya tinggal di negara-negara yang mengalami hujan salju. Dingin banget, menggigil, tapi menyenangkan, kata Bobby (12). Kayak di negara kutub aja, timpal Dio (9), saudaranya.
Kami pernah tinggal setahun di Perth, Australia, tapi belum pernah mengalami suasana seperti ini, ujar Yanti (31), warga Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang membawa serta anaknya yang berusia tiga tahun.
Pemahat Harpin
Pahatan es dalam beraneka bentuk itu terlihat semakin indah karena muncul cahaya berwarna-warni dari dalam es. Menurut Waylan, inilah yang membedakan Ice World Ancol dari Ice World serupa di Barcelona (Spanyol), Auckland (Selandia Baru), Sidney (Australia), Ho Chi Minh City (Vietnam), Manila (Filipina), serta Kuala Lumpur dan Malaka (Malaysia).
Di sini semua lampu itu tertanam di dalam es. Di luar negeri, pencahayaan berupa lampu sorot, ujar Waylan. Lampu es berwarna-warni itu tampak dominan dengan pengaturan cahaya dalam ruangan yang sedemikian rupa. Pahatan-pahatan es bertahan pada bentuknya berkat pengaturan suhu ruangan yang digerakkan 12 mesin.
Keindahan pahatan es tersaji di hadapan pengunjung berkat keahlian pemahat dari Harpin, daerah di China bagian utara. Satu di antara mereka, menurut Waylan, adalah juara dunia pemahat tahun 2005 di Belgia. Selama bulan Desember, pengunjung bisa juga menikmati kemahiran para pemahat itu dalam membentuk balok-balok es.
Untuk membentuk pahatan-pahatan es itu, pengelola mendatangkan tak kurang dari 480 balok es. Balok-balok es dipilih dari sejumlah pabrik es yang bebas dari kotoran untuk menghasilkan pahatan es sempurna, tanpa ternoda kotoran.
****
Mau ke mall atau mau ke Dunia Fantasi, silakan. Bebas pilih. Yang jelas, kondisi fisik harus prima. Kalau kita lagi sakit gigi, lagi pusing, atau perut mual, masuk ke dunia es batu sungguh tidak nyaman.
Yang tak kalah penting, jangan lupa membawa dompet dengan isi tebal.
Thursday, November 09, 2006
Taman Pintar Yogya
DI Yogyakarta, ada tempat wisata baru untuk anak-anak. Namanya Taman Pintar. Lebaran lalu, ayah dan Darrel main ke tempat di sebelah timur Benteng Vredeburg ini. Tiga puluh tahun lalu, saya sering main ke tempat lokasi Taman Pintar ini, sewaktu masih menjadi toko buku bernama ‘’Shopping Center Sasana Triguna’’.
Pak Herry Zudianto, walikota Yogya sekarang, menggagas lahirnya Taman Pintar. Saya teringat sewaktu dua tahun lalu bertemu beliau di Hotel Sahid, Jakarta. Pak Herry sedang menginap di situ, ketika itu. Ia bercerita, Yogyakarta sebagai kota pelajar ternyata malah tidak punya tempat wisata pendidikan. Ia mengangankan lahirnya Taman Pintar, yang diharapkan bisa menambah mencorong citra Yogya sebagai kota pelajar.
Pak Herry kemudian menggandeng berbagai lembaga untuk mengisi Taman Pintar. Ada pabrik susu Sari Husada, Excelcomindo, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Jangan kaget kalau main ke Taman Pintar, di situ ada berbagai baliho nampang. Saya memandang ini merupakan bukti kecerdikan Pak Wali.
****
Di situs www.tamanpintar.jogja.go.id, om, tante, eyang dan opung, bisa menyaksikan konsep lahirnya Taman Pintar. Kalimat di situs ini bunyinya filosofis banget: ‘’Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, adalah sesuatu yang seharusnya disyukuri karena menjanjikan kemudahan bagi peningkatan peradaban manusia. Akan tetapi perkembangan ilmu pengetahuan juga menyembunyikan tantangan berupa sikap manusia atas laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.’’
Lanjutnya: ‘’Program pembangunan Taman Pintar secara umum terbagi dalam perencanaan secara umum, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta perencanaan dan pelaksanaan materi isi. Perencanaan materi isi mempunyai arahan untuk dapat menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada keseluruhan kelompok sasaran. Pendekatan untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui berbagai media dengan tujuan meningkatkan apresiasi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.’’
Secara garis besar materi isi Taman Pintar terbagi menurut kelompok usia dan penekanan materi. Menurut kelompok usia terbagi atas usia tingkat pra sekolah hingga taman kanak - kanak dan sekolah dasar hingga sekolah menengah, sedangkan menurut penekanan materi diwujudkan dalam interaksi antara pengunjung dengan materi yang disampaikan melalui anjungan yang ada.
****
Tiga perusahaan pengusung teknologi informatika, IBM Indonesia, Cisco Indonesia, dan PT Excelcomindo Pratama Tbk, ikut membiayai lahirnya Taman Pintar. Juli tahun lalu, ketiga perusahaan ini menggalang kerja sama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta membangun 'Taman Pintar.'
'Taman pintar' dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi anak-anak dan masyarakat umum di Yogyakarta sebagai tempat untuk mengekspresikan, mengkreasi, serta belajar ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rencananya, dalam 'Taman Pintar' itu akan disediakan berbagai fasilitas seperti warung informasi teknologi, radio anak, warung internet, ruang eksibisi, serta ruang pertemuan.
Kelompok sasaran dari program pembangunan 'Taman Pintar' adalah anak-anak dari usia pra-sekolah hingga tingkat sekolah menengah. Rentang usia kelompok sasaran ini dipilih karena dipandang sebagai generasi penerus bangsa yang potensial untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Direktur Komersial Excelcomindo Pratama (XL) Joy Wahjudi mengatakan, untuk mendukung 'Taman Pintar' ini perseroan akan menyediakan koneksi internet dengan kecepatan akses 64 kilo byte per second dan mengisi content berbasis teknologi informasi.
*****
Kementerian Negara Riset dan Teknologi juga membantu dengan menyerahkan alat peraga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pada 12 Desember 2005. Taman Pintar ini merupakan Pusat Peragaan Iptek di Yogyakarta sebagai salah satu sarana pembelajaran Iptek luar sekolah.
Kementerian Ristek menyediakan paket alat peraga listrik yang terdiri dari : Halilintar (yang berfungsi untuk menjelaskan kepada anak-anak tentang proses terjadinya halilintar); Bola Listrik (berfungsi untuk menjelaskan pola kilatan bunga api listrik akibat proses ionisasi); Generator Pedal (berfungsi untuk menjelaskan prinsip kerja generator yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik); dan Generator Van de Graff (berfungsi untuk menjelaskan timbulnya listrik statis).
Tak gampang untuk menjelaskan kepada para murid ihwal berbagai fenomena ilmu pengetahuan di atas. Maka disarankan agar orang tua mendampingi anak-anaknya melihat Taman Pintar..
"Para orangtua siswa di samping mendampingi putra-putri mereka ke Taman Pintar sekaligus bisa mendapat semacam bimbingan konseling mengenai tumbuh kembang anak," kata Pak Suparno, pejabat yang mengurusi Taman Kanak-kanak di Yogya.
Pak Suparno merencanakan, 215 TK di Yogya datang bergiliran ke Taman Pintar. "Hanya saja, untuk biaya selain penggunaan fasilitas playground yang gratis, sepertinya akan dibebankan ke sekolah dulu. Berat jika pemerintah kota menanggung bagi 215 TK yang ada di wilayahnya," tuturnya.
Suparno mengemukakan, pemanfaatan Taman Pintar sebagai tempat rekreasi edukatif dengan sistem kunjung yang terjadwal lebih mudah dilakukan kepada siswa TK ketimbang anak yang belum menginjak bangku TK. Selain sekolah lebih mudah mengawasi, siswa TK juga lebih mampu melakukan kegiatan mandiri.
*****
Tapi, mohon berhati-hati kalau membawa anak ke Taman Pintar. Saya pernah ke Dunia Fantasi, Taman Safari, juga Kota Fantasi di Bandung Supermall. Kalau dibandingkan, tampak Taman Pintar kedodoran. Misalnya saja, WC-nya cuma ada dua. Ketika Darrel kebelet pipis, dia saya suruh ngampet dulu. La antreannya saja sepuluh orang.
Waktu mau berteduh, walah, susahnya… Semua tempat sudah keisi. Walhasil, ya kita harus tahan-tahan berpanas-panas.
Lebih repot lagi, pengamanan untuk anak juga jadi masalah. Salah satu favorit anak-anak, termasuk Darrel, adalah menaiki jaring-jaring tali untuk menggapai jembatan gantung. Susah lo untuk menaiki tali yang dianyam menjadi seperti net volley itu.
Tingginya sekitar 2,5 meter. Kalau jaringnya masih utuh, gampang bagi anak-anak untuk naik. Sayangnya tali di baris kedua dari atas sudah hilang. Walhasil, terdapat lobang besar. Darrel hampir jatuh. Kalau jatuh beneran wah… bisa repot..
Anehnya, tidak ada petugas yang menunggu. Hampir semua arena permainan dibebaskan. Tak ada satu pun petugas yang menunggui.
***
Kalau ada kekurangan, harap dimaklumi. Yang jelas, kalau mau ke Taman Pintar, ya siap-siap saja untuk capek menunggui buah hati. Lebih bagus perginya berdua, biar bisa gantian nunggu anak. Kalau sendirian, dijamin lumayan melelahkan.
Saya merasa amat lelah, sepulang dari Taman Pintar. Sebaliknya Darrel. Ia tetap saja gembira, tertawa, dan terus bermain-main. Tanpa capek.
Maklumlah, kalori yang tersimpan di perutnya saja amat berlimpah ruah…
Wednesday, November 01, 2006
Lebaran 1427 H
LEBARAN ini, keluarga kami terpisah menjadi dua kubu. Kubu Senin dan kubu Selasa. Kubu Senin artinya ada kelompok yang berlebaran pada Senin 3 Oktober 2006. Kelompok ini anggotanya dua: ayah dan mommy. Kubu Senin lebih banyak pasukannya: Tante Agus, Mbak Mur, Sugeng, Opung, dan Eyang.
Darrel ikut siapa?
Tak jelas kubunya. Karena ia juga belum salat. Berdoa saja paling baru bisa ‘’Bismillalohmanilohim... Allahuakban...’’. Di usianya yang ke-3,5 tahun, ia belum bisa bilang ‘’r’’ dengan baik. Mohon dimaafkan kalau ia belum bisa melafalkan ‘’bismillahirrahmanirrahiim dan Allahu Akbar’’ dengan baik.
Pagi itu, ketika saya dan mommy sibuk berbenah untuk salat Idul Fitri, Darrel masih terlelap. Ia nyenyak di kamarnya. Tante Agus, Mbak Mur, dan Sugeng, juga masih di kamar. Dan Mbak Minah? Ia sudah ada di Purwokerto, pagi itu.
Saya dan mommy sudah sejak awal membuat keputusan: akan mengikuti jadwal idul fitri dan jadwal puasa mengikuti agenda PP Muhammadiyah. Mohon dimaklumi, di dompet saya ada kartu anggota Muhammadiyah. Sedang di dompet mommy yang hilang, ada kartu Aisyiyah.
***
Maka, di Senin pagi itu, kami –ayah dan mommy—bergegas Salat Idul Fitri. Rencananya, kami mau salat di halaman Giant, Jalan Jatiwaringin Raya, Pondokgede. Empat tahun lalu, tatkala Darrel masih dalam kandungan, kami salat Idul Fitri di Lapangan Parkir Timur, Senayan. Saya masih ingat, Muhammadiyah dan pemerintah tahun itu berbeda jadwal idul fitri-nya. Kami harus berjauh-jauh menempuh perjalanan ke Parkir Timur, untuk mencari tempat salat. Beruntung pula, khotibnya adalah Amien Rais.
Tahun itu, 2003, untuk kedua kalinya kami tidak mudik ke Yogya. Dokter melarang mommy naik pesawat terbang, karena lagi hamil muda. Kalau mau mudik pake mobil rasanya capek. Jadi, ya istirahat saja. Sebelumnya kami pernah tidak mudik pada 1997, ketika mommy harus operasi pengangkatan kista.
Pada tahun 2003, salat idul Adha juga berbeda jadwal –maafkan kalau saya lupa. Yang jelas kami salat di halaman toko grosir Giant, yang diselenggarakan oleh Pengurus Muhammadiyah Cabang Pondokgede. Jalan untuk menuju ke sana hari itu muacettt... Maklumlah, halaman sempit, sedang yang menuju ke Giant buanyakkk....
****
Tahun ini mommy tidak bisa ikut ke Yogya. Ia baru delapan bulan kerja di an-tv, sehingga belum boleh ambil jatah cuti.
Maka, keluarga Permata Timur mengirim dua jagoannya ke Yogya: Iwan dan Darrel. Si Iwan sebagai bapak, si Darrel sebagai anak. Wuah, pengalaman berlebaran hanya berdua sungguh mengesankan.
Kami naik Lion Air, jadwalnya terbang jam 13.40. Seperti biasa, Lion Air meminta penumpang datang dua jam sebelumnya. Kami diantar mommy dan Tante Agus.
Begitu ditinggal mommy, mulailah persoalan baru. Mengajak Darrel untuk antre check in saja susahnya minta ampun. Akhirnya hukum rimba berlaku. Lengannya saya pegang erat-erat. Ia tidak boleh pergi. Berontak-berontak lumayan keras, sampai akhirnya dia diam karena kecapekan.
Selesai check ini, kami menuju ruang tunggu. Anehnya, hingga jam 13.40, pengumuman boarding pesawat belum juga dikeluarkan.
Tak lama kemudian, barulah keluar cuap-cuap: karena masalah operasional di bandara Balikpapan, pesawat Lion Air kode JT558 menuju Yogya tertunda keberangkatannya.
Apa itu yang dimaksud dengan masalah operasional, saya tidak tahu. Yang jelas, Darrel makin rewel saja.
Diam lima menit saja, bagi Darrel sudah persoalan besar. Apalagi untuk menunggu dua jam. Dan itu pun molor hingga akhirnya empat jam. Lebih repot lagi, ini melewati jam makan siang. Perjuangan berat.
Ketika lagi menunggu, tiba-tiba datang serombongan keluarga yang dengan enaknya mengeluarkan makanan junkfood Kentucky Fried Chicken.
Begitu melihat itu, Darrel langsung teriak: ayah, aku mau makanan seperti ini....
****
Di Yogya, saya dan Darrel dijemput Pakde Joni dan Bude Yeni. Alhamdulillah. Karena capek dan lapar, saya dan Darrel langsung menuju rumah Tahunan, tempat tinggal pakde dan bude.
Hari kedua di Yogya, yaitu Selasa, diisi dengan silaturahmi ke Klaten. Pesertanya cukup banyak. Yangkung dan Yangti, pakde Joni dan bude, cita-bella-tifa (kok akhirannya ‘’a’’ semua ya??), dan keluarga dik Sigit.
Kami mampir dulu ke kediaman bu Warsito. Ini mertuanya Tante Atik, alias mamanya Om Ando. Rumahnya cukup luas, di Gedongkuning.
Bu Warsito kini sendirian. Pak Warsito telah wafat, kalau tidak salah Agustus lalu (semoga beliau dilapangkan jalannya oleh Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan mendapat berkah kesabaran). Bu Warsito kondisinya juga kurang sehat. Ketika ditemui, beliau harus duduk di kursi roda.
Sekitar 30 menit kami di situ. Setelah itu, ke rumah Bu Zaidan, ini mertuanya Bude Yeni, alias ibunya Pakde Joni. Di situ juga sekitar 30 menit.
Setelah itu, kami meluncur ke Klaten.
****
Hari Kamis, saya dan Darrel melihat Taman Pintar. Ini merupakan kawasan wisata bagi anak-anak, yang dibangun di bekas toko buku Shopping Center Sasana Triguna, di seberang SMP 2 Yogya.
Tempatnya sebetulnya lumayan menarik. Ada jembatan gantung. Ada roda putar.
Tapi, di cuaca terik seperti itu, bermain di Taman Pintar pada jam 13 sungguh menyiksa.
(Insya Allah, soal Taman Pintar akan kami lanjutkan di cerita berikutnya).
Thursday, September 21, 2006
Om Andi Menikah
Ini foto-foto Om Andi waktu menikah, 5 Agustus 2006 lalu. Selamat berbahagia dari kami sekeluarga. Semoga tetap rukun, tetap bahagia, dan tetap sejahtera.
iqh, uzl, dca
iqh, uzl, dca
Monday, July 24, 2006
Goonnn! Gooonnn! Aku Kipen!
BEGITU banyak bintang bertaburan dari lapangan rumput. Dari keahlian menggocek bola, ribuan orang telah hidup berkecukupan. Bahkan menurut FIFA, organisasi sepakbola se-jagad, dewasa ini terdapat sekitar 20 juta pemain bola profesional di dunia. Wowww!!!
Ronaldinho, Ronaldo, Cafu, Emeron, dan sebagian besar pemain Brazil lainnya, lahir dari lapangan jalanan. Bahasa kerennya disebut ‘’street football’’. Kekumuhan tempat tinggal membuat mereka sulit menemukan sepetak tanah, sekadar untuk menggulirkan bola ke kiri dan ke kanan. Mungkin karena terbiasa bermain di lahan cekak ini para brazilian itu piawai menggoreng bola dengan seluruh bagian tubuhnya. Kepala, tumit, dada, dan tentu saja kaki, menjadi senjata ampuh untuk merobek gawang.
Pemain Eropa memiliki tipe berbeda. Mereka kebanyakan lahir dari sekolah sepakbola. Robby Fowler, Theo Walcott, David Beckham, Michael Owen—mereka di Inggris, hingga Michael Ballack dan Lukasz Podolski di Jerman, dibesarkan di atas hijaunya rumput, serta latihan yang serba teratur.
Kalau Anda perhatikan, gaya sepakbola klub Eropa amat berbeda dengan Brazil. Hanya Portugal yang mirip: bola dioper pendek-pendek, kebanyakan bola bawah. Keterampilan individu terlihat menonjol. Negeri ini pun dikenal sebagai ‘’Brazil-nya Eropa’’.
*****
Di Perumahan Permata Timur, kami mempunyai jagoan bola sendiri. Namanya: Mohamad Darrel Cetta Askara. Sayang ia belum bisa ikut Piala Dunia 2006 di Jerman, yang baru berakhir awal Juli lalu.
Kalau melihat persiapannya untuk bermain bola, tampaknya ia punya peluang ikut Piala Dunia 2024, atau mungkin sebelumnya. Paling tidak, di rumah, ia memiliki dua bola kaki. Yang satu ada cap-nya ‘’TV-7’’ dan ‘’Liga Inggris’’. Bola itu dibawakan Mommy Uni Lubis dari kantor lamanya, TV 7. Sudah tiga tahun ini TV 7 menjadi penyiar Liga Inggris. Untuk promosinya, TV 7 membagikan banyak bola. Salah satunya mampir ke Permata Timur.
Bola satunya ada cap ‘’FIFA World Cup 2006, Germany’’. Ini oleh-oleh Tante Atik. Sewaktu datang dari Libya, akhir Mei lalu, Tante Atik naik Lufthansa. Tante berhenti di Frankfurt untuk ganti pesawat. Kebetulan, ketika itu Piala Dunia baru saja dimulai. Tante membelikan Darrel bola souvenir Piala Dunia. Harganya cukup mahal, Euro 35, alias lebih dari Rp 300.000, sekitar lima kali bola sepak buatan Indonesia. Trims ya tante.
Dua bola itu menjadi alat bermain yang cukup heboh. Bola von Deutschland kebanyakan dipakai bermain di dalam rumah. Dua kursi plastik ditata, dibuat menjadi gawang. Darrel berdiri di antaranya menjadi kiper. Gol atau tidak urusan belakang. Yang penting ia berdiri di situ, lalu pura-pura jatuh, menangkap bola, dan menendangnya.
Bola TV 7 digunakan di halaman belakang. Darrel lagi-lagi menjadi kiper. Bola belum datang, ia sudah jatuh menangkap bola. Tentu angin yang direngkuh. Maunya mengoper bola mbak Mur, ternyata lemparannya ke arah sebaliknya.
***
Ahad 22 Juli lalu, sore hari, ayah, Darrel, dan mbak Mur, bermain bola di halaman belakang. Tiba-tiba Darrel bilang, ‘’Aku akan pakai sarung tangan. Aku kipen.’’ Ia belum bisa bilang ‘’kiper’’, ‘’gol’’. Huruf ‘’r’’ itu ia ucapkan dengan ‘’n’’. ‘’Ayo mbak Mur.’’
Bola belum dilempar, Darrel sudah jatuh. ‘’Wah.. gon!’’ Ia lalu mengambil bola untuk ditiduri. ‘’Aku mau bobok dengan temanku.’’
Darrel, si jagoan von Permata Timur itu, sekarang usianya 3 tahun 1 bulan. Siapa tahu ia bisa ikut Piala Dunia 2018, atau 2022.
Mencari Kodok di Dalam Gelap
KATAK adalah binatang yang cukup populer di negeri kita. Bukan saja karena suaranya yang ‘’kang-kung-kang-kung’’ di musim hujan amat memekakkan telinga. Namun, entah kenapa katak sering dijadikan bahan cerita yang tak ada habisnya.
Di masa kecil, kita sering mendengar suara lagu yang mungkin masih akrab bagi ingatan Anda. ‘’Lompatlah..lompatlah… KATAK-KATAK lompatlah…’’
Ibu kita, juga guru ngaji kita, berkali-kali mengingatkan agar diri kita senantiasa sadar akan kemampuan diri. Bila tidak, kita akan cilaka. ‘’Tuh, lihat. Kamu jangan sampai seperti katak yang ingin menjadi lembu…’’
Katak jadi lembu? Ini adalah kiasan yang menunjukkan binatang yang tak mau mengakui dirinya sendiri. Perutnya dibesar-besarkan, maksudnya biar melebihi perut sapi. Hasilnya? Perut si kodok pecah. Ia mati.
Majalah Bobo, edisi Ny Widya Suwarna (Bobo No. 51/XXVIII) menulis cerita pendek ihwal anak-anak yang ‘’omong doan’’. Dalam bahasa anak, disebut: jangan seperti katak, yang bunyi terus… Mungkin, ini mirip : jangan seperti tong kosong yang nyanyinya nyaring…
***
Namun, tak selamanya kodok bermakna negatif. Bekas presiden kita, Pak BJ Habibie, amat membanggakan yang namanya ‘’frog leap’’, alias lompatan katak. Peramsalan ini ia gunakan untuk menjawab kritik mengapa Indonesia harus memiliki industri pesawat terbang, padahal peniti saja masih harus mengimpor.
Jawaban Pak Habibie sederhana, dan cespleng. Katanya, untuk membuat pesawat kita tidak harus mengurut dari belajar membikin peniti, sekrup, lalu kaca, dan mesin. Dengan membuat pesawat, maka kita sekaligus melompat jauh, sehingga urusan sekrup, kaca, sayap, hingga perkabelan dan permesinan beres semua.
***
Kalau saya bercerita banyak soal kodok, bukan karena saya ingin menyaingi Pak Habibie, atau bahkan seperti lembu. Saya cuma mau cerita, di halaman belakang saya terdapat binatang yang amat populer itu.
Binatang yang abadi adalah kodok induk yang senantiasa menggendong si anak. Hujan, panas, terik, maupun berkabut, ia selalu nongkrong di atas rumput. Tak pernah berganti posisinya.
Kodok induk dan anaknya itu memang patung. Mommy membelinya di Kasongan.
Lainnya adalah kodok yang betul-betul katak.
Alkisah, di Jumat malam pekan lalu (19 Juli 2006), ayah dan Darrel menyusuri gelapnya malam di halaman belakang. Wah, memang pekat betul gelapnya. Darrel membawa lampu senter. Berkali-kali ia berteriak, ‘’Ayah, kita mencari kodok di dalam gelap ya?’’
‘’Mencari kodok di dalam gelap’’ adalah istilah yang mirip dengan film yang sering ditonton Darrel: ada bayangan di tengah malam gelap. Kalau tak salah, tokoh dalam film itu adalah Tweeny. Darrel punya banyak VCD serial Tweeny. Ada yang ''Ayo Bermain'', ''Permainan di Dalam Gelap'', dst. Nah, yang terakhir itulah yang sering membuatnya mengucapkan ''berjalan di dalam gelap''.
Di film itu dikisahkan tentang seorang anak yang takut terhadap gelap. Ia tidur dengan lampu mati. Tiba-tiba, ia melihat bayang-bayang mirip kepala orang. Ia menangis. Lalu lapor pada hantu yang baik hati, yang selalu menemaninya. Oleh si hantu diberi penjelasan: tidak usah takut, karena yang mirp kepala itu sebetulnya cuma bayang-bayang kipas.
Film itu sebetulnya punya niat baik. Tapi, gantian kini ayah dan mommy menghadapi masalah lain lagi: Darrel takut pada hantu. Walah...
***
Jumat malam itu, ayah dan Darrel menemukan seekor capung. Juga lima ekor kodok. Si capung rupanya tersesat. Harusnya ia hinggap di pohon, tapi ia keliru mendarat di pot. Capung itu kemudian diangkat, lalu diletakkan di pohon.
Sehari kemudian, Sabtu malam, perburuan terhadap kodok dilakukan lagi. Kali ini aktornya bertiga: ayah, mommy, dan Darrel. Eh, ada juga mbak Minah. Mommy waktu itu libur. Jadi bisa berburu bersama.
Hari itu, Darrel berhasil menemukan dua ekor kodok. Warnanya agak kuning. Di atas lantai, Darrel mendapatkan lintah. Ini lintah darat beneran, yang kalau hinggap di kulit bisa menghisap darah sampai tangan berdarah-darah.
Lintah itu kemudian diangkat mbak Minah dengan kertas koran, lalu dibuang ke kotak sampah.
''Apa itu mbak?'' tanya Darrel.
''Ini lintah.''
Malam ini tak hanya kodok yang didapat. Tapi juga lintah.
Ada tidak ya, cerita ''lintah hendak jadi sapi?''
Monday, July 17, 2006
Rapat DPR-Dewan Pers Ricuh
MENJADI moderator bukan suatu profesi bagi Mommy Uni Lubis. Tapi karena ia sudah terlanjur sering nongol di televisi, wajahnya dikenal, ia sering diminta tampil.
Kesibukan mommy memang lumayan banyak. Ia jadi anggota Dewan Pers. Juga Ketua Harian Asosiasi Televisi Siaran Indonesia. Di dua posisi inilah ia sering nongol. Sebagai Dewan Pers, misalnya, ia harus banyak jalan, berceramah untuk sosialisasi kode etik wartawan indonesia yang baru. Sudah tahu kan kode etik yang baru? Kalau belum, akan saya posting di blog ini.
Sebagai anggota Dewan Pers pula, mommy juga harus datang bila dipanggil untuk dengar pendapat dengan DPR. Ada kalanya, dengar pendapat itu berlangsung hangat.
Koran Tempo edisi 20 Juli lalu menulis berita heboh: ''Rapat DPR-Dewan Pers Ricuh''.
Saya muatkan di sini berita di Koran Tempo itu. Sayang, saya tidak memotret acara penting itu.
Jakarta- Rapat dengar pendapat umum Komisi Pertahanan DPR dengan Dewan Pers kemarin ricuh. Dua anggota Komisi Pertahanan, AS Hikam dan Effendy Choirie merasa direndahkan oleh Uni Lubis dari Dewan Pers.
‘’Semua orang bisa menjadi wartawan sama seperti semua orang bisa menjadi anggota DPRD pasca reformasi,’’ kata Uni dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi Pertahanan Theo L Sambuaga di Gedung DPR/MPR, Jakarta itu. ‘’Ada mantan tukang becak menjadi anggota DPRD di Jawa Barat.’’
Hikam dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengajukan interupsi. Menurut dia, profesionalisme DPR tak bisa disamakan dengan wartawan. Uni diminta tak merendahkan tukang becak.
Awalnya Uni menggambarkan konsekuensi reformasi pada pers. Berbeda dengan dulu, menurut dia, kini wartawan boleh berlatar belakang pendidikan apa pun asalkan memenuhi syarat. Ia menyamakan kondisi itu dengan kriteria anggota Dewan.
Menurut Effendy Choirie, juga dari Partai Kebangkitan Bangsa, analogi yang disampaikan Uni tidak tepat. ‘’Coba cari contoh lain,’’ tuturnya. Uni menyangkal pernyataan Hikam dan Uni pun adu mulut dengan nada tinggi tapi dilerai Theo.
Di penghujung rapat, situasi panas lagi. Gantian Effendy cekcok dengan Uni. AQUA SWAMURTI.
Koran Tempo 20 Juli 2006
***
Pagi-pagi, Kamis 20 Juli, sewaktu membaca koran itu, saya bilang ke mommy. ''Nih, berita soal dikau.''
''Iya. Biarkan saja. Memang faktanya begitu kok.''
Kesibukan mommy memang lumayan banyak. Ia jadi anggota Dewan Pers. Juga Ketua Harian Asosiasi Televisi Siaran Indonesia. Di dua posisi inilah ia sering nongol. Sebagai Dewan Pers, misalnya, ia harus banyak jalan, berceramah untuk sosialisasi kode etik wartawan indonesia yang baru. Sudah tahu kan kode etik yang baru? Kalau belum, akan saya posting di blog ini.
Sebagai anggota Dewan Pers pula, mommy juga harus datang bila dipanggil untuk dengar pendapat dengan DPR. Ada kalanya, dengar pendapat itu berlangsung hangat.
Koran Tempo edisi 20 Juli lalu menulis berita heboh: ''Rapat DPR-Dewan Pers Ricuh''.
Saya muatkan di sini berita di Koran Tempo itu. Sayang, saya tidak memotret acara penting itu.
Jakarta- Rapat dengar pendapat umum Komisi Pertahanan DPR dengan Dewan Pers kemarin ricuh. Dua anggota Komisi Pertahanan, AS Hikam dan Effendy Choirie merasa direndahkan oleh Uni Lubis dari Dewan Pers.
‘’Semua orang bisa menjadi wartawan sama seperti semua orang bisa menjadi anggota DPRD pasca reformasi,’’ kata Uni dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi Pertahanan Theo L Sambuaga di Gedung DPR/MPR, Jakarta itu. ‘’Ada mantan tukang becak menjadi anggota DPRD di Jawa Barat.’’
Hikam dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa mengajukan interupsi. Menurut dia, profesionalisme DPR tak bisa disamakan dengan wartawan. Uni diminta tak merendahkan tukang becak.
Awalnya Uni menggambarkan konsekuensi reformasi pada pers. Berbeda dengan dulu, menurut dia, kini wartawan boleh berlatar belakang pendidikan apa pun asalkan memenuhi syarat. Ia menyamakan kondisi itu dengan kriteria anggota Dewan.
Menurut Effendy Choirie, juga dari Partai Kebangkitan Bangsa, analogi yang disampaikan Uni tidak tepat. ‘’Coba cari contoh lain,’’ tuturnya. Uni menyangkal pernyataan Hikam dan Uni pun adu mulut dengan nada tinggi tapi dilerai Theo.
Di penghujung rapat, situasi panas lagi. Gantian Effendy cekcok dengan Uni. AQUA SWAMURTI.
Koran Tempo 20 Juli 2006
***
Pagi-pagi, Kamis 20 Juli, sewaktu membaca koran itu, saya bilang ke mommy. ''Nih, berita soal dikau.''
''Iya. Biarkan saja. Memang faktanya begitu kok.''
Wednesday, June 28, 2006
MENCEGAH MEMBASMI DAN MENGENDALIKAN RAYAP PADA BANGUNAN
RAYAP, tubuhnya memang kecil, tetapi memiliki kekuatan yang dahsyat untuk menghancurkan sebuah bangunan. Belum banyak yang mengetahui cara pencegahan dan pengendaliannya. Karena semakin lama rayap dibiarkan dilingkungan anda, maka semakin besar kemungkinan mereka mengakibatkan kerusakan yang lebih jauh lagi.
Rayap merupakan jenis serangga yang tidak asing lagi ditelinga kita, yang selalu dikaitkan dengan “si perusak” keberadaannya sangat menyeramkan dan dengan gerakan komunitinya dapat meruntuhkan bagian rumah atau gedung.
Di Indonesia khususnya di DKI Jakarta kecenderungan serangan rayap semakin tinggi pada bangunan gedung, bukan hanya yang berfungsi sebagai hunian tetapi juga pada bangunan gedung bertingkat untuk fungsi usaha seperti perkantoran, apartemen, hotel dan pusat perbelanjaan. Bahkan beberapa gedung di DKI menunjukkan sudah mulai atau pernah digerogoti rayap tanah, seperti Gedung Bina Graha Jakarta, Museum Gajah, Purna Bakti Pertiwi, Gereja Immanuel, Masjid Manggala Wanabhakti serta beberapa bangunan gedung sekolah dan lebih dari 10 apartemen bertingkat di daerah Simprug, HR Rasuna Said, Semanggi, Menteng, dan Kelapa Gading.
Salah satu penyebab bergerak cepatnya penyebaran rayap di DKI adalah, karena hampir seluruh daerah di ibu kota ini, berada pada dataran rendah dengan suhu yang hangat dan kelembaban yang tinggi sehingga kondisi lingkungan ini sangat disukai oleh beberapa jenis rayap. Hal lain adalah pengaruh lahan-lahan yang ada berupa tanah merah gembur dan bekas pertanian, di mana 90 persen mengandung populasi rayap yang tinggi.
Tidak tanggung-tanggung menurut data kerugian ekonomis yang dialami Indonesia sampai pada tahun 2000 akibat rayap mencapai angka Rp 2,67 triliun, serta rata-rata persentase serangan rayap pada bangunan perumahan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Batam mencapai angka 70% lebih, angka tersebut akan semakin bertambah melihat kecenderungan terakhir ini, bahwa nilai kerugian akibat rayap setiap tahunnya meningkat sekitar lima persen seiring meningkatnya pembangunan gedung, terutama gedung bertingkat yang ada di Jakarta.
RAYAP DAPAT MENEMBUS TEMBOKRayap merupakan serangga berukuran kecil yang hidup berkelompok dengan sistem kasta yang berkembang sempurna. Serangga ini masuk dalam ordo isoptera (dari bahasa Yunani, iso = sama dan ptera = sayap). Dijelaskan, di dalam biosfera, pada dasarnya rayap merupakan bagian dari komponen lingkungan biotik yang memainkan peranan penting, seperti dapat membantu manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara menghancurkan kayu untuk mengembalikannya sebagai unsur hara dalam tanah. Namun karena perubahan kondisi habitat akibat aktivitas manusia, sangat potensial mengubah status rayap menjadi serangga hama yang merugikan.
Seperti halnya pemanfaatan lahan dari areal perkebunan menjadi daerah pemukiman, telah mengakibatkan habitat alami rayap terganggu dan mencari sumber makanan baru berupa kayu atau material berselosa lain yang terdapat pada bangunan gedung, sebagai contoh, berbagai kasus serangan rayap pada bangunan gedung di DKI Jakarta banyak terjadi di daerah bekas perkebunan karet.
Serangga ini memang tidak mengenal kompromi dan melihat kepentingan manusia, dengan merusak mebel, buku-buku, kabel-kabel listrik, telepon, serta barang-barang yang disimpan. Untuk mencapai sasarannya, rayap tanah dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa sentimeter.
Serta apapun bentuk konstruksi bangunan gedung, seperti slab, basement atau crawl space, dapat ditembusnya lewat lubang terbuka atau celah sekecil satu per-enam empat inci. Baik celah pada slab di sekitar celah kayu atau pipa ledeng, serta celah antara pondasi dan tembok, maupun pada kuda-kuda atap. Atau rayap juga dapat membuat lubang di atas pondasi, terus ke atas hingga mencapai kuda-kuda dan di seluruh permukaan tembok.
Beberapa faktor pendorong serangan rayap pada bangunan, antara lain banyaknya kayu yang tertimbun di dalam tanah saat pembangunan, adanya celah pada pondasi tembok, sistem ventilasi kurang baik, kayu yang berhubungan langsung dengan tanah, dan kondisi bio-fisik tapak bangunannya itu sendiri yang menguntungkan kehidupan rayap.
Bagian komponen bangunan yang rawan terhadap serangan rayap adalah balkon, teras, sambungan talang air hujan, kerangka atap, ventilasi, hubungan antara dinding bata dan ampik kayu, serta hubungan antara dinding bata dan atap. Juga sudut dinding, hubungan sudut antara kusen dan dinding batu, pasangan dinding yang berhubungan dengan bak bunga, retak-retak pada dinding bata, serta hubungan antara dinding dengan pondasi.
HARUS DILAKUKAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kerugian akibat serangan rayap pada gedung-gedung publik, maka berdasarkan Undang-Undang No 28/2002 tentang bangunan gedung Pasal 18 Ayat 1 dikatakan bahwa setiap bangunan harus tahan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh gangguan alam, seperti gempa bumi, longsor dan serangga perusak.
Untuk itu harus didukung ketetapan pemerintah yang dijalankan secara ketat mengenai persyaratan teknis bangunan gedung khususnya ketentuan tentang pencegahan dan pengendalian terhadap serangan rayap, yang merupakan bagian dari Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung, dimana ketentuan tersebut bukan hanya mengatur proses IMB/ retribusi tapi juga harus diikuti dan ditindaklanjuti upaya pembinaan dan pemberdayaan masyarakat akan pentingnya keselamatan bangunan gedung.
Secara umum penanggulangan bahaya rayap harus dimulai pada tahap prakonstruksi untuk mencegah masuknya rayap ke dalam bangunan gedung. Tindakan penanggulangan bahaya rayap prakonstruksi dapat dilakukan dengan pendekatan rancang bangunan gedung tahan rayap, penggunaan kayu awet atau diawetkan melalui tindakan pengawetan kayu, dan pemberian perlakuan tanah sebagai penghalang kimia.
Hal lain adalah harus adanya peningkatan dalam penelitian yang dilakukan oleh badan litbang instansi terkait, mengenai klasifikasi kayu sebagai bahan bangunan yang tahan terhadap serangan rayap, baik jenis kayunya maupun setelah jenis kayu tersebut dilakukan treatment khusus untuk menanggulangi bahaya serangan rayap.
Jika bandingkan antara biaya anti rayap dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk pembelian kayu untuk kusen, pintu, jendela, dan konstruksi plafon/atap, maka biaya anti rayap sangat kecil. Namun demikian semua itu akan menjadi sangat murah jika service tersebut dilakukan sebelum mendapat serangan rayap. Mengapa ? Karena jika dilakukan sebelum muncul serangan rayap, hanya akan terbebani oleh biaya anti rayap saja.
Seandainya anti rayap dilakukan setelah mendapat serangan rayap, maka harus mengeluarkan biaya perbaikan/renovasi terhadap kerusakan yang telah terjadi.
Bebas dari serangan rayap berarti rutinitas aktivitas tidak akan terganggu. Mengapa tidak mengantisipasi serangan rayap sedini mungkin daripada dibuat pusing kemudian? Mencegah lebih murah dari pada membasmi.
RAYAP BEKERJA 24 JAM SEHARI, 7 HARI SEMINGGU
Serangga merupakan biang keladi dari semua kerusakan kayu-kayu konstruksi bangunan yang bekerja 24 sehari, 7 hari seminggu, dan 54 minggu setahun, ada 3 (tiga) tujuan yang mendasari termite control service atau anti rayap yaitu mencegah, membasmi dan mengendalikan.
MENCEGAH. Suatu langkah yang sangat bijaksana, karena dapat mengantisipasi serangan rayap yang berasal dari luar bangunan. Seandainya suatu ketika muncul laron-laron yang beterbangan saat senja hari dan salah satu dari mereka berhasil memperoleh tempat untuk bertelur, maka rayap yang berasal dari telur-telur laron tidak akan mampu memakan kayu-kayu yang telah terlindungi termitisida/obat rayap dan tidak bisa menembus lapisan tanah yang telah dilindungi oleh termitisida.
MEMBASMI. Biasanya dilakukan oleh Anda yang belum mengetahui dan mengerti termite control service. Hal ini wajar karena mungkin Anda menganggap service ini tidak penting.
MENGENDALIKAN. Tujuan akhir yang benar-benar jangan sampai terjadi, karena hal ini dikarenakan pelaksanaan service yang sangat terlambat dan rayap sudah menyebar ke seluruh bagian bangunan. Rayap tidak mungkin terbasmi atau dapat dihilangkan secara total, karena jalur lalu lintas rayap benar-benar luas dan tersembunyi. Namun demikian service yang peroleh dapat memperpanjang usia bangunan Anda dan mengendalikan serangan rayap agar tidak menimbulkan kerusakan fatal.
Secara garis besar pelaksanaan termite control dilakukan dalam 2 (dua) macam metode, yaitu pertama Pre-construction termite control (metode pra konstruksi) Yaitu termite control yang dilakukan saat bangunan sedang dibangun, yang meliputi pekerjaan penyemprotan galian pondasi, penyemprotan seluruh permukaan lantai/tanah bangunan sebelum pengecoran, dan penyemprotan seluruh permukaan kayu-kayu sebelum dipasang pada konstruksi plafond dan atap.
Yang kedua post construction termite control (metode pasca konstruksi) Yaitu termite control yang yang dilakukan pada bangunan yang sudah berdiri dengan jalan menginjeksikan termitisida/obat pembasmi rayap ke dalam tanah dibawah lantai sepanjang pondasi bangunan yang jarak antar lubang injeksinya + 60 - 80 cm, dengan diameter lubang max. 13 mm. Sedangkan untuk kayu-kayu yang telah terpasang dilakukan penyemprotan langsung dengan termitisida. (dari berbagai sumber)
Diambil dari Majalah Proyeksi, 6 April 2005
Tamu dari Libya
TANTE Atik pulang ke Indonesia, 24 Juni lalu. Harinya Kamis. Ia datang bertiga: dengan Azul, Tante Atik, dan si sulung Naila. Ia terbang dari Tripoli sehari sebelunya. Wuah, capek ya?
Tante Atik orangnya njelimet. Dua bulan sebelum sampai, ia sudah membuat perencanaan berbagai macam. Mulai dari rencana ke Lampung, ke Yogya, ke Citibank, Dunia Fantasi, hingga niatnya membeli buku di Gramedia.
Mungkin Tante Atik (dan Om Ando) sudah saatnya menggaji tenaga khusus untuk mengelola jadwal. Kalau di kementerian, namanya bagian protokol.
****
Tante Atik tiba jam 17.35, dengan pesawat Lufthansa. Ditambah dengan proses imigrasi, dan menunggu barang, ia baru bisa mencapai ruang penjemputan jam 18.30. Lama ya? Bandingkan kalo om dan tante di Sepang (Malaysia) atau Changi (Singapura). Waktunya tak lebih dari 30 menit untuk menggapai ruang penjemputan.
Bandara Soekarno Hatta memang bermasalah. Awak darat yang mengurus keluarnya barang itu lo. Lelet minta ampun. Kalau kita sudah biasa bepergian ke Eropa, juga ke negara-negara maju di Asia, akan terasa betapa Bandara Soekarno Hatta amat kumuh dan sempit.
Sekitar 45 menit setelah Tante Atik di ruang tunggu, Mommy Uni datang. Hari itu, mommy pergi ke Banjarmasin, untuk ceramah mengenai kode etik jurnalistik, mewakili Dewan Pers. Ia berangkat pagi, kembali dari Banjarmasin sorenya.
Maka, mobil mommy pun sore itu penuh. Di depan ada mommy. Di tengah ada tante Atik, azul, dan naila. Di belakang ada koper dan ayah. Full.
Perjalanan dari bandara ke rumah di Permata Timur sore itu padat luar biasa. Butuh waktu sekitar 2 jam. Padahal kalo hari Sabtu ato Minggu pagi, paling Cuma 30 menit.
******
Pada hari pertama, Tante Atik membereskan kartu kreditnya di Citibank. Di hari kedua, ini Sabtu, Tante Atik ke Dunia Fantasi.
Ia ke Ancol bersama Azul, Naila, Mur, dan Darrel. Yang nyetir Pak Rejo.
Dari pagi sampe jam 15an mereka di Dunia Fantasi. Sayang gambar-gambar jepretan mbak Mur tidak bisa dinikmati. ‘’Di delete Darrel Pak,’’ katanya.
Pulang dari Dufan, Tante Atik pergi ke Bandara. Ia menjemput Eyang Siti Asiyam, yang datang dari Yogya. Pada Minggu pagi, mereka berangkat ke Lampung, untuk menengok Bude Tiwi.
Rencananya, mereka di Lampung sampe Sabtu pagi. Setelah itu, mereka terbang ke Yogya, langsung dari Lampung.
Tapi, pada Rabu sore, saat saya nulis untuk blog ini, Tante Atik nelepon. ‘’Wah, Lampung gempa terus. Rumahe mbak Tiwi retak-retak. Di halaman rumah tanahnya retak 1 cm…’’
Wednesday, June 21, 2006
Bersama SBY Menghajar Rayap
KELUARGA kami tak ada hubungan kekerabatan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kalaupun mengenal, itu lantaran kami berdua, Iwan dan Uni, sama-sama wartawan. Jadi lebih pada hubungan kerja. Namun ada satu hal yang mendekatkan kami. Sang perekat hubungan itu bernama rayap.
Rumah keluarga kami, di Permata Timur Blok JJ Nomor 3 Jaticempaka, Bekasi, senasib sepenanggungan dengan Istana Merdeka dan Wisma Negara, yang sehari-hari menjadi kantor dan tempat tinggal Presiden. Dua tempat penting untuk Republik Indonesia itu harus dibongkar habis bagian atapnya. Rayap yang jadi biang.
Gara-gara rayap pula, kami harus membuat pengeluaran ekstra. Sejak Senin 19 Juni 2006 ini, kami mengundang tukang langganan. Namanya Ahmadi. Ia tinggal persis di belakang rumah. Mas Madi, demikian saya menyapanya, diminta tolong untuk mengganti kayu-kayu di atas plafon yang hampir rubuh dimakan rayap.Dari luar, kayu itu kelihatan masih utuh. Tapi begitu diketuk-ketuk, bunyinya seperti kentongan. Kosong.
Sebagian besar badan kayu sudah dilahap sang rayap.Semula Pak Madi mengusulkan menggunakan kayu kecapi. ‘’Rasanya pahit Pak. Rayap tidak mau makan,’’ katanya. Kayu kecapi banyak dijumpai di daerah Pondokgede. Orang-orang di sekitar saya menyebutnya sebagai kayu kampung. Tapi kemudian Pak Madi lapor, kayu kecapi susah dicari. Akhirnya digunakan kayu biasa. Tinggal sekarang saya berpikir keras bagaimana menanggulangi sang rayap.
********
Rayap, si pengengat nan kecil dan putih ini, gerakannya sungguh dahsyat. Dengan lihainya menembus ruang kerja Presiden, tempat tinggalnya, menyelinap barisan Pasukan Pengamanan Presiden yang berjaga di sana siang-malam. Tahu-tahu gerombolan putih itu kini ditengarai telah bermarkas di plafon ruang kerja Presiden, mengintai setiap lembar rahasia negara dan pekerjaan Presiden dari hari ke hari.
''Saya sempat diundang ke Istana Merdeka untuk memastikan benar tidaknya Istana diserang koloni rayap. Benar saja, yang utuh dari plafon ruang kerja Presiden tinggal kerangka alumuniumnya saja,'' kata Surjono Surjokusumo, seorang profesor dan ahli rayap dari Institut Pertanian Bogor (IPB), sebagaimana dimuat Tempointeraktif.com.
Menurut pengamatan Surjono, yang kala itu diundang bersama koleganya sesama ahli rayap, Rudolf Christian Tarumingkeng, plafon tersebut sangat rawan jatuh menimpa siapa yang ada di bawahnya setiap waktu. Padahal, selain dipergunakan untuk mengurusi masalah kenegaraan sehari-hari, di ruang itu pula Presiden Yudhoyono biasa menerima tamu negara. Bisa dibayangkan, misalnya, betapa akan menjadi perhatian dunia, bila atap itu jatuh menimpa seorang kepala negara sahabat di tengah kunjungan resminya. Alih-alih menutup setiap lubang yang memungkinkan teroris mengambil kesempatan mengacau, ujung-ujungnya Paspampres justru rawan dipermalukan rayap.
Tampaknya pertimbangan itulah yang membuat Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, tanggap mengambil prakarsa. Istana Merdeka, menurut Djoko Selasa (28/3) lalu, dinyatakan akan dirombak. Djoko mengatakan, bangunan Istana Negara yang terletak di Jalan Veteran, Jakarta Pusat, akan mengalami perombakan, karena akan dijadikan tempat tinggal sementara Presiden Yudhoyono. ''Perombakan Istana Negara itu kita jadwalkan selesai dalam tempo satu bulan,'' kata Djoko, saat itu.
Perombakan Istana Negara itu sendiri, kata Djoko, akan diikuti dengan perombakan Istana Merdeka, yakni kediaman resmi Presiden dan keluarga saat ini. Ada pun perbaikan Istana Merdeka, menurut Djoko diperkirakan akan memakan waktu sekitar tujuh bulan. Namun saat itu Djoko belum merinci berapa besar biaya yang diperlukan untuk merenovasi Istana Negara dan Istana Merdeka itu. Djoko hanya mengungkapkan, perombakan itu diperlukan karena kondisi kedua gedung tersebut dinilai sudah sangat membahayakan untuk ditinggali Kepala Negara. Perlu Anda ketahui, untuk mengatasi rayap di Istana Presiden itu, pemerintah menganggarkan Rp 6 milyar. Wuhhhh.
******
Sang rayap pun kini telah naik kelas. Ia menjadi persoalan negara. Dan ternyata, ia juga telah menjadi persoalan sehari-hari kota besar seperti Jakarta, termasuk keluarga kami, yang tinggal 200 meteri di sebelah timur perbatasan Jakarta-Bekasi. Surjono mengatakan, sejak 1983, tim rayap IPB telah melakukan penelitian intensif.
Hasilnya, mereka menemukan perkembangan luar biasa mengenai serangga perusak tersebut. Menurut Surjono, bila dulu rayap hanya doyan menyerang rumah-rumah di sekitar daerah pertanian dan perkebunan, kini serangga yang memiliki gigi pengerat itu sudah terbiasa menyerang bangunan-bangunan pencakar langit dan gedung pusat perbelanjaan megah.
Surjono menunjuk gedung-gedung megah seperti Plaza Gajah Mada, Apartemen Semanggi dan Taman Rasuna Said, juga potensial digarap rayap. Bukan hanya itu. ''Lebih dari 50 persen gedung bertingkat di Jakarta kini telah terserang rayap,'' kata Surjono. Menurutnya, serangan rayap pada bangunan bertingkat menarik untuk dicermati, karena berkaitan dengan kemampuan serangga dari marga Isoptera itu menembus penghalang fisik yang ada. ''Coba lihat,'' kata Surjono, ''Padahal bangunan bertingkat umumnya memiliki struktur yang sangat kokoh.
Struktur bawah bangunan bahkan umumnya beton bertulang yang secara konstruksi mustahil dapat dilalui rayap.'' Pada bangunan bertingkat tinggi, rayap biasanya menyerang bagian ornamen bangunan atau interior ruangan, dari furnitur, dokumen yang disimpan sembarangan, hingga wallpaper, dan gipsum. Pernyataan Surjono dikuatkan koleganya, Rudolf Tarumingkeng.
Rudolf bahkan memberikan analogi. Sebagaimana halnya manusia yang cenderung ingin mencoba berbagai menu yang tersedia, rayap pun seolah mengikuti perkembangan zaman. ''Mereka mungkin ingin tahu berbagai 'makanan' baru selain serat kayu,'' kata dia. Karena itu, jangan heran bila gipsum pun mereka lahap. Kerugian yang ditimbulkan rayap bisa dikira-kira dengan merujuk prakiraan yang diungkap ahli rayap lainnya, DR Dodi Nandika. Menurut guru besar IPB itu, saat ini ada sekitar 200 jenis rayap yang hidup di Indonesia. ''Lima persen atau sekitar 10 jenis di antaranya menjadi musuh manusia,'' kata Dodi.
Jumlah rayap yang mendiami suatu wilayah mungkin bisa membuat kita ngeri. Betapa tidak, bila jumlah makhluk yang diduga telah hidup lebih dari 200 juta tahun lalu lebih tua dari manusia pertama itu, bisa mencapai jutaan untuk sebuah koloni. ''Penelitian kami, untuk luas wilayah 295 meter persegi saja, populasi rayap di Jakarta bisa mencapai 1,7 juta ekor. Sedang jarak jelajah maksimal mereka 118 meter,'' kata Dodi.
Lebih lanjut Dodi mengatakan, dengan berat tubuh sekitar 2,5 miligram per ekor, seekor rayap memerlukan makanan sekitar 0,24 miligram setiap hari. ''Hitung saja, berapa kilogram kayu yang diperlukan satu koloni rayap di Jakarta setiap hari,'' kata Dodi. Ia sendiri menaksir, pada 1998 saja, kerugian akibat rayap hanya untuk bangunan rumah tinggal mencapai Rp 1,6 triliun. ''Itu pun yang dihitung hanya kayu. Belum termasuk tenaga kerja dan ongkos pengganti kerusakan yang timbul,'' kata Dodi. Jadi, kira-kira berapa juta musuh yang hinga kini masih bermarkas di atas ruang kerja Presiden itu, ya?
*******
Jelas sudah, rayap tak boleh diremehkan. Kata Pak Dodi, Guru Besar IPB yang kini Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan itu, serangga kecil ini sanggup menciptakan kerugian triliunan rupiah. Untuk rumah kami saja, dalam enam bulan ini kami sudah dua kali membongkar plafon. Lebih dari Rp 20 juta kami habiskan. Enam bulan lalu bagian belakang. Kini bagian depan dan samping kanan.
Pak Dodi Nandika kepada Rudi Setiadi, wartawan koran Pikiran Rakyat mengatakan, kerugian akibat ulah rayap pada bangunan rumah tinggal mencapai Rp 1,6 triliun pada 1998. Pada skala lebih kecil rayap juga pernah menyerang kawasan elite Pondok Indah dan Bintaro, Jakarta, dengan kerugian ditaksir mencapai Rp 100 miliar (1982) dan Rp 300 miliar (1990).
Melalui riset selama empat tahun, Prof. Dr. Ir. H. Dodi Nandika menawarkan cara baru membasmi rayap yang menggerogoti struktur bangunan rumah atau gedung. Dengan memasang umpan "racun lambat", koloni rayap dapat dibasmi sampai ke anak cucunya. Teknologi berbasis sistem pemantauan ini telah dipasarkan di berbagai negara sejak 2001. Sebuah perusahaan di AS bertindak sebagai pabrikan dan pemasar.Rayap yang hidup dalam koloni ini ditengarai mempunyai daya rusak dahsyat. Dengan 60.000 pekerjaannya, satu koloni rayap mampu melahap habis kayu pinus seukuran 2X4 cm sepanjang 40 cm dalam kurun waktu 118-157 hari.
Atas dasar kenyataan itu, struktur bangunan gedung akan runtuh dalam rentang waktu 3-8 tahun. Hasil survei di kawasan pemukiman menunjukkan, sekira 70% rumah di Jakarta, Surabaya, Bandung dan Batam terserang rayap.Mengalihkan sasaranDi alam bebas, rayap sebenarnya memiliki tugas mulia, menguraikan dan menghancurkan bahan alami yang mati.
Bonggol kayu, ranting dan dedaunan dihancurkan untuk memulihkan kesuburan tanah. Masalahnya menjadi lain manakala wilayah perkebunan, pertanian, dan hutan rakyat berubah wajah menjadi perumahan baru untuk pemukiman penduduk kota. Rayap yang kelaparan pun mengalihkan buruannya pada kayu penopang struktur bangunan.Apalagi daerah tropika memang tempat hidup rayap.
Binatang pemakan selulosa ini betah hidup di tempat bersuhu hangat. Selain itu kondisi fisik lingkungan seperti iklim, kelembaban, serta karakteristik tanah pun rupanya sangat mendukung penyebarannya.Habitat yang disukai rayap tanah adalah pada kisaran suhu 21,1-26,6 oC dengan kelembaban optimal 95-98%. Sementara suhu udara di Indonesia umumnya antara 25,7-28,9 oC dengan kelembaban 84-98%.
Dengan parameter itu, diperkirakan 80%-85% daratan Indonesia menjadi surga bagi rayap.Perkiraan itu tak dipungkiri hasil riset. Sampai tahun 1970, sudah ditemukan kurang lebih 200 jenis rayap di Indonesia. Dari jumlah itu, 9-15 jenis diidentifikasi menyerang kayu dan bangunan. Beberapa jenis ditemukan di wilayah DKI Jakarta. Misalnya, Microtermes inspiratus, M. incertoides, Macrotermes gilvus, dan sebagainya. Di Surabaya banyak dijumpai spesies Coptotermes sp, Macrotermes gilvus, Microtermes inspiratus, dan sebagainya.
Sementara Cryptotermes cynocephalus, Microtermes inspiratus, Odontotermes sundaicus, dan sebagainya merupakan spesies rayap perusak bangunan di Kotamadya Bandung.Untuk mencapai sasaran (apapun yang mengandung serat kayu dan selulosa), rayap dapat menyusup lewat terowongan atau liang-liang kembara yang dibuatnya. Rayap subteran (bersarang dalam tanah tetapi mencari makan sampai jauh di atas permukaan tanah) mutlak perlu keadaan lembap.
Hal ini menerangkan mengapa kadang-kadang hanya dalam semalam rayap Macrotermes dan Odontermes mampu menginvasi lemari buku di rumah atau di kantor jika fondasi bangunan tidak diberi antirayap.Bahkan pasukan rayap Coptotermes bisa mencapai sasaran dengan cara menembus tembok setebal beberapa sentimeter, menghancurkan plastik, kabel dan pengalang fisik lainnnya. Apapun konstruksi bangunannya (slab, basement atau crawl space) bisa ditembus!
Mereka juga dapat membuat lubang pada fondasi, terus ke atas hingga kuda-kuda. Sekali mampu mencapai sasaran, bala tentara pelahap kayu itu akan memperluas serangannya ke bagian yang tinggi dengan membuat sarang-sarang antara di dalam bangunan.AntirayapBanyak upaya untuk menghentikan sepak terjangnya, antara lain, dengan menggunakan pestisida antirayap. Racun kimia itu diaplikasikan melalui tanah maupun pengawetan kayu. Pestisida antirayap disuntikkan ke dalam tanah dan sekeliling bangunan untuk membentuk pengalang kimia, sehingga mencegah koloni rayap di dalam tanah bergerak memangsa kayu.
Dalam praktiknya cara ini bisa dilakukan sebelum masa konstruksi atau sesudahnya. Namun cara ini dianggap kurang aman dan tidak ramah lingkungan.Beberapa lembaga penelitian di dunia kemudian mengembangkan antirayap nonkimiawi sebagai pengalang fisik. Pasir , kerikil, perlit, granit, basalt (batuan beku), dan stainless steel mesh pada ukuran tertentu dapat digunakan. Hasil riset menunjukkan, partikel pasir berukuran 2,0 - 2,8 mm efektif menghambat penetrasi rayap tanah Reticulitermes dan Coptotermes pada bangunan gedung di AS.
Butiran-butiran basalt berukuran 1,7-2,4 mm pun telah diujicobakan penggunaannya di Hawai. Bahkan pengalang fisik ini kemudian dipasarkan dengan nama Basaltic Termite Barrier. Perusahaan di Australia memanfaatkan granit yang dipasarkan dengan nama Granitguard.Berdasarkan riset di Laboratorium Biologi Hasil Hutan Pusat Studi Ilmu Hayati IPB, kerikil tidak cukup ampuh menahan penetrasi rayap tanah C. curvignathus. Penelitian yang sama juga dilakukan dengan menggunakan partikel perlit 1,4-1,7 mm memiliki keandalan tinggi untuk menahan penetrasi C. curvignathus.
Sedangkan di Australia dikembangkan pengalang fisik lain menggunakan jaring stainless steel yang ditempatkan di bawah bangunan baru. Modifikasi pengalang fisik juga tengah diujicobakan di Jepang dengan mencampurkan pestisida antirayap pada polimer sintesis. Lapisan polimer itu diletakkan di bawah bangunan gedung dan pada bagian atasnya ditutupi lapisan tanah untuk mencegah penetrasi rayap. Menurut Dodi Nandika, penanggulangan rayap itu sifatnya hanya sementara.
Keandalannya hanya berlangsung selama zat pengalang masih ada. Sejalan dengan menyusutnya konsentrasi zat, keampuhannya menurun. Rayap akan kembali begitu zat habis sama sekali. Di sisi lain pestisida dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, seperti mencemari air sumur, atau mematikan jenis cacing. Di Florida, AS, keandalan umpan rayap diujicobakan terhadap rayap Reticulitermes flavipes dan Coptotermes formosanus. Dengan 4-1.500 mg bahan umpan populasi rayap tanah berkurang 90-100% dari satu koloni rayap 0,17-2,8 juta ekor.Dengan metode ini rayap dipancing untuk memangsa umpan yang sudah diberi insektisida.
Dengan memanfaatkan sifat rayap yang saling menyuapi temannya, rayap yang memakan umpan masih sempat kembali ke sarang dan "menyebarkan" racun yang bekerja lambat itu kepada anggota koloninya. Teknologi ini dikembangkan bersama dengan para peneliti dari berbagai negara. Dodi Nandika bertugas meneliti formula enzim penghambat pembentukan kulit dan menemukan bahan yang disukai rayap. Ongkos pemberantasan rayap dengan metode ini relatif mahal, berkisar 15 dolar AS/m.
Artinya, bila keliling rumah 100 m, maka uang jasa yang mesti dibayar sebesar 1.500 dolar AS atau setara Rp. 13,5 juta. Teknik ini menjanjikan beberapa keuntungan. Lebih ramah lingkungan, tidak beracun, tidak berbau. Sasarannya spesifik dan penerapannya mudah. Mampu mengeliminasi koloni rayap secara total.Kayu pendeteksiSejumlah perusahaan telah ditunjuk untuk melayani pengguna jasa pemberantasan rayap. Juga termasuk Lab. Biologi Hasil Hutan Pusat Studi Ilmu Hayati IPB.
Pertama-tama petugas dari institusi itu mendeteksi serangan dan keberadaan rayap di sekitar rumah atau bangunan. Caranya, dengan memasang potongan-potongan kayu pinus ukuran 2X4 cm sepanjang kira-kira 20 cm. Masing-masing potongan dimasukkan ke dalam wadah plastik berbentuk silinder yang sekelilingnya berlubang-lubang. Silinder plastik berisi kayu itu lantas ditanam di dalam tanah di sekeliling rumah pada jarak tertentu.Rayap di dalam rumah dideteksi dengan memasang kayu dalam wadah khusus berbentuk kotak sabun yang dilubangi. Direkatkan pada tembok rumah.
Kayu pinus dipilih karena, dari hasil penelitian terbukti kayu pinus paling disukai rayap. Dengan keampuhannya membau, rayap akan mendekati sumber makanan yang mereka anggap lezat.Dari puluhan kayu pendeteksi itu, bisa semuanya atau hanya beberapa yang disantap rayap. Tergantung bentuk koloninya. Kalau koloni rayap menyebar, kemungkinan rayap mendatangi semuanya. Sementara bentuk koloni memanjang cenderung memangsa beberapa kayu pendeteksi.Lamanya waktu kedatangan rayap ditentukan jarak ke sarang koloni.
Bila koloni rayap dekat dengan posisi kayu pendeteksi akan dimangsa. Sebaliknya, kalau koloninya jauh, barangkali kayu pendeteksi baru didatangi setelah tiga minggu. Begitu keberadaan rayap terdeteksi, kayu pendeteksi tadi diganti dengan umpan sesungguhnya berupa kertas atau tisu yang sudah diberi "racun" antikitinase. Pemantauan umpan dilakukan setiap beberapa hari.
Setiap kali umpan habis dilahap rayap, dipasang umpan baru. Bila sebagian umpan tidak dimakan, berarti baru sebagian koloni yang mati. Langkah ini diulang lagi sampai tak ada lagi rayap yang memangsanya. Begitu aktivitas makan rayap pada semua umpan berhenti, berakhir pula proses itu. "Kalau aktivitas memangsa berhenti selama dua bulan, koloni rayap telah habis," kata Prof. Dodi.
Sebuah koloni rayap bisa mencapai luasan 800 m2. Sementara pada umur puncaknya, satu koloni rayap terganas bisa beranggotakan empat juta ekor. Dengan konsumsi 0,25 mg selulosa/ekor/hari, pasukan rayap sebanyak itu sanggup menghabiskan bangunan rumah dalam beberapa saat saja. Sungguh mengerikan!
****
Dua tahun lalu, puluhan buku kami hancur dibabat rayap. Kami tidak tahu, rak buku dari pinus ternyata makanan yang amat digemari sang rayap.
Kali ini kami harus mengganti sebagian kayu kaso, kuda-kuda, serta papan yang lumat dihajar rayap. Tapi, ini hanya mengganti. Karena yang kami butuhkan lebih dari itu. Kami harus menghajar si rayap, langsung di markasnya.
Masak sih kita sampai kalah dibobol rayap? Tentu kami tak ingin sampai habis Rp 6 milyar untuk membabat si kecil itu. Memangnya kami punya duit sebegitu banyak?
Monday, June 19, 2006
Ultah 3: Takut Barney
Kata Darrel kalo nonton kartun di sore hari, ‘’Saya ingin nonton dinosaurus…’’
Dinosaurus, dalam bahasa dia diucapkan sebagai di-no-u-yus- adalah salah satu karakter yang muncul dalam serial kartun ‘’Barney’’. Ia binatang yang lucu, pintar, suka menolong, dan gemar membantu orang tua memintarkan anaknya.
Barney memang lucu lo, kalo di televisi. Ia bisa menyanyi, melucu, bahkan mengajari matematika. Pokoknya jangan bayangkan si barney ini seperti dinosaurus, binatang repitilia raksasa yang hidup di dahulu kala.
Barney hadir di televisi sejak 10 tahun lalu, di layar Stasiun PBS, Amerika Serikat. Kalau om, tante, eyang, dan opung masuk ke situs www.barney.com, akan ketemu bahwa Barney kini bukan sekadar tontonan kartun. Ia sudah menjelma menjadi pelajaran bagi anak-anak. Kita bisa memperoleh panduan pelajaran, tayangan video, hingga naskahnya. Tentu, semuanya dengan membayar.
*****
‘’Saya sudah pesan karakter Barney,’’ kata mommy, tiga hari sebelum pesta ulang tahun Darrel berlangsung.
Karakter, ini adalah bahasa lain untuk badut.
Kalo kita mengadakan pesta ulang tahun, kita bisa memesan badut komedian, barney, tweenies, atau kelinci.
‘’Kenapa pesan dinosaurus?’’ tanya ayah.
‘’Darrel yang minta.’’
Sehari sebelum pesta ulang tahun, Darrel menonton Barney. Wuh.., ia seneng sekali.
*****
Pesta ulang tahun pun dimulai. Anak-anak berkumpul di depan.
Dari depan, datanglah sosok yang ditunggu-tunggu. Warnanya ungu. Punya ekor. Ia adalah Barney.
Anak-anak tertawa, sebagian menggoda Barney.
Lalu, kakak pembawa acara bertanya, ‘’Barney lucu kan. Ada yang takut Barney?’’
Lah, kok Darrel yang tunjuk jari. Ia malah menangis, minta digendong mommy.
‘’Ini lucu kok. Tidak perlu taku…’’
Tapi Darrel makin erat memeluk mommynya.
‘’Coba, Barney, ayo tunjukkan kamu ini sebenarnya siapa…’’
Si Barney kemudian mengangkat kepala dinosaurusnya. Tampak om yang masih muda, dan ramah. Tapi Darrel tetap saja takut.
Padahal Darrel yang punya hajat je. Si Barney pun disuruh masuk kembali.
******
‘’Wah, enak tuh si Barney, keluar nggak sampe lima menit, honor utuh…’’ kata Mommy.
Hehe…
Subscribe to:
Posts (Atom)