Situs Iwan Qodar Himawan - Uni Lubis - Darrel Cetta. Iwan, terakhir bekerja di GATRA. Uni, wartawan, pernah di Warta Ekonomi, Panji Masyarakat, TV7, kini di Antv. Darrel, murid Embun Pagi Islamic International School, Jakarta Timur. Website of The Family of Iwan Qodar Himawan-Uni Lubis-Darrel Cetta. Iwan, journalist. Now running his own company. Uni, journalist, now working for Antv, Jakarta based private TV Station. We live in Permata Timur, Jaticempaka, Pondokgede, Indonesia.
Search This Blog
Thursday, February 10, 2011
DI BALIK TABIR KONTROVERSI RIM vs TIFATUL SEMBIRING
Niat Pemerintah mengontrol lalu-lintas komunikasi warganya rawan disalahgunakan. Pornografi hanyalah pintu masuknya.
Uni Z. Lubis, Anggota Dewan Pers
“Those who would give up Essential Liberty to purchase a little Temporary Safety deserve neither Liberty nor Safety” (Benjamin Franklin, penulis, penemu, wartawan, diplomat, negarawan AS, 1775)
***
Diskusi Panas di Ranah Kicauan
”Jadi, RIM itu kategorinya apa? Penyelenggara jasa nilai tambah? ISP? Atau penyelenggara jaringan? Pak @tifsembiring? #nanyaserius. Thanks.” Ini kicauan saya di Twitter, 11 Januari 2011, Pukul 13.49 wib.
Hari Selasa siang yang mendung. Pendingin udara di kantor saya, Redaksi ANTV, yang terletak di kawasan Kuningan, Jakarta membuat tubuh menggigil. Padahal di dunia kicauan microblogging Twitter, suhu kembali panas. Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring baru saja memuat 11 poin penguat alasan mengapa kementeriannya anggap layanan RIM patut dihentikan jika tak penuhi peraturan pemerintah.
Di antara kicauan Menteri Tifatul adalah :“Semua operator yang lain sudah menjalankan dan mematuhi UU dan peraturan RI, spt: bayar BHP frekw, pajak, rekrut naker, CSR, bantu korban2..” (lihat boks: Kicauan Sang Menteri). Ini poin keenam dalam 11 poin itu. Garis waktu (timeline) bergetar. Saya tergelitik untuk menanyakan hal di atas karena ingin tahu, bagaimana sebenarnya Pemerintah menempatkan Research In Motion (RIM), perusahaan penyedia layanan BlackBerry itu?
Terasa kuat bahwa Pemerintah, lewat pernyataan Tifatul, ingin mendapatkan pemasukan lebih besar dalam bentuk pajak –pajak dan biaya hak penggunaan (BHP). Perlakuan yang dialami para operator alias penyelenggara jaringan. Kata yang dipilih pun bernuansa vulgar. JATAH. Isu ini nampak lebih ‘nasionalis’ ketimbang isu menyaring konten porno yang sejak awal kental melekat pada kebijakan konten Menteri Tifatul sejak menjabat Menkominfo Oktober 2009.
Tak mau tanggung-tanggung dalam menonjolkan kesan nasionalis itu, Menteri Tifatul juga memuat artikel dari sebuah media online. Artikel itu berjudul “Pilih BlackBerry atau Kedaulatan Negara”. @tifsembiring: Bagusnya rekan2 baca lengkap artikel ini: http://ht.ly/3DD71 baru komentar. ☺"Pilih BlackBerry atau Kedaulatan Negara?"
Pertanyaan saya siang itu tak ditanggapi @tifsembiring. Kritikan terhadapnya kian pedas. Ada yang menjelaskan dengan runut kepada sang menteri bahwa RIM sudah memenuhi sebagian besar dari tuntutan Kemkominfo. @DanielTumiwa menyampaikannya dengan cerdas. Tapi yang menyerempet personal pun ada, bahkan ada usul untuk melaporkannya ke Twitter melalui layanan “Report Spam”. Banyak yang kontra usulan ini. Begitu pula saya.
Tapi di tengah derasnya kecaman terhadap rencana Kemkominfo menghentikan layanan BB itu, saya melihat mulai banyak yang mendukung sikap pemerintah setelah isu “kedaulatan”, layanan konsumen, dan soal pajak diangkat. Menteri Tifatul bahkan memuat sambungan ke artikel di JPNN yang mendukungnya: @tifsembiring: Klik yg ini jg http://ht.ly/3DD5v baca dulu pelan2 baru komentar. Biar tidak lebay. ☺ "YLKI Dukung Rencana Pemerintah Blokir Blackberry".
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendukung perlunya RIM membangun pusat data (data center/server) di Indonesia untuk menjamin layanan bagi pengguna BB yang menurut data ahli Teknologi Informasi yang dikutip Menteri Tifatul sudah mencapai tiga juta pengguna. Satu juta di antaranya memakai pesawat BB yang diperoleh di pasar gelap.
Suara dukungan juga muncul dari kalangan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Lewat sebuah artikel yang dimuat di Bisnis Indonesia versi online, Ketua Bidang Regulasi APJIII Yadi Heryadi menyatakan RIM seharusnya berlisensi ISP (Internet Service Provider), dan karenanya harus memenuhi regulasi di Indonesia termasuk membayar pajak, menyerap tenaga kerja lokal dan lainnya. Sambungan atas artikel itu dimuat penggiat media sosial Nukman Luthfie, Selasa (12/1). Kata @nukman: Jika ini tuntutan yg dimaksud @tifsembiring http://bit.ly/gXbx0a jelas logis! #rim.
Sampai di sini saya bingung. Boleh jadi perasaan yang sama dialami sebagian yang mengamati komunikasi publik yang tengah dilakukan Menteri Tifatul atas rencananya terhadap RIM/BB. Jadi, RIM ini operator? ISP? Penyelenggara Jasa Nilai Tambah?
Jumat siang, 14 Januari, saya mengirim pesan singkat ke Menteri Tifatul, meminta konfirmasi atas beberapa pertanyaan yang ada di kepala saya, pula informasi yang saya kumpulkan dari berbagai pihak. Kalangan pelaku usaha ada yang menggolongkan RIM sebagai penyedia konten, bahkan aplikasi konten. Kalau ini benar, maka kepada RIM tak patut dikenakan BHP, juga pajak atas penggunaan jaringan. “Kan sudah dibayar operator. Kalau penyedia konten bayar juga terjadi pengenaan pajak ganda,” ujar sumber di asosiasi penyedia konten, Mobile dan Online (IMOCA).
Sumber di asosiasi bahkan menyebutkan, RIM sudah pernah dapat lampu hijau untuk menyelenggarakan layanan BB bagi korporasi dan lembaga secara internal. Tapi tidak dalam payung UU Telekomunikasi No 36/1999, apalagi dibawah koordinasi Kemkominfo. RIM jelas sudah memberikan kontribusi pajak baik lewat penjualan perangkat BB maupun tidak langsung melalui kerjasama bisnisnya dengan penyelenggara jaringan.
Tak sampai lima menit kemudian Menteri Tifatul yang tengah berada di Kuala Lumpur untuk menghadiri sebuah seminar membalas pesan singkat saya dengan menelpon. Pertanyaan saya soal pajak dan kecenderungan pengenaan pajak berganda juga soal BHP untuk RIM dijawab, “Siapa yang mau menarik pajaknya RIM? Saya kan tidak pernah bilang demikian.”
Saya ingatkan kepada Menteri Tifatul soal poin dalam kicauan dia via Twitter yang mengatakan RIM selama ini sudah mengeruk banyak dari konsumen Indonesia namun tidak membayar BHP frekuensi, pajak dan lainnya. Kata Tifatul, “Angka-angka itu saya sampaikan sebagai gambaran berapa banyak yang sudah dikantongi RIM dari Indonesia. Tapi tujuan utama saya bukan itu. Tujuan saya adalah, RIM memasang filter pornografi dan menempatkan server di Indonesia. Supaya kita bisa akses data.”
Diskusi selanjutnya lewat telpon adalah soal pemasukan. Juga soal tekanan atas RIM justru muncul atas keinginan pihak operator yang kesal karena RIM tak mau menanggung biaya yang muncul dari berbisnis dengan RIM. Dalam wawancara di media online detik.com, pakar telematika Didin Pataka yang sehaluan dengan Kemkominfo dalam soal RIM menyatakan 6 (enam) operator yang sudah menjalin kerjasama dengan RIM, yakni Indosat, Telkomsel, Axis, XL, Smart dan 3 menyatakan keberatan dengan perjanjian kerjasama dengan RIM yang mereka nilai sepihak.
Operator merasa sudah menanggung banyak biaya dari pajak, layanan pelanggan, promosi, kanal distribusi. RIM dianggap tidak punya kontribusi apapun. RIM mengaku punya anggaran pemasaran tapi untuk global. “Itu sama saja dengan RIM mempromosikan diri sendiri, tidak mempromosikan operator.” Didin rmenambahkan beberapa operator mengaku memiliki hitungan-hitungannya sendiri dan bahkan mereka mengaku mensubsidi pelayanan itu (BB).
Operator perlu dibantu promosi BB? Rasanya produk ini sudah sangat dikenal. Tidak tanggung-tanggung yang menjadi “duta” tak resmi BB adalah Presiden Barrack Obama. Sepanjang kampanye pemilihan Presiden AS tahun 2008, Obama selalu terlihat menggunakan BB. Bahkan setelah berkantor di Gedung Putih pun Obama bersikukuh gunakan BB. Dinas keamanan AS mengingatkan Obama akan risiko bocornya percakapan via telpon seluler termasuk BB. Tapi Obama tetap gunakan alat ini dengan alasan ingin berkomunikasi langsung dengan kawan-kawan seperjuangan dan keluarga.
Obama menjadi Presiden AS pertama yang menggunakan alat komunikasi personal. Pakar pemasaran dunia menaksir “nilai” promosi atas BB oleh sosok paling popular sejagat, sekaligus bos negeri adi kuasa itu senilai US $ 25-US$ 50 juta dolar! Priceless! Kalau operator perlu promosi, tentu saja karena manajemen dan efisiensi usaha masing-masing berbeda.
Soal tarif layanan BB menurut Tifatul data yang ia sodorkan berasal dari ATSI, Asosiasi Telepon Seluler Indonesia. RIM mendapat US$ 7 dolar per pelanggan per bulan, sehingga mengeruk tak kurang dari Rp 189 milyar/bulan dari Indonesia. Data yang saya peroleh dari operator, RIM menarik sekitar US$ 3,5 dolar sampai US$7 dolar bergantung jenis layanan, apakah full, atau sebagian.
Tarif juga ditentukan oleh banyaknya koneksi dari masing-masing operator. Makin banyak, harganya dikenakan lebih murah. Di atas harga koneksi layanan dari RIM, operator mengenakan tambahan biaya dalam penentuan harga ke konsumen. Termasuk biaya data, koneksi, jaringan dan lain-lain. “Layanan BB itu bawa pelanggan dan pemasukan tak sedikit buat operator,” kata pengurus ATSI. Tak heran jika operator lain di luar 6 yang pertama mengincar kerjasama dg RIM.
Benarkah tekanan kepada RIM atas masukan operator? Ini jawaban salah satu operator. “Pemerintah menanyakan pendapat operator dan operator telah menyatakan pendapatnya. Jika BB menempatkan data center di Indonesia seharusnya akan lebih efisien karena biaya sewa bandwith diharapkan turun,” kata Febriati Nadira, Kepala Komunikasi PT XL Axiata Tbk, kepada Kompas (Selasa, 11/1/2011). Sementara soal fulus ada informasi dari Telkomsel.
GM Corporate Communicationnya, Ricardo Indra, mengatakan, sulit bersikap dengan ultimatum pemerintah terhadap BB, apalagi masih jadi pembicaraan kedua belah pihak. Pihaknya menunggu sampai ada keputusan tetap. “Sejauh ini nikmati saja berbagai layanan yang sudah disiapkan Telkomsel, Dan kami tetap berupaya memberikan kepuasan bagi pelanggan,” katanya.
Sampai akhir 2010 Telkomsel punya 960 ribu pelanggan BB. Target tahun 2011 bertambah 1 juta pelanggan sehingga akhir tahun mencapai 2 jutaan. Dengan jumlah 960 ribu pelanggan per bulan Telkomsel bukukan sekitar Rp 86,4 milyar. Nampak bahwa bisnis dengan RIM adalah bisnis dengan prospek cerah dan menguntungkan. Kalau tidak, buat apa ekspansi pelanggan? Data Juni 2010, ada 100 juta pengguna BB di seluruh dunia, dan jumlahnya terus bertambah meski BB mendapatkan pesaing seperti Andrioid dan Iphone.
Antara Pajak, Keamanan, Porno, Porno dan Porno
Diskusi soal BB di media sosial sudah panas sejak Sabtu, 8 Januari 2011, saat Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menanggapi protes pengguna BlackBerry (BB) atas rencana kementeriannya menghentikan layanan BB. Alasannya, RIM ingkar janji dalam beberapa hal, termasuk janji untuk memasang penyaring konten pornografi yang pernah disampaikan RIM tahun lalu. Lewat situs kantor berita Antara, Jumat, 7 Januari 2011, Menkominfo mengatakan, ”Dalam beberapa pekan ini RIM sudah harus menutup situs konten pornografinya atau tidak kami akan tutup.” Gempar.
Ini bukan kali pertama Menteri Tifatul mengancam RIM. Agustus tahun lalu, Kemkominfo menyurati RIM agar segera memasang pusat data di Indonesia. Alasannya kalau pusat data di Kanada, dan RIM cuma menumpang infrastruktur jaringan yang dibangun operator, itu tidak adil dan mengancam posisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Setiap tahun, kata Tifatul, para operator telekomunikasi membayar biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi senilai Rp 10,5 Trilyun.
RIM juga wajib memasang penyaring konten porno, sesuai UU 11/2008 tentang Informatika dan Transaksi Elektronik. Pasal 17 dari UU ini mewajibkan Pemerintah mencegah penyebaran produk mengandung pornografi lewat berbagai medium. Seperti ramai didiskusikan oleh publik, UU ini dianggap tak bisa dijalankan tanpa adanya peraturan pelaksanaan. Sesuatu yang belum diterbitkan oleh Kemkominfo. Setidaknya publik belum tahu apakah aturan pelaksanaan itu sudah ada sampai kini (Baca: artikel di majalah ini, edisi Oktober 2010: Blokir Internet, How Far Can You Go?).
Saat menyampaikan hal ini Menteri Tifatul juga menyampaikan tekadnya memblokir konten porno dengan mewajibkan ISP dan Operator memasang penyaring. “Selama Ramadhan, target kami 90% dari 4 juta situs porno akan kami blok,” katanya. Di konperensi pers itulah, seorang wartawan yang sering meliput soal Teknologi Informasi menunjukkan kepada sang menteri, bahwa layanan BB bisa digunakan akses konten porno. Sumber di kalangan Kemkominfo mengatakan, di depan sang menteri dia mengakses situs www.17th.us yang isinya konten cabul. Menteri Tifatul kian semangat mengejar RIM.
Desember 2010, Menkominfo meminta agar RIM segera membangun server BB di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pihak berwenang melakukan penyadapan pada transaksi data BB. Selain itu Menkominfo juga meminta BB memerlakukan sensor internet pada konten pornografi. ”jadi kalau aparat berwajib punya suspect (tersangka), bisa di-tapping pada akses BBnya,” kata Menkominfo. Masuk lagi satu isu baru: penyadapan komunikasi via BB. Yang diincar, selain layanan surat elektronik via BB, juga layanan BlackBerry Messenger (BBM) yang dikenal anti sadap dan aman.
Lalu, datanglah batas akhir 17 Januari 2011 itu.
Kali ini RIM menangkap nuansa serius. Terutama soal tuntutan memasang penyaring konten porno. Ada dasar hukumnya, yakni UU No 11/2008, meski lagi-lagi belum ada peraturan pelaksanaannya. Soal menyediakan pusat data lokal? Tak ada dasar hukum yang memaksa. Baik kalangan industri maupun regulator yang saya kontak mengakui, tak ada UU yang bisa memaksa RIM melakukan hal itu. Kecuali kalau mau menerbitkan peraturan setingkat menteri seperti Permenkominfo yang ditolak asosiasi penyedia konten itu.
Inilah tanggapan RIM,yang tengah mengadakan forum Development Conference Asia, di Bali. Untuk pertama kalinya acara digelar di luar negerinya, dan bertempat di Indonesia. Soal prioritas Kemkominfo mengimplementasikan solusi penyaringan konten internet di Indonesia, RIM menegaskan sependapat dengan Menteri Tifatul Sembiring dalam hal ini dan berkomitmen penuh untuk bekerjasama dengan operator di Indonesia untuk menyediakan solusi penyaringan konten bagi pelanggan BlackBerry di Indonesia sesegera mungkin.
RIM telah bekerjasama dengan mitra operator dan pemerintah dalam hal ini dan terus menjadikan penerapan solusi teknis yang memuaskan bagi mitranya sebagai prioritas utama sesegera mungkin.” “Kalau memang hukum di Indonesia mengatur demikian, kami ikuti. Tetap pendekatan yang kami gunakan adalah bagaimana struktur legalnya,” ujar Gregory Wade, managing director South East Asia RIM, di sela-sela BlackBerry Developer Conference di Nusa Dua, Bali, 13-14 Januari 2011 (Kompas, 14 Januari 2011).
Layanan BlackBerry memang dirancang untuk pengguna profesional yang membutuhkan tingkat keamanan data yang tinggi. “Ibarat semua rumah, setiap orang punya kuncinya. Kalau hukum membolehkan rumah tersebut dimasuki orang lain, ya akan kami ikuti,” kata Gregory Wade. Untuk sensor pornografi RIM telah memutuskan patuh sesuai aturan di Indonesia, namun soal data center masih menunggu kepastian hukumnya. Nah!
Antara Keamanan dan Hak Privasi
BB Messenger adalah layanan unggulan RIM. Layanan komunikasi ini dikembangkan atas prinsip layanan BES (BlackBerry Enterprises Services) dengan pelanggan korporasi yang kemudian penggunaannya meluas ke publik. Membuka kerahasiaan layanan email BB baik yang berbasis BES maupun BIS (BlackBerry Internet Services) adalah incaran banyak negara yang memiliki masalah dengan soal keamanan nasional. Pemerintah India, misalnya, memaksa RIM membangun pusat data dan membuka akses atas data yang telah disandi atau dienkripsi, setelah terjadinya Mumbai Attacks, tahun 2008. Aksi teror ini menewaskan sedikitnya 170 orang. Pihak Dinas Keamanan dan Intelejen India mendapati bahwa kelompok teroris menggunakan peralatan komunikasi berteknologi tinggi untuk merencanakan serangan.
Sampai pertengahan tahun lalu, RIM dalam posisi tak menentu di India. Dinas keamanan dan intelejen India tak mampu menembus kerahasiaan kode-kode layanan BB. India mengaku sulit untuk menangkal ancaman terorisme dan keamanan nasional. India memang didera ancaman dari kelompok radikal Islam, juga separatis.
Agustus 2010, pemerintah Uni Emirat Arab menyatakan akan menghentikan sebagian dari layanan BB ada solusi pemenuhan aturan di sana. Negeri modern di jazirah Arab itu punya pelanggan BB sekitar setengah juta. RIM mengatakan bahwa enskripsi di layanan BB dimaksudkan untuk menjamin kerahasian dalam sebuah proses negosiasi bisnis, dan hal itu tak bisa ditawar.
Konsumen memilih layanan BB karena kerahasiaan. Mereka juga anggap layanan BB Mesenger antar pengguna lebih murah. Saya merasakannya saat bertugas di luar negeri. Komunikasi dengan kolega di kantor di Jakarta atau teman seperjalanan dengan BBM membuat tagihan di akhir bulan tak mencekik leher. UAE mengancam menutup layanan email, web dan lainnya pada 11 Oktober 2010. Tanggal 8 Oktober 2010 pemerintah di sana mengumumkan layanan BB tetap berjalan norma. Di India, pemerintahnya memberikan batas waktu sampai 20 Januari 2011 untuk RIM membangun server lokal atau buka akses ke server pusatnya di Kanada. Selain India, UAE dan Indonesia, negara lain yang mengancam menutup layanan RIM adalah Saudi Arabia, Cina, Aljasair, Barbados dan Pakistan.
Zack Whittaker, seorang analis di ZDNet, yang meneliti soal media sosial dan kaitannya dalam pemberantasan terorisme menemukan setidaknya dua hal dalam kontroversi BB dan keamanan nasional. Fakta pertama, RIM ingin memastikan privasi penuh bagi pelanggan. Tentu saja RIM tidak berniat produk layanannya digunakan oleh teroris untuk melancarkan aksinya kapan pun, di manapun. Fakta kedua, India ingin mencegah aksi terorisme dan kekerasan senjata namun hadapi kesulitan karena tak sanggup menembus data yang diacak secara canggih. Repot kan?
India menghadapi ancaman terorisme karena unsur-unsur dalam masyarakatnya. Ada elemen radikal di sana. Sama halnya dengan negara berkembang, yang tak hanya hadapi ancaman terorisme, juga ancaman kelompok separatis. Teroris mendapatkan lahan subur untuk beraksi di tempat dia mana masih ada ketimpangan sosial. Ketidakadilan. Seperti di Indonesia. Teroris memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi, sebagaimana masyarakat lain. Mulai dari penggunaan surat elektronik, pesan singkat lewat telpon seluler, sampai layanan BB Messenger.
Dinas Intelijen India perlu mengakses informasi yang diacak untuk mencegah serangan teroris dalam waktu yang tertentu. Ada polanya. Kalau di Indonesia, aparat biasanya bersiaga di saat tertentu, semisal Malam Natal, Malam Tahun Baru, Malam Takbiran Idul Fitri. Belakangan, berdasarkan hasil penyelidikan atas sejumlah pelaku teror yang ditangkap, polisi dan intelejen Indonesia juga bersiaga penuh saat Upacara Kenegaraan 17 Agustus di Istana Merdeka. Saat itu digelar peringatan ulang tahun proklamasi kemerdekaan yang dihadiri Presiden, Wakil Presiden, pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara, dan tentu saja anggota kabinet.
Sebenarnya, di berbagai negara maju, misalnya di AS dan Inggris, sudah jamak diketahui bahwa pemerintah melalui aparaturnya memiliki kemampuan mengakses komunikasi antar warganya, melalui berbagai medium komunikasi modern. Perlengkapan canggih dan kehandalan ahli teknologi informasi yang dipunyai pemerintah adalah kuncinya. Whittaker menjelaskan dalam artikel berjudul “Blackberry encryption ‘too secure”: National Security vs consumer privacy?” (ZDNet, Juli 2010), , pesan singkat tidak aman penyadapan. Email yang dikirim via ’exchange dan POP/IMAP bisa ditembus. Percakapan telepon apalagi, mudah disadap dengan alat yang harganya murah dan mudah didapat di pasaran. Email via BB sebenarnya relatif aman, tapi bisa ditembus.
Nah, layanan BB Mesenger paling aman. Tidak bisa ditembus. Begitu amannya sampai pemerintah Cina yang dikenal memasang alat yang bisa menyadap komunikasi informasi dan komunikasi warganya tak bisa menyadap percakapan via BBM. Inilah yang membuat BlackBerry sangat popular di Cina, apalagi dengan tumbuhnya kalangan muda, pula profesional yang rakus dengan gadget terbaru.
Begitupun, pada waktu bersamaan, kepedulian terhadap perlindungan privasi konsumen juga merebak. Demokrasi adalah muasalnya. Fenomena maraknya media sosial yang membuat kian terbukanya data personal ke publik melalui berbagai medium, tak membuat keinginan akan privasi itu menurun. Jejaring sosial semacam Facebook, Twitter pun memasang fasilitas perlindungan privasi bagi penggunanya. Intinya, membuka data personal ke publik adalah pilihan. Bukan paksaan regulator.
Mana yang lebih penting: keamanan nasional atau privasi konsumen? Mengapa?
Diskusi untuk menjawab pertanyaan di atas mengerucut pada pro-kontra. Saya memilih sepakat dengan Whittaker. Ada hal yang sifatnya sementara. Hari ini relevan, besok tidak. Namun ada hal yang selalu relevan sepanjang masa. Hak asasi manusia. Hak untuk hidup. Hak untuk mendapatkan pendidikan. Hak mendapatkan informasi dalam berbagai bentuknya. Kutipan Benjamin Franklin soal pertukaran antara kemerdekaan indiividu dengan kepentingan keamanan adalah hal yang menurut saya akan relevan sepanjang jaman.
Pejabat pemerintah dan politisi yang ingin memata-matai komunikasi warganya dengan alasan pornografi, pemberantasan korupsi, keamanan negara, akan menyesalinya saat mereka tak menjabat lagi. Saat mereka menjadi warga biasa. Sekali saja kita membiarkan hak-hak kita diambil demi alasan apapun, termasuk alasan pornografi dan keamanan nasional, maka sejak itu pula hak privasi kita sebagai warganegara hilang dengan sendirinya. Pertarungan sebenarnya bukan antara pemerintah dengan teroris, melainkan antara warga dengan pemerintahnya dalam hal membatasi kekuasaan pemerintah dan menjaga kemerdekaan dan hak asasi warga negara.
Negara maju seperti AS dan Inggris dapat mengakses layanan BB, termasuk yang rahasia sekalipun, karena diduga memiliki teknologi canggih yang membuat mereka mampu menembus kode kerahasiaan. Namun, tanpa itupun, mereka bisa menembus kerahasiaan itu. Dalam sebuah artikel di Reuters, 3 Agustus 2010, pejabat keamanan di AS menyatakan bahwa mereka dapat mengakses surat elektronik dan bentuk percakapan lain melalui BlackBerry asalkan mereka memiliki surat perintah dari pengadilan.
RIM memiliki keunikan dan ini membuat posisinya berbeda dengan produsen telpon seluler cerdas lainnya dalam hal akses terhadap komunikasi penggunanya. Produsen lain seperti Apple Inc, Nokia, HTC, Motorola Corp. menyerahkan kerja mengelola data kepada para operator telekomunikasi mitra bisnis mereka. RIM memilih mengelola sendiri lalu-lintas data dan percakapan yang menggunakan alat mereka, yakni BB. Sebagaimana disebut sebelumnya, Ide awal dari BB sendiri memang komunikasi internal dalam sebuah komunitas di perusahaan atau grup yang bersifat aman.
Data percakapan yang dilindungi kode super rahasia oleh RIM, serta lalu-lintasnya disimpan di server yang terletak di kantor pusatnya di Kanada. Pada awalnya, ketika BlackBerry digunakan untuk komunikasi internal di perusahaan, RIM dapat menempatkan server di perusahaan tersebut. Mark Rasch, mantan kepala unit kejahatan komputer di Departemen Kehakiman AS mengatakan, boleh jadi RIM tak mau berikan akses bagi pemerintah Uni Emirat Arab misalnya, ke server induk mereka atas alasan ketidakpercayaan. “Ada kekuatiran pemerintah akan menyalahgunakan data komunikasi warganya untuk kepentingan kekuasaan,” kata Rasch kepada Reuters.
David Yach, kepala teknologi RIM, Agustus tahun lalu mengatakan bahwa RIM tak mungkin berikan akses kepada pemerintah negara konsumen untuk mengakses komunikasi email internal di perusahaan. “Sebaiknya pemerintah minta akses langsung ke perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku,” kata Yach, sebagaimana dikutip Reuters Agustus tahun lalu (RIM CTO: Government rely too much on BlackBerry to ban
it)
Di Indonesia kekuatiran itu bukannya tak ada. Pemerintah dan DPR sedang membahas RUU Kerahasiaan Negara. Pasal yang kontroversial menyangkut definisi Rahasia Negara yang menurut rancangan yang ada ditentukan oleh penguasa, dalam hal ini Presiden. Jika pemerintah punya akses memonitor percakapan pribadi warganya tanpa perintah pengadilan, ada ancaman abuse of power. Padahal ancaman hukumannya dari pidana penjara rata-rata tiga tahun untuk kategori informasi rahasia, sampai 20 tahun untuk sangat rahasia. Dendanya mulai dari Rp 100 juta sampai Rp 5 milyar. Di waktu perang ancaman hukumannya bisa seumur hidup atau hukuman mati.
Belum lagi rencana Menkominfo Tifatul Sembiring menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyadapan/Intersepsi yang menuai kontroversi tahun 2009. Tifatul merujuk ke beberapa negara lain yang menempatkan aturan penyadapan di bawah kementrian Information, Communication and Technology (ICT). Draf Tifatul ditolak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang menurut UU KPK memiliki kewenangan menyadap dalam perkara korupsi.
Tifatul beralasan PP Penyadapan bertujuan memberikan payung hukum yang lebih kuat kepada KPK. Namun masyarakat sipil pro pemberantasan korupsi menolak, karena RPP bertendensi mengurangi kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK. “Masak kalau mau menyadap tersangka korupsi harus menunggi birokrasi dan proses di pemerintah?,” kata Agus Sudibyo, anggota Dewan Pers 2010-2013 saat itu. Agus adalah koordinator masyarakat sipil untuk UU kebebasan Informasi Publik (KPI). RUU Kerahasiaan sendiri potensial bertentangan dengan UU KIP dan UU Pers.
Di India akhirnya RIM bersedia membuat Network Data Analysis System (NDAS) di India sehingga pihak keamanan India bisa mengakses pembicaraan lewat layanan BBM tanpa membangun server lokal. Alasannya, pada BBM lalulintas data hanya diacak dan dikompresi sehingga RIM bisa menghadang dan menyusun kembali data itu. Beda dengan email.
Layanan email yang gunakan BIS (BlackBerry Internet Services) maupun BES (BlackBerry Enterprises Services), lalu lintas email mengalami proses enkripsi. Pada jalur BIS proses enkripsi terjadi saat email dikirim dari perangkata BB ke server RIM. Di server RIM, enkripsi dibuka dan dikirim ke pelanggan tanpa enkrips. Email bisa disadap. Pada BES, enkripsi terjadi di seluruh jalur, RIM tak bisa buka email tersebut. Kalau dipaksa, maka rusaklah konsep layanan BlackBerry itu.
Enkripsi email bukan hanya milik RIM. Email via Google dan Yahoo pun gunakan jalur terenskripsi. Yang berniat jahat bisa gunakan jalur tersebut. Belajar dr India nampaknya Pemerintah akan dapatkan jalur BBM dan BIS. Menteri Tifatul mengatakan kepada saya, “pasang filter porno dulu. Itu harus segera.”. Maka bagi pengguna BB di Indonesia, yang akan ditutup jika RIM tak kunjung penuhi janjinya pasang penyaring porno adalah fasilitas Bb Browsing, atau mengakses data. Andaikata BBM pun diminta aksesnya oleh pemerintah demi alasan keamanan, sebenarnya para pelaku kejahatan yang pandai bisa pindah ke layanan lain .
Orang bisa gunakan folder draft Gmail atau Yahoo yang bisa diakses oleh seluruh pelaku dalam grup. Email tak pernah terkirim, berarti tak bisa dilacak. Atau kirim email via layanan YouSendIt yang juga terekskripsi. (bralinknews.blogspot.com, Pelajaran dari India : RIM vs Kominfo, 11 Januari 2011)
Niat untuk terus menggerogoti kemerdekaan berekspresi di ranah internet tertangkap jelas saat Rapat Kerja Terbatas Dewan Ketahanan Nasional, Maret 2010. Rakertas itu dilakukan tak lama setelah aksi demo menentang pemerintahan Presiden Susillo Bambang Yudhoyono yang dilakukan aktivis dan menggunakan hewan Kerbau yang ditulisi SiBuYa. Di liputan media, SBY nampak masygul. Dalam pembukaan Rakertas dinyatakan bahwa Wantanas diminta mengaji tiga hal.
Pertama, Pemanfaatan Pulau-Pulau Tak Berpenghuni untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan Menjaga Keutuhan RI. Kedua, Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Berdasarkan Norma Demokrasi. Ketiga, Melindungi Warga Negara dari Dampak Negatif Pemanfaatan Jejaring Sosial Berbasis Teknologi Internet. Saya diundang sebagai anggota Dewan Pers dan bergabung di grup dua, mengaji UU Kemerdekaan Menyatakan Pendapat.
Tak ayal, diskusi sela,a tiga hari di sebuah hotel di kawasan Kota, Jakarta, banyak membahas soal media yang dianggap “kebablasan” dari sudiut pandang penguasa dan kaum konservatif. Kebebasan internet dianggap sebagai ancaman. Apalagi jejaring sosial termasuk Twitter jadi ajang pelampiasan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Sekitar 80-an orang dari berbagai profesi termasuk pimpinan fakultas di beberapa universitas diundang. Juga praktisi dan aktiivis. Saya menangkap nuansa mayoritas peserta merasa kebebasan informasi dan media sudah terlalu jauh.
Kegelisahan penguasa yang nampaknya didukung kaum politisi dan akademisi yang konservatif itu mengkhawatirkan. Ada indikasi untuk menarik mundur kemerdekaan berekspresi, padahal itu dijamin Konstitusi UUD 45 dan UU HAM. Kalangan media tradisional sudah mengalaminya. Wartawan dipenjara. Wartawan tewas dibunuh tanpa keseriusan aparat untuk mengungkap pelakunya. Kekerasan terhadap wartawan. Cepat atau lambat pengalaman yang sama akan dialami penggiat media sosial. Dialami warga. Pintu masukkya adalah mencegah pornografi. Pemanis bisnisnya adalah Kedaulatan Negara dan Keamanan Nasional. Tapi tujuan akhirnya adalah merampas kedaulatan warga atas hak berkomunikasi yang bebas intervensi penguasa.
Dewan Pers dalam pernyataan akhir tahun 2010 mencermati kecenderungan upaya menarik garis mundur kemerdekaan pers, kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan mengakses informasi dari berbagai saluran yang tersedia. Dalam konteks itu Dewan Pers menyatakan belum perlu ada revisi terhadap UU Pers No 40/1999. Revisi akan menjadi pintu masuk pengekangan kemerdekaan pers. Itu cuma awalnya. Sama dengan mencegah pornografi sebagai pintu masuk pengekangan hak privasi warga.
Ada yang mengkritisi kutipan Benjamin Franklin soal menukar keamanan dengan kemerdekaan sebagai hal yang bernuansa romantis masa perang, jaman dulu. Menurut saya tidak. Keamanan adalah sesuatu yang sesaat. Bergantung pada situasi, pada kemauan penguasa. Sekali kita membiarkan kemerdekaan asasi ditukar untuk keamanan yang definisinya ditentukan penguasa, maka selanjutnya kita tak akan pernah merdeka. Maukah kita?###End
-------------------------------
Boks: Kicauan Sang Menteri
Ini kicauan Menteri Tifatul lewat @tifsembiring menanggapi protes soal rencana tutup layanan RIM di Indonesia:
Sabtu, 8 Jan 2011
”Kita bukan sedang bernegosiasi, kalau RIM tdk mematuhi peraturan dan UU RI, enough is enough!!!
”Kita bukan sedang bernegosiasi, kalau RIM tdk mematuhi peraturan dan UU RI, enough is enough!!!”.”
”92% capex telco dikuasai oleh asing, kita sedang nego: buka service center di INA, serap naker INA, gunakan konten local. Ko bela asing??
Kicauan diatas menuai kritikan tajam, ada pula yang mendukung. Tifatul menanggapi kritik tajam di media sosial dan koran serta media online dengan memuat pernyataan berikut, via Twitter:
Minggu, 9 Januari 2011
1.”Kita minta RIM agar hormati & patuhi Peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, terkait dengan UU 36/1999, UU 11/2008 & UU 44/2008””
2.”Kita minta RIM agar buka perwakilan di Indonesia karena pelanggan RIM di Indonesia untuk BlackBerry sdh lbh dari 2 juta.” #RIM
3.”Kita minta RIM agar membuka service center di Indonesia untuk melayani & mudahkan pelanggan mereka yang juga WNI.” #RIM
4.”Kita minta RIM agar merekrut dan menyerap tenaga kerja Indonesia secara layak dan proporsional.” #RIM
5.“Kita minta RIM agar sebanyak mungkin menggunakan konten local Indonesia, khususnya mengenai software.” #RIM
6. “Kita minta RIM agar memasang software blocking thd situs2 porno, sebagaimana operator lain sudah mematuhinya.” #RIM
7. “Kita minta RIM agar bangun server/repeater di Indonesia, agr aparat hokum dpt lakukan penyelidikan thd pelaku kejahatan tmsk koruptor.” #RIM
“Sejauh ini terkesan #RIM mengulur-ulur waktu untuk menjalankan komitmen mereka. Apakah kita sebagai bangsa mau diperlakukan spt itu?.”
“Kalau ada nasionalisme di dada kita % ingin jd bangsa yang berwibawa, pasti sebagian kita akan setuju poin2 yang saya sampaikan tentang #RIM
Selasa, 11 Januari 2011, protes tak kunjung reda dan debat soal RIM vs Kemkominfo jadi kepala berita sejumlah koran. Kontroversi justru munculo karena pantun yang disampaikan Tifatul Senin dini hari (10/1), yang bunyinya:
“Berburu ke padang datar, dapat rusa di belang kaki, agar anak tak kurang ajar, mari berantas si pornografi.”. Dari soal pajak, BHP, nasionalisme, menyadap komunikasi koruptor, eh kembali lagi ke isu pornografi?
Tifatul lagi-lagi menggunakan medium Twitter untuk menyampaikan tanggapannya, dalam 11 poin:
1. Tweeps yg budiman, berikut saya akan jelaskan beberapa hal terkait kontroversi peringatan kpd RIM yang mengoperasikan Black Berry di INA.
2. Data Pakar IT: ada 3 juta pelanggan RIM/BB di Indonesia. 2 jt resmi dan 1 jt black market
3.Dg rata2 menagih $ 7 USD/org/bulan. RIM menangguk pemasukan bersih Rp 189 Milyar/bln atau Rp 2,268 Trilyun/th. Uang rakyat INA utk RIM
4.CATAT: RIM Tanpa bayar pajak sepeserpun kepada RI, tanpa bangun infrastruktur jaringan apapun di RI. Seluruh jaringan adalah milik 6 operator di INA
5.Salahkah kita meminta ”JATAH” buat NKRI spt. Tenaga Kerja, konten lokal, hormati dan patuhi ketentuan Hukum dan UU di RI yang berdaulat ini
6.Semua operator yang lain sudah menjalankan dan mematuhi UU dan peraturan RI, spt: bayar BHP frekw, pajak, rekrut naker, CSR, bantu korban2
7....Merapi, korban Mentawai, korban Wasior, bencana2 lainnya dan blokir pornografi
8.Kelirukah kita jika minta RIM menjalankan UU dan aturan yang sama? Apakah RIM perlu diberi keistimewaan dan perkecualian?
9.Saya sdh baca komentar2, haruskah kita selalu me-nunduk2 kpd asing? Arogankah kalau mengingatkan asing agr hormati hukum dan UU di INA.
10. Ini u/kepentingan yg lebih luas. Diberi sepotong ”kue kecil” lantas mati2an bela asing. Minta hak yg besar u/bangsa yg terhormat ini
11. Mudah2an tweeps budiman maklum adanya.
Labels:
blackberry,
facebook,
konten pornografi,
RIM,
tifatul sembiring,
twitter,
uni lubis
Subscribe to:
Posts (Atom)