Uni Z. Lubis, wartawan ANTV.
Sebuah forum dibentuk untuk koreksi terhadap ketidakseimbangan ekonomi dunia pasca krisis 2007-2008. Setelah dua tahun berjalan, apa manfaatnya bagi Indonesia?
Ruangan mendadak senyap. Para menteri dan pejabat Indonesia yang tadinya asyik berhaha-hihi di sebuah ruangan di lantai dua Hotel Westin Harbour, Toronto itu, duduk manis di kursi yang ditata memanjang, tiga saf di kiri-kanan. Di ujungnya sebuah kursi kosong, siap diduduki sosok yang dihormati di situ, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kursi itu masih hangat.
Sekitar 15 menit sebelumnya Presiden SBY, duduk disitu juga seraya mendengarkan puja-puji dari Richard Greene, penulis buku “Words That Shook The World”. Kata Greene, “Presiden SBY mengguncang dunia dengan idenya soal membangun harmoni antara dunia Barat dan Islam.” Masih kata Greene, pidato SBY berjudul Towards Harmony Amongs Civilizations yang disampaikan di depan komunitas mahasiswa Kennedy School of Government, Universitas Harvard, September 2009 menawarkan ide segar. Ruangan dipenuhi keplok, tepuk-tangan.
SBY nampak girang. Greene menyejajarkan SBY dengan Presiden Barack Hussein Obama yang salah satu pidatonya juga ada di buku itu. Hari itu Sabtu, 27 Juni 2010, pukul 16.30 Waktu Toronto. Di luar hujan gerimis.
Cover buku SBY. Buku ini menyejajarkan SBY dengan Obama.
Acara penyerahan buku usai. SBY masih sukacita menimang Ipad, gadget baru yang lagi nge-tren. Di dalamnya ada versi eBook dari buku Greene. Ia meninggalkan ruangan sebentar, 15 menitan. Ketika dia kembali masuk ruangan, duduk di kursi yang sama, lantas memulai briefing untuk para staf (baca: anggota delegasi RI, pejabat Istana dan staf KBRI di Kanada), SBY memulainya dengan menceritakan esensi dari pidato di Harvard itu.
Pidato Harvard yang mengguncang dunia itu disampaikan setelah SBY mengikuti pertemuan G20 Summit di Pittsburgh, 24-25 September 2009. SBY melanjutkan kunjungan ke Boston untuk bertemu dengan forum pengusaha AS-Indonesia, lantas berpidato di Harvard pada 29 September 2009, sore hari. Pidato itu dimulai dengan peran Indonesia yang kian penting di dunia internasional. Bukti kuat adalah diundangnya Indonesia menjadi wakil negara-negara ASEAN dalam forum Kepala Negara G20 (G20 Summit).
Sesudah prolog yang diselingi humor, disaksikan 1.000-an hadirin, dosen dan mahasiswa, termasuk putranya Agus Harimurti yang tengah menimba ilmu di sana, SBY menyampaikan betapa tepat waktu saat ia mendapat kesempatan pidato di depan warga Harvard yang termasyhur. “Bagi saya, G20 adalah salah satu manifestasi dari perubahan yang terjadi di dunia politik global,” ujar SBY.
G20 menjadi forum yang pertamakali mengakomodasi semua peradaban utama (major civilizations), tidak hanya negara barat, melainkan juga Cina, Korea Selatan, India, Afrika Selatan dan negara lain, termasuk tiga negara yang memiliki populasi penduduk beragama Islam besar yakni Saudi Arabia, Turki dan Indonesia. Forum multilateral lain seperti G8, G7 dan Dewan Keamanan PBB tidak menggarisbawahi petingnya representasi ini. “G20 adalah representasi komunitas global dari beragam peradaban,” kata SBY.
Barangkali karena itu juga G20 dipandang sukses mengangkat dunia dari ancaman resesi global yang dipicu krisis finansial di AS, tahun 2008. Koordinasi cepat dan kongkrit yang dilakukan negara anggota G20 telah meletakkan dasar stabilisasi sistem di sektor keuangan, memulihkan kepercayaan yang berujung pada lahirnya tanda-tanda pemulihan ekonomi dunia, lebih cepat dari yang diperkirakan.
G20 lantas menjadi identitas internasional yang baru bagi Indonesia. Lebih khusus lagi, bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Kisah masuknya Indonesia dalam forum Kepala Negara G20 berawal dari sambungan telpon di malam hari waktu Indonesia, sekitar 2 bulan sebelum pertemuan G20 tingkat kepala negara yang pertama berlangsung di Washington DC, 14-15 November 2008. Kala krisis 2007 meledak, ada pemikiran untuk memperluas G7 atau G8 Summit untuk diperluas jadi G13 atau forum tingkat menteri keuangan G20 yang sudah berdiri sejak 1999, ditingkatkan jadi tingkat Kepala Negara G20. Perancis condong ke G13. Jika forum G13 yang dipilih, Indonesia tidak masuk di sini.
Padahal, Indonesia merasa perlu masuk dalam sebuah forum dunia yang membahas krisis ekonomi. Apalagi Indonesia menganggap bisa berkontribusi pemikiran dan solusi berdasarkan pengalaman melalui krisis ekonomi 1997-1998. Saat krisis 2007-2008 pun ekonomi Indonesia berhasil tumbuh positif, 4%, tertinggi ketiga di Asia setelah Cina dan India. “Kami melobi sekuat tenaga agar ada forum G20 Summit, di mana kepala negara Indonesia masuk di dalamnya,” kisah Dino Patti Djalal, staf khusus Presiden SBY bidang hubungan internasional, sekaligus juru bicara masalah luar negeri. Diplomat Indonesia kasak-kusuk.
Lalu, telpon-telponan antara SBY, PM Australia saat itu, Kevin Rudd, dan Presiden Bush, membuat Indonesia diundang masuk forum G20 Summit. Soalnya AS memegang kunci dalam menentukan siapa yang diundang dalam forum kepala negara G20, dan Australia adalah sekutu penting AS, bahkan sering disebut sebagai deputy sherrif-nya.
Sesudah itu telpon-telponan itu, adalah sejarah. Indonesia masuk dalam jajaran klub elit dunia untuk membicarakan persoalan ekonomi. Sesudah Washington DcC, G20 Summit berikutnya di London, April 2009. Kiprah Indonesia mendapat perhatian media internasional. Pidato Presiden SBY di forum dunia, bahkan di dalam negeri, hampir selalu mengutip keikutsertaan Indonesia di G20 sebagai bukti pengakuan dunia atas peran Indonesia. Dan tentu saja peran kepemimpinan SBY. Soal ini selalu menjadi bahan canda antara saya dan Dino Patti Djalal yang juga menjadi penulis pidato internasional SBY.
Dino tahu saya hafal kalimat-kalimat yang ada dalam pidato-pidato SBY di sejumlah forum. “Ah, kali ini banyak copy-paste lagi ya,” ujar saya kala mendapati pidato yang memuat kalimat yang sama dengan pidato-pidato terdahulu, termasuk Pidato SBY saat Pelantikan Presiden periode 2009-2014 di forum Paripurna DPR. Kalau sudah begini, Dino biasanya cuma tesenyum simpul. Saya ikut meliput dalam rombongan Presiden SBY ke forum G20 yang pertama di AS. Waktunya bersamaan dengan krisis Bank Century. Delegasi Indonesia di forum menteri dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Di tingkat pembahasan draf deklarasi Washington, dari pihak Indonesia yang terlibat adalah Anggito Abimanyu, Kepala Badan Fiskal Departemen Keuangan yang berfungsi sebagai ketua kelompok kerja dari Indonesia. Dalam negosiasi dilibatkan Mahendra Siregar, saat itu deputi menteri perekonomian sebagai “sherpa”, pendamping Kepala Negara saat pertemuan tingkat Kepala Negara. Juga dilibatkan, Chatib Basri, ekonomi UI yang dalam daftar delegasi ditulis sebagai “deputi Menteri Keuangan.
Pertemuan G20 di Pittsburgh yang untuk pertama kalinya dihadiri Presiden terpilih Barack Obama juga saya liput. Tim kerja Indonesia masih sama. Dalam sebuah perbincangan dengan Anggito Abimanyu di Pittsburgh, saya mendapatkan informasi bahwa ide orisinal Indonesia yang masuk dalam deklarasi G20 adalah penambahan modal Bank Pembangunan Asia (ADB), dana talangan darurat untuk fiskal, countercyclical policy, serta capacity building untuk refornasi di sektor finansial.
Countercyclical adalah sebuah kebijakan ekonomi yang menerapkan hal bertentangan dengan keadaan yang terjadi saat itu, meredakan ekonomi saat dianggap terlalu “memanas”, atau merangsang saat ekonomi sedang “melambat”. Di Pittsburgh inilah Obama mendorong G20 sebagai forum utama untuk membicarakan kerjasama ekonomi internasional. Sebuah ide yang disokong Indonesia, dan sempat ditentang Jepang.
Forum Sepakat untuk Tidak Sepakat.
Sejak awal G20 memang bukanlah forum yang bersifat mengikat. Forum ini menjadi tempat bagi negara anggota untuk saling mengkoordinasikan kebijakan yang diambil untuk penanganan krisis ekonomi di negara masing-masing. Menuju G20 di Toronto saja, perbedaan sikap sudah tampak. Para pembuat kebijakan di Eropa masih kuatir bahwa bailout yang dilakukan atas krisis ekonomi Yunani bulan lalu menimbulkan risiko penjualan surat berharga dan menurunkan rating kredit pemerintah.
Di sisi lain, Presiden Obama membawakan proposal AS yang pemotongan anggaran publik akan menimbulkan tekanan pada ekonomi dan mengancam lapangan pekerjaan. Sama halnya dengan debat soal berapa besar seharusnya anggaran yang digelontorkan ke publik sebagai stimulus ekonomi saat krisis terjadi, kini debatnya adalah kapan saat yang tepat untuk menghentikan (atau mengurangi) pinjaman kepada publik.
Itu baru satu perbedaan, yang menyangkut kebijakan fiskal. Hal lain adalah debat soal pengenaan dana provisi untuk cadangan jika terjadi krisis yang cenderung dilakukan bank berskala global. Ide ini jelas disokong negara maju, tetapi berat dilakukan oleh negara berkembang. Negara maju akan dukung bank mengenakan persentase tambahan dana ini atas setiap penjualan kreditnya. “Tapi dengan situasi ekonomi yang belum stabil di negara berkembang, kebijakan ini sulit diterapkan,” kata ekonom Anton Gunawan, sebagaimana dikutip koran Bisnis Indonesia (24/6)
PM Inggris David Cameron yang baru kali ini menghadiri pertemuan pemimpin ekonomi G20 datang dengan membawa proposal yang isinya pengetatan anggaran publik untuk penguatan fiskal. Inggris sudah melakukan upaya pemangkasan anggaran publik dengan akibat berkurangnya anggaran untuk polisi, militer, pemadam kebakaran, sekolah dan sektor publik lainnya. Bagi Inggris (dan juga Jerman dan Uni Eropa), saatnya melakukan kebijakan yang berakibat pahit saat ini, untuk hasil yang baik di masa depan. Short term pain, long term gain. Ide ini ditentang AS yang ingin stimulus terus dilakukan, kalau tidak ekonomi bisa balik ke resesi lagi.
G20 Toronto adalah pertemuan ke-4 di tingkat kepala negara. Forum ini telah melansir sejumlah agenda reformasi di berbagai institusi yang terkait dengan penanganan ekonomi internasional. Negara yang ekonominya signifikan untuk mempengaruhi naik turunnya ekonomi dunia harus melakukan hal yang sama, mereformasi pengelolaan ekonominya. Ambisi G20 tidak hanya menstabilkan keadaan ekonomi dunia pasca krisis ekonomi 2007-2009, melainkan juga membuat mekanisme antisipasi untuk mencegah trjadinya krisis serupa di kemudian hari. G20 juga menginginkan pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.
Press room pertemuan G20 di Toronto
Elemen sentral dalam komitmen reformasi itu tercantum dalam kesepakatan yang diberi judul: Framework for Strong, Sustainable and Balanced Growth”, yang dihasilkan oleh Pittsburgh Summit 2009. Di situ anggota G20 sepakat untuk memikul tanggungjawab individual maupun bersama untuk menjamin sehatnya ekonomi global. Hal itu dilakukan dengan menyetujui sejumlah elemen kunci pertumbuhan, melakukan koordinasi kebijakan di masing-masing negara dengan dukungan Dana Moneter Internasional (IMF) dan institusi lainnya, juga sepakat untuk untuk selalu mendiskusikan tindakan yang diperlukan selanjutnya untuk melaksanakan komitmen di atas.
Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa ada banyak alasan untuk skeptis terhadap komitmen untuk terikat dalam kesepakatan bersama dalam menjalankan kebijakan dan kerjasama ekonomi. Bahkan penanganan pasca krisis di masa sebelumnya yang dilakukan dengan pengawasan IMF menunjukkan sulitnya kerjasama ekonomi dilakukan. Misalnya dalam hal memastikan tidak adanya sikap proteksionis untuk melindungi industri dalam negeri. Ada juga upaya G7 dan European Monetary Union (EMU) untuk kerjasama menangani persoalan mata uang dan ketidakseimbangan fiskal, sering berakhir dengan skema kesepakatan yang bersifat “kosmetik”. Ujungnya adalah risiko dampak konter-produktif, gara-gara para peserta gagal atau enggan bersikap jujur dalam mengidentifikasi persoalan mendasar penyebab krisis. G20 ingin menghindari tidakan dan kebijakan supervisial seperti pengalaman masa lalu.
Proses penanganan krisis yang dilakukann melalui forum G20 juga menawarkan sejumlah inovasi. Masing-masing anggota diharusnya menyampaikan secara terbuka, termasuk jadwal pelaksanaan kebijakan ekonomi dalam rangka penanganan krisis. Data-data yang dijadikan bahan pembuat kebijakan haruslah data terbaru. Inovasi lainnya adalah akses langsung di setiap proses pembahasan antar tim kerja G20, dengan para pemimpinnya (baca: kepala pemerintahan/negara).
Proses di G20 juga menyertakan sejumlah perspektif dan skenario penanganan krisis. Hal-hal ini sebelumnya luput dalam penanganan dengan cara lama yang didominasi agenda IMF dan negara maju. Tentu saja pertanyaan penting masih muncul di sini. Soalnya Framework itu tidak mengatur sanksi apa yang misalnya diberlakukan jika ada yang melanggar kesepakatan. Juga bagaimana mekanisme kerja yang berdasarkan prinsip kesejajaran dan keterbukaan bisa dilakukan dengan institusi lain di luar IMF.
Awal krisis dan G20 Summit
Krisis finansial global pada 2007-2009, diyakini adalah dampak dari lemahnya regulasi di pasar uang dan institusi keuangan. Krisis juga disebabkan gagalnya lembaga kerjasama ekonomi dan keuangan dunia melakukan respon secara efisien. Sejumlah pertanyaan mendasar muncul. Misalnya, bisakah di masa depan krisis seperti diprediksi, lantas diantisipasi? Bisakah kita membangun sebuah mekanisme pengelolaan krisis secara internasional yang bisa memberikan sistem deteksi dini atas potensi krisis, bahkan meredam akar persoalan pemicu krisis?
Pada awalnya G20, meski membawakan sejumlah inovasi dalam mekanisme pengambilan keputusan, terutama keterlibatan langsung para kepala negara, namun usulan kebijakannya dianggap “lagu lama” dan tak beda dengan proposal serupa dimasa lalu yang di diresepkan oleh IMF dan Bank Dunia. Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa pandangan kebijakan yang simplistis dapat menjebak kita, sehingga membuat kebijakan yang bersifat umum dan tidak menyentuh akar persoalan.
Di Pittsburgh para pemimpin mendefinisikan elemen-elemen kunci dalam Strong, Sustainable and Balanced Growth. Juga cukup detil dalam mendeksripsikan komitmen pencapaian yg akan mereka lakukan, termasuk: Mengimplementasikan kebijakan fiskal yang bertanggungjawab, mencegah ekses pertumbuhan kredit yang tak terkendali, mencegah harga kredit dan aset menjadi penyebab destabilisasi ekonomi, mempromosikan anggaran pendapatan dan belanja negara yang lebih seimbang, memberlakukan kebijakan moneter yang konsisten dengan tingkat harga yang lebih stabil dalam konteks nilai tukar yang lebih mencerminkan fundamental ekonominya, melakukan reformasi struktural untuk menjamin peningkatan potensi tingkat pertumbuhan, dan pada saat dibutuhkan memperbaiki sistem jaring pengaman sosial. Mempromosikan pembangunan yang berkesimbangan dan berkelanjutan dalam upaya mempersempit ketidakseimbangan dan menurunkan kemiskinan.
The Framework pada umumnya fokus pada stabilitas makro dan faktor yang dibutuhkan untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Tetapi juga mengandung sejumlah hal yang terkait dengan komitmen G20 untuk reformasi di sektor keuangan. Ini diwujudkan dengan pembentukan Financial Stability Board (FSB, Badan Stabilisasi Finansial). Badan ini diisi oleh para menteri keuangan dan pimpinan Bank Sentral negara G20 ditambah sejumlah anggota dari negara yang meenjadi pusat-pusat keuangan dunia, lembaga multilateral, baik regional maupun global. G20 juga memperbarui komitmen untuk lingkungan yang menjamin perdagangan dunia yang bebas, juga menangani sejumlah isu pembangunan dan keamanan yang disebabkan krisis.
Yang kurang dari Pittsburgh adalah kebijakan tindak-lanjut dalam memonitor pelaksanaan komitmen tiap negara. Memang tidak mudah, karena setiap kali “pemaksanaan” atas pelaksanaan komitmen G20 bisa dianggap sebagai intervensi terhadap kedaulatan negara. Hanya melaksanakan komitmen bersama yang tidak dianggap sebagai kebutuhan mendasar secara individual juga akan menimbulkan kebijakan setengah hati. Tanda-tandanya sudah jelas dalam G20 di Toronto.
Indonesia dan G20 ke depan
Penerbangan Amsterdam-Toronto butuh waktu 8 jam. Ini etape ketiga dalam penerbangan delegasi SBY ke G20 kali ini. Pesawat Airbus Garuda Indonesia yang membawa sekitar 150 anggota rombongan, termasuk 6 menteri, dua pimpinan Dewan Perwakilan Daerah dan dua anggota DPR sempat transit di Dubai sebelum kembali transit di Amsterdam, Belanda. Di tengah perjalanan, saat masih harus menempuh 4.600 kilometer, atau 4,5 jam penerbangan sebelum mendarat di Toronto, SBY menggelar jumpa pers di atas pesawat.
Jumpa pers Presiden SBY di pesawat terbang, menjelaskan soal G20.
SBY mengawali dengan kilas balik krisis ekonomi. Dua tahun setelah krisis ekonomi, sesudah G20, pemulihan ekonomi berjalan, meski belum tuntas. Ketidakseimbangan ekonomi global masih terjadi, dan perlu dikoreksi. Menurut SBY, selama pemulihan krisis, Indonesia menunjukkan sikap sebagai “good guy” dengan melakukan reformasi sistem finansial, reformasi fiskal dan pengelolaan ekonomi secara hati-hati. Indonesia mengucurkan stimulus fiskal senilai Rp 76 trilyun, seraya tetap menjaga defisit 2,5%. Cukup rendah.
Krisis dan proses pemulihannya juga melahirkan pertanyaan soal hakikat angka pertumbuhan yang pas, yang berkelanjutan. “Karena itu saya canangkan triple track economy: pro growth, pro job, pro poor. Ditambah satu lagi pro environment,” kata SBY. Formula 3+1 ini diyakini SBY bakal memastikan ekonomi Indonesia berjalan sesuai harapan. Pertumbuhan 6-7% yang diperoleh dari kombinasi konsumsi, selisih ekspor dan impor dan investasi.
Tesis SBY ini dinamakan “eco-social market economy”. Sebuah strategi ekonomi yang tidak hanya mengejar pertumbuhan, melainkan juga pemerataan. Kembali ke konsep ekonomi Pancasila, ekonomi yang berkeadilan sosial. “Unsur market, atau pasar harus tetap ada agar efisiensi ekonomi terjaga,” kata SBY. Untuk mengelaborasi konsep ini SBY menugasi Komite Ekonomi Nasional untuk mengkaji ‘eco-social market economy”.
Ketika diberikan kesempatan bertanya, saya menanyakan apakah G20 masih relevan bagi Indonesia, selain menjadi forum pertemuan Kepala Negara elit tentunya. Pertanyaan saya dasari atas kuatnya perbedaan kepentingan antara dua kubu kuat di G20, yakni Eropa di satu sisi (terutama Jerman dan Inggris) dan AS di sisi lain. Juga beda kepentingan kelompok negara maju dengan negara berkembang misalnya dalam soal dana pencadangan bank.
Dari rekaman gambar di kamera saya nampak nuansa “kurang berkenan” di wajah SBY saat mendengarkan pertanyaan saya. Seorang anggota delegasi kemudian mencolek saya dan berbisik,” Forum G20 ini jelas panggung internasional SBY. Jangan tanya soal relevansinya dengan ekonomi Indonesia,” ujar sumber itu sambil tersenyum. Sebenarnya saya hanya ingin menggali dampak kongkrit keikutsertaan Indonesia di G20 bagi rakyat. Dampak langsung. Maklum, keikutsertaan kita di forum-forum internasional, apalagi G20 punya sejumlah forum ikutan, jelas menambah biaya. Perjalanan delegasi Indonesia ke forum-forum ini jelas tidak murah karena sedikitnya melibatkan 150 orang, belum termasuk tim pendahulu dari Istana Presiden maupun Sekretariat Negara.
SBY menjawab dengan mengatakan bahwa G20 adalah policy coordination forum. Jangankan dalam forum internasional. Di dalam negeri pun tidak mudah mengkoordinasikan kebijakan. Koordinasi dengan parlemen saja tidak mudah. “Yang jelas, dengan G20, arah kebijakan dunia tidak lagi ditentukan oleh G8, atau IMF,” kata SBY. G20 juga perlu untuk komitmen mencegah krisis baru. Setiap anggota tidak bisa hanya mempertahankan ego masing-masing. “Intinya forum G20 ini tetap ada gunanya buat kita,” tegas SBY.
Sebenarnya saya sudah menyiapkan pertanyaan kedua, soal dalam negeri. Kebijakan kongkrit. Tapi cuma ada jatah satu pertanyaan. Giliran selanjutnya diberikan ke Bung Rikard Bagun, pemimpin redaksi Kompas, yang menanyakan problem pembangunan infrastruktur yang tak kunjung ada solusi. Soal pembebasan tanah yang tertunda. Pertanyaan ini sebenarnya yang ingin saya kejar juga. Apa realisasi dari program unggulan SBY di periode ke-2 di bidang ekonomi?
Menurut saya semuanya masih jalan di tempat. Prof Gumilar Somantri, Rektor Universitas Indonesia yang ikut dalam delegasi mengatakan, berjaya di forum G20, mendapat gengsi bergabung di klub elit ekonomi dunia, tentu tak ada artinya jika problem ekonomi dalam negeri belum ketemu solusinya. “G20 banyak membicarakan makro ekonomi. Sektor keuangan. Problem mendesak kita adalah sektor riel. Ekonomi rakyat. Shadow Economy,” Kata Prof Gumilar.
Jawaban lebih gamblang soal kegunaan G20 saya dapatkan dari sherpa Indonesia kali ini, Mahendra Siregar yang juga menjabat wakil menteri perdagangan. Saat ini, dengan mengandalkan konsumsi (dan tanpa pemerintah melakukan apapun, sebagaimana pernah dikatakan Kepala BKPM Gita Wirjawan), Indonesia menghasilkan pertumbuhan ekonomi 4,5-5%, maka forum G20 yang memastikan tidak terjadi praktik proteksionis berlebihan dari anggotanya, dan menjamin aliran modal dan investasi ke negara berkembang, membuat Indonesia bisa tumbuh 6-7%. Kondisi ini akan membuka kesempatan kerja lebih besar dan diharapkan mengurangi kemiskinan. Clear.
Muhammad Iman Usman, mahasiswa jurusan hubungan internasional FISIP UI yang menjadi delegasi Indonesia ke My Summit, bersama 6 orang rekannya sesama mahasiswa UI mengatakan kepada saya via BBM, “Minimal dalam forum ini kita bisa menyuarakan kepentingan negara berkembang, selain untuk pertemuan bilateral di sela-sela acara.” My Summit adalah pertemuan antara orang muda dari 19 negara anggota G20. Selain mendapat kesempatan diskusi antar peserta, paparan dari sejumlah pembicara termasuk dari sektor swasta, peserta My Summit juga dapat waktu interaksi dengan para Kepala Negara, meski sangat sempit waktunya. Cukup buat foto bersama.
Ucapan Iman ada benarnya juga. Setiap kali hadir di G20 Summit, SBY memanfaatkannya dengan menggelar pertemuan bilateral. Di Toronto dia bertemu PM Cina Hu Jintao, PM Belanda Jan Peter Balkenande, juga sarapan pagi bersama Presiden Barack Obama. Sarapan ini menegaskan kembali draf kemitraan komprehensif yang akan diteken AS-Indonesia, termasuk komitmen dana US$ 165 juta selama lima tahun untuk kerjasama pendidikan.
Minggu sore, 27 Juni 2010. Sidang Pleno terakhir G20 Summit ditutup. Deklarasi Toronto diumumkan. Ada 49 poin, termasuk ucapan terima kasih pada tuan rumah. Kepentingan yang berbenturan diakomodir. Negara maju sepakat defisit anggaran belanjanya turun separo pada 2013, serta menurunkan rasio utang terhadap PDB pada 2016. Semua sepakat penuntasan dan implementasi perdagangan bebas dalam kerangka Putaran Doha. Tak ada target jadwal dalam hal ini.
Soal mekanisme penanganan kasus yang berpotensi mencemarkan lingkungan seperti Gulf Oil Spill juga masuk dalam deklarasi. Usulan Indonesia sayangnya banyak yang belum gol. Mulai dari penambahan modal Bank Dunia sampai pembiayaan untuk Climate Change. Walhasil, sebagai “good guy”, posisi Indonesia kebanyakan mendukung kesepakatan yang dianggap bermanfaat untuk koreksi ketidakseimbangan ekonomi global. Sehari jelang G20 Summit di Toronto SBY bercerita bagaimana seriusnya dia memonitor sikap masyarakat, analis, media, ekonom, soal G20.
“Saya membaca tujuh media, sekitar 35 artikel. Banyak nuansa perbedaan di situ, seolah-olah akan deadlock,” kata SBY. Tak jelas apakah proposal Indonesia disinggung dalam 35 artikel yang dibaca SBY. Media didominasi proposal AS, Eropa (Inggris dan Jerman), serta Cina. Di Media Center G20 pun, tak ada informasi soal posisi Indonesia di forum G20 yang dibagikan ke wartawan di sana. Padahal, ada 3.000 wartawan dari seluruh dunia yang setiap hari bekerja di Media Center.
Uni Lubis dan Dino Patti Djalal di depan makam Bapak Pendiri Turki, Kemal Attaturk.
Ketika berbagi hasil G20 Toronto di Ankara, Turki, malam hari usai semua perhelatan G20, SBY mengatakan, “ternyata apa yang dikuatirkan media dan semua pihak tak terjadi. G20 sepakat mengakomodasi semua kepentingan masing-masing anggota.” G20 Summit di Toronto menghasilkan tujuan kembar: melanjutkan pemulihan ekonomi dan mencegah krisis baru.
Pada akhirnya, para pemimpin dunia di G20 nampaknya menjalankan apa yang disampaikan Angel Gurria, sekjen OECD dalam debat soal pemulihan ekonomi versus pengetatan anggaran (austerity). “Its not a dilemma.Its a fool dilemma. You have to do both. If there is a fire we all know what to do. We get a hose, we get a pail of water, spit on it, throw Cocacola on it whatever to put it out. Right now the fire’s over. We saved the house, Mostly, but you’ve got to paint it, plaster it, whatever.###
Apa sih G20?
G-20 atau Kelompok 20 ekonomi utama adalah kelompok 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa. Secara resmi G-20 dinamakan The Group of Twenty (G-20) Finance Ministers and Central Bank Governors atau Kelompok Duapuluh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Kelompok ini dibentuk tahun 1999 sebagai forum yang secara sistematis menghimpun kekuatan-kekuatan ekonomi maju dan berkembang untuk membahas isu-isu penting perekonomian dunia.
Halaman di Rolling Stones yang memuat artikel Uni Lubis soal G20.
Pertemuan perdana G-20 berlangsung di Berlin, 15-16 Desember 1999 dengan tuan rumah Menteri Keuangan Jerman dan Kanada. Anggota G20 Summit saat ini adalah AS, Australia, Argentina, Brasil, Meksiko, Belanda, Perancis, Italia, Jerman, Uni Eropa, Arab Saudi, Turki, Indonesia, India, Jepang, Cina, Korea Selatan, Afrika Selatan, Rusia dan Kanada. Dahsyatnya dampak krisis 2007 yang dipicu krisis finansial di AS, membuat forum tingkat menteri ditingkatkan jadi forum tingkat Kepala Negara, atau The G20 Summit.
*) Tulisan dimuat di majalah Rolling Stones, edisi Agustus 2010.
Situs Iwan Qodar Himawan - Uni Lubis - Darrel Cetta. Iwan, terakhir bekerja di GATRA. Uni, wartawan, pernah di Warta Ekonomi, Panji Masyarakat, TV7, kini di Antv. Darrel, murid Embun Pagi Islamic International School, Jakarta Timur. Website of The Family of Iwan Qodar Himawan-Uni Lubis-Darrel Cetta. Iwan, journalist. Now running his own company. Uni, journalist, now working for Antv, Jakarta based private TV Station. We live in Permata Timur, Jaticempaka, Pondokgede, Indonesia.
Search This Blog
Wednesday, July 28, 2010
Monday, July 26, 2010
Green Living, Hidup Tanpa Sawit
KEMARIN, Ahad 25 Juli 2010, Mommy Uni Lubis, saya, dan Darrel Cetta, jalan-jalan ke Taman Menteng, Jakarta Pusat. Di taman bekas lapangan sepak bola Persija itu tengah berlangsung festival ‘’green living’’, alias gaya hidup serba hijau. Dibuat istilah dalam bahasa Inggris memang biar kelihatan wah, gaya, dan cerdas. Seperti halnya perumahan ‘’riverside’’ kesannya mewah, lain halnya kalau diberi nama ‘’girli’’ alias pinggir kali.
Penyelenggara acara ini adalah LSM Sawit Watch bekerjasama dengan Radio 68H. Sawit Watch ini LSM yang tugas utamanya memelototi pembangunan perkebunan sawit. Landasan berpikir LSM Sawit Watch ini cukup simpel. Kebun sawit dalam jumlah kecil tidak begitu bermasalah. Tapi bila ratusan ribu hektare hutan dibabat, lalu dijadikan sawit, bakal menimbulkan akibat cukup berat. Pertama, ada perubahan ekosistem. Kedua, sawit ini pohon yang rakus air, sekitar 10 liter sehari. Kalau dalam satu hamparan ada 10.000 pohon? Bakal 100.000 liter air dihabiskan oleh sawit.
Perang terhadap sawit dihimbau dimulai dari setiap rumah tangga. Tepatnya, dari dapur. Kalau tiap hari satu rumah tangga mengurangi minyak gorengnya 100 cc saja, dampaknya lumayan. Bila diasumsikan terdapat 40 juta rumah tangga, maka akan terjadi penghematan 4 juta liter sehari. Lumayan.
Maka, pada pagi itu juga ada demo masak dengan resep tanpa minyak goreng. Sehat juga sih. Bagi Anda yang ingin diet, dipersilakan mencoba resep yang serba rebus...
****
Namun apakah Indonesia betul-betul tidak memerlukan perkebunan sawit lagi? Ini pertanyaan besar, yang kalau mau dijawab, butuh makalah ratusan halaman. Bila ada 10 ahli, pasti akan muncul 30 pendapat. Soalnya di samping berbagai dampak buruk yang dikemukakan di atas, ada banyak manfaat bisa dipetik dari sawit.
Tak terbayang nasib industri kosmetik, industri pangan, industri obat-obatan, bila tanaman sawit dilarang. Turunan dari industri sawit ini amat luar biasa. Buka saja mie instan goreng di dapur. Di dalamnya terdapat satu plastik kecil minyak goreng.
Perkebunan sawit juga membutuhkan pengolahan, perawatan, persiapan. Semuanya menyerap tenaga kerja. Dari buruh kasar sampai yang punya gelar ‘’tukang insinyur’’. Untuk administrasi, juga butuh orang keuangan, legal, sekretaris, dsb. Pendek kata, industri sawit sudah menyerap tenaga kerja yang berjibun...
Mungkin yang perlu adalah penataan, agar dampak lingkungan perkebunan sawit bisa diminimalkan. Kalimat saya yang terakhir ini gampang diucapkan. Semua pasti setuju. Tapi bagaimana realisasinya, pasti akan terdapat pertengkaran cukup sengit antara kalangan industri, LSM, dan perguruan tinggi.
Soalnya, kalau alasannya adalah demi pemanasan global, kita seharusnya juga keberatan terhadap pembangunan sawah untuk tanaman padi. Budidaya padi dengan sawah tergenang ditengarai sebagai salah satu biang pemanasan global..
Pendek kata, semua ada dampak positif. Ada juga negatifnya.
*****
Di acara green living itu, Mommy Uni Lubis membeli makanan dari salah satu warung. Lumayan enak. Rasanya gurih. Nyaman di lidah.
Iseng-iseng Mommy Uni menanyai ibu penjual. ‘’Ini dimasak pakai apa bu?’’
Dengan spontan, ibu penjual itu menjawab, ‘’Oh, ini dengan minyak goreng Sunco.’’
Saya kemudian mencari lewat google. Minyak goreng Sunco ini diproduksi oleh PT Rajawali Nusindo, ‘’100% dari minyak kelapa sawit.’’
Wah, panitia kecolongan.
Sunday, July 11, 2010
Nggowes di Taman Mini
HARI Minggu 11 Juli 2010 ini kami sekeluarga –saya, Mommy Uni Lubis, dan Darrel Cetta-- berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah. Kegiatan ini masih dalam rangkaian mengisi liburan Darrel Cetta. Soalnya kalau selama libur dia hanya tinggal di rumah, kasihan. Kunjungan ke Taman Mini menurut kami juga pas.
Taman Mini adalah tempat yang tak akan pernah habis untuk dijelajahi. Pertama, udaranya cukup segar. Kedua, Taman Mini adalah tempat yang pas untuk wisata edukasi: dari museum, taman, Keong Mas, masjid At Tiin, hingga berbagai pusat pengetahuan. Ketiga, selama tiga bulan ini, paling banter kami hanya ke Snow Bay, lokasi permainan air yang masih gres di Taman Mini. Di situ pula Darrel merayakan ulangtahunnya ke-7, bersama teman-temannya. Kali ini kami ingin mengenalkan pada Darrel berbagai sudut lain mengenai Indonesia.
Taman Mini tak begitu jauh dari rumah kami yang terletak di Jaticempaka –kelurahan terluar di Provinsi Jawa Barat, yang menempel wilayah Pondokkelapa, Jakarta Timur. Hanya sekitar 10 Kilometer, 30-an menit dengan mobil, melalui Jalan Jatiwaringin Raya. Kami datang di pagi hari. Tujuannya memang untuk berolahraga sepeda.
*****
Menyediakan sepeda merupakan salah satu cara TMII untuk menyesuaikan dengan perubahan jaman. Tatkala nggenjot sepeda lagi jadi trend, TMII ikut menyediakan fasilitas naik sepeda. Maklum, ini eranya orang naik sepeda sebagai bagian dari gaya hidup.
Sewaktu di Yogya, saya naik sepeda karena bapak ibu memang tidak punya rejeki yang cukup untuk membelikan saya sepeda motor. Begitu pula dengan teman-teman saya di era 1980-an itu. Kalau kegiatan saya waktu itu diberi istilah sekarang, mungkin namanya ‘’bike to school’’.
Di Pekalongan, hingga sekarang, buruh pabrik tekstil naik sepeda karena ya memang itu mampunya. Dapat sehat, dapat teman, dan dapat murah. Di Bantul, tiap hari tukang-tukang batu naik sepeda ke arah Yogya. Kalau dalam bahasa Jakarta sekarang, para tukang di Bantul dan para buruh di Pekalongan itu masuk kelompok ‘’bike to work –alias B2W’’.
Tapi di era sekarang, orang naik sepeda bukan berarti tak mampu beli sepeda motor. Lihat saja, orang-orang yang menggowes sepedanya sering kali memboncengkan sepedanya di mobil. Lalu di lokasi tertentu, sang majikan turun, menggenjot sepeda. Si sopir diberi tugas mengawal si bos.
Ini mungkin jaman yang kebolak-balik. Dulu orang beli handphone untuk bicara. Tapi sekarang, kadang orang tidak mau bicara dengan handphone. Maunya bersms atau beremail… Hehehe…
Di Indonesia, kegemaran bersepeda sempat meredup. Namun kini muncul lagi, seiring kesadaran masyarakat akan perlunya lingkungan yang sehat. Muncullah berbagai klub bersepeda: Bike to Work, Dubic, Army Cycling Club, Suryadharma Cycling Club, Trijata Cycling Club, dsb. Boom kegemaran bersepda bisa dilihat di jalan protokol Jakarta, tatkala car free day.
Saya punya beberapa teman yang termasuk penggila bersepeda. Wikanto Atmanto, teman SMA di Yogya yang kini bekerja di Bank CIMB Niaga, amat gemar nggenjot kereta anginnya. Lihat saja foto-foto di facebooknya. Foto dia naik sepeda di Parangtritis, Candi Boko, di Yogya, di BSD, semua terpampang. Lengkap dengan helmnya. Kawan saya yang lain, Agung Primanto, juga begitu. Ia sering memajang status di facebooknya: ‘’ayo nggowessss…’’
Adiknya Mommy Uni Lubis, namanya Om Andi Lubis, juga hobi bersepeda. Beberapa kali kami janjian dengan dia bertemu di Jalan Thamrin, tatkala jalan itu dibebaskan dari kendaraan bermesin milik pribadi. Ia juga pernah ke Taman Mini, untuk bersepeda.
Saya juga termasuk penggowes, walau bukan maniak. Tiap hari Minggu, saya mengayuh sekitar 30 Kilometer. Namun hari Minggu 11 Juli ini, saya hanya menyusuri area sekitar 3 Kilometer, mengitari area dalam Taman Mini. Sepedanya beroda empat. Bisa ditumpangi tiga orang.
Jalur di dalam Taman Mini lumayan enak. Jalannya halus, aspalnya utuh. Namun, hati-hati. Jalan untuk sepeda masih berbaur dengan bis-bis besar, mobil pribadi, sepeda motor. Ada kalanya mereka jalan ngebut. Sebagian dari mereka mengemudi seperti terburu-buru. Sama sekali tidak memberi kesempatan sepeda untuk berbelok. Apalagi bis-bis yang datang berombongan. Pokoknya sangat berbahaya.
Hari ini kami mendapat kesulitan, hanya sekadar untuk berbelok kanan. Rombongan bis Hiba Utama sama sekali tidak mengijinkan kami untuk memotong jalan.. Apa boleh buat, kami harus menunggu lebih dari enam bis itu lewat lebih dahulu..
Di Ancol, pengelola kawasan wisata sudah menyediakan trek khusus bagi pengayuh sepeda.
*****
Saya akan mengutipkan di sini tiga manfaat bersepeda, yang saya kutip dari situs http://www.metrotvnews.com/index/Nikmati-3-Manfaat-Sehat-Bersepeda.
1. Membakar kalori tubuh!
Sudah sempat dibahas di atas, bahwa bersepeda akan membantu membakar kalori tubuh. Berapa banyak kira-kira kalori yang dibakar? Sebagai contoh, seorang wanita dengan berat tubuh 50,39 bersepeda sejauh 19-22 kilometer dalam waktu satu jam. Maka dalam satu jam tersebut ia telah membakar 488 kalori tubuhnya. Memang tak semua orang mengalami pembakaran jumlah kalori yang sama, semua tergantung pada berat tubuh dan kelebihan lemak yang dimiliki. Namun, rata-rata bersepeda selama 60 menit setiap hari akan membantu membakar kurang lebih 300-500 kalori tubuh.
2. Melatih semua otot tubuh!
Tak hanya otot kaki, tangan dan perut saja, namun seluruh otot tubuh bagian atas pun juga dilatih. Bahkan menurut Erik Moen, seorang terapis fisik yang kerap menangani para atlit, mengatakan bahwa jantung juga ikut berlatih dengan bersepeda ini. Saat berpacu di atas sepeda, denyut jantung turut berpacu sesuai usia dan kayuhan, seperti dilansir oleh Womenshealth.
Namun perlu dicermati, untuk Anda yang mengidap asma atau penyakit jantung, selalu konsultasikan dengan dokter Anda sebelum berpacu di atas sepeda. Masing-masing tubuh memiliki kemampuan yang berbeda-beda sesuai kondisinya.
3. Sebagai relaksasi tubuh
Banyak yang berpikir dengan berlatih dan berolahraga maka tubuh akan lemas dan tak berdaya. Asumsi ini tak sepenuhnya benar, karena dengan berolahraga secara rutin, justru tubuh akan lebih segar dan bugar. Apalagi peredaran darah akan jauh lebih lancar, sehingga oksigen dapat tersalurkan pada seluruh bagian tubuh dengan efektif.
Rasa lemas yang dialami muncul hanya pada beberapa hari pertama saja, namun jika Anda sudah rutin melakukannya, maka otot akan lebih kuat, dan tubuh lebih bugar.
TIPS SEHAT:
* Saking asyiknya bersepeda, kebanyakan orang akan lupa bahwa bersepeda adalah olahraga yang akan menggerakkan hampir seluruh otot tubuh. Oleh sebab itu, pemanasan seringkali dianggap remeh dan dilupakan. Hati-hati, pemanasan sangat penting dilakukan sebelum melakukan suatu kegiatan. Untuk itu pastikan bahwa Anda melakukan pemanasan yang benar sebelum mulai bersepeda.
* Konsumsi air mineral yang cukup agar tubuh tak kehilangan ion-ion tubuh. Atau konsumsi jus buah yang kaya akan vitamin dan nutrisi lainnya.
Bersepeda di pagi hari atau berangkat ke tempat kerja, Anda bebas menentukan waktunya.Happy bike to work!
*****
Situs Taman Mini () menyebutkan, penyewaan sepeda bisa didapat di sudut kanan Parkir Utara, berdekatan dengan Desa Seni dan Kerajinan. Tempat ini menawarkan berbagai jenis sepeda yang disewakan mulai dari sepeda anak hingga MTB untuk orang dewasa. Bahkan ada juga sepeda tandem, yakni satu sepeda dengan dua setir dan dua pasang pedal untuk dikendarai berdua. Bisa lebih mudah dan ringan ketika mengayuh sepedanya. Tarif sewa sepeda ada beragam dan semuanya murah meriah, mulai dari Rp. 7.000 hingga Rp. 15.000-an per jam.
Bagi pengunjung dari luar daerah, informasi itu pasti kurang lengkap. Menemukan Taman Mini saja sudah prestasi sendiri, apalagi mencari lokasi Parkir Utara. Tak mudah untuk mengenali mata angin bagi pengunjung. Ada baiknya pengelola Taman Mini melengkapi website-nya dengan peta.
Hari ini kami menyewa sepeda beroda empat. Sewanya Rp 40.000 per jam. Harus cukup sabar untuk mendapatkan sepeda itu. Kami harus antre…
Jalanan yang terasa ringan bila ditempuh dengan mobil ternyata tak gampang bila disusuri dengan sepeda. Total berat kami bertiga sekitar 160 Kilogram… Wow, pantas harus berkeringat habis. Beberapa kali kami berhenti. Mula-mula di depan anjungan Aceh. Lalu di depan Istana Anak-anak. Di parkiran. Pokoknya, di banyak tempat lah…
Bagaimana membersihkan badan setelah berkeringat, juga masalah tersendiri di Taman Mini. Tidak ada toilet atau tempat mandi yang memadai. Hampir semuanya jorok. Tidak ada toilet yang bersih, wangi, terawat. Banyak toilet yang rusak, keran airnya tidak mengucur, dan sampah bertaburan, termasuk toilet di dekat tempat penyewaan sepeda di depan Snow Bay. Pokoknya cukup menjijikkan. Padahal, untuk masuk ke Taman Mini, pengunjung harus membayar Rp 9.000 (dewasa) plus Rp 10.000 (untuk mobil).
Saya heran, kenapa ya untuk ke toilet pengunjung harus membayar Rp 1.000? Duitnya masuk ke mana? Duit Rp 1.000 tidak besar, untuk ukuran sekarang. Tapi dengan kondisi toilet yang amburadul begitu, biaya masuk toilet Rp 1.000 terasa mahal. Pertanyaan: jadi siapa yang bertanggungjawab merawat toilet? Servis apa yang disediakan pengelola Taman Mini?
Februari lalu tatkala ke Singapura, kami bisa ke sembarang toilet di seluruh penjuru negeri dengan nyaman. Setiap toilet terasa wangi, ada sabun untuk cuci tangan, ada kertas untuk membasuh, plus ada pengering elektrik. Pengelola Taman Mini harus belajar banyak. Tak perlu malu ngangsu kawruh ke Singapura.
Wednesday, July 07, 2010
Batu Diam di Museum Nasional
Museum Nasional.
Darrel sibuk mencatat.
SELASA 6 Juli 2010 lalu saya mengantar Darrel Cetta berkunjung ke Museum Nasional. Ini adalah museum yang koleksinya dinyatakan paling komplet di Indonesia. Di Wikipedia, ensiklopedia gratis online, ditulis bahwa website Museum Nasional menyebut koleksi yang dimiliki berjumlah 140 ribu lebih.
Namun saya sendiri tidak berhasil menemukan website Museum Nasional. Saya mencoba mengklik www.museumnasional.org, tapi yang keluar justru iklan penjualan domain dalam bahasa Jerman. Mungkin ketika tulisan ini saya buat, website Museum Nasional tengah dihack.
Berdiri di depan salah satu rumah adat. Ini bisa ditemui di ruang etnografi.
Ketika saya tiba di lokasi Museum Nasional, saya melihat sendiri: koleksinya memang luar biasa melimpah… Sehingga rasanya tidak mungkin untuk mencek, apa jumlahnya memang 100 ribu lebih, atau di bawahnya. Cara menghitung koleksinya saja saya belum tahu.
Bagi Darrel, berkunjung ke museum selalu mengundang sensasi tersendiri. Ia selalu membayangkan bahwa masa sebelum kita adalah era jurasic: suatu masa sekitar 65 juta tahun lalu, tatkala dinosaurus hidup menguasai bumi. Ia juga selalu membayangkan, orang-orang di masa lalu selalu hidup dalam suasana perang yang mencekam tanpa henti.
Bayangan yang kedua itu rasanya tidak begitu meleset.
*****
Museum Nasional letaknya amat strategis. Ancar-ancarnya gampang saja. Setelah melewati Bundaran HI, kita akan melewati Jalan MH Thamrin. Setelah itu kita akan melewati gedung Griya Sapta Pesona. Kemudian, kita akan menjumpai deretan gedung kementerian: Menko Polkam, Menhan. Museum Nasional di deretan gedung-gedung penting itu.
Bila tidak hati-hati, kita bisa kelewat, karena bentuk gedungnya hampir sama.
Situs wikipedia Indonesia (id.wikipedia.org) menulis dengan lumayan rinci mengenai Museum Nasional. Museum ini juga dikenal sebagai Museum Gajah, sejak dihadiahkannya patung gajah oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada 1871. Tetapi pada 28 Mei 1979, namanya resmi menjadi Museum Nasional Republik Indonesia. Kemudian pada 17 Februari 1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelolanya, menyerahkan Museum kepada pemerintah Republik Indonesia.
Sejak itu pengelolaan museum resmi oleh Direktorat Jendral Sejarah dan Arkeologi, di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah pengelolaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Pada tahun 2006 jumlah koleksinya sudah melebihi 140.000 buah, tapi baru sepertiganya saja yang dapat diperlihatkan kepada khalayak.
Museum Gajah banyak mengkoleksi benda-benda kuno dari seluruhNusantara. Antara lain yang termasuk koleksi adalah arca-arca kuna,prasasti, benda-benda kuna lainnya dan barang-barang kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, dan benda berharga.
Batu prasasti, ya cuma batu berukir karena tidak ada penjelasan.
Sebelum gedung Perpustakaan Nasional RI yang terletak di Jalan Salemba 27, Jakarta Pusat didirikan, koleksi Museum Gajah termasuk naskah-naskah manuskrip kuna. Naskah-naskah tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah kini disimpan di Perpustakaan Nasional.
Sumber koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini terbanyak dan terlengkap di dunia. Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.
Koleksi yang menarik adalah Patung Bhairawa patung yang tertinggi di Museum Nasional dengan tinggi 414 cm ini merupakan manifestasi dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara, yang merupakan perwujudan Boddhisatwa (pancaran Buddha) di bumi. Patung ini berupa laki-laki berdiri diatas mayat dan deretan tengkorak serta memegang cangkir dari tengkorak di tangan kiri dan keris pendek dengan gaya Arab ditangan kanannya, ditemukan di Padang Roco, Sumatra Barat. Patung ini diperkirakan merupakan perwujudan Adityawarman dalam wujud sang Buddha.
Darrel berfoto di dekat patung itu.
Patung yang paling menarik perhatiannya adalah Ganesha. Ini adalah patung berkaki manusia berkepala gajah. Penganut Hindu mengenalnya sebagai Dewa Pengetahuan. Nama Ganesha cukup akrab bagi telinga kita. Institut Teknologi Bandung, perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, menggunakannya sebagai simbol. Tentara Pelajar juga menggunakan simbol Ganesha.
Bagi anak-anak, Ganesha cukup dikenal. Ia adalah tokoh di film kartun India, yang diputar di TPI tiap sore. ‘’Anaknya pintar, pemberani, dan selalu menang kalau berkelahi,’’ kata Darrel.
*****
Dibandingkan dengan Museum Satria Mandala yang kami kunjungi Sabtu pekan sebelumnya, Museum Nasional jelas lebih bagus. Dari segi tempat, keduanya sama-sama strategis. Dari segi pengelolaan, Museum Nasional kelihatan lebih profesional. Kalau Museum Satria Mandala rada berbau apek, Museum Nasional lebih segar.
Tempat penyimpanan koleksi berharga, disediakan secara khusus. Di lantai dua, ada berbagai peninggalan emas yang cukup menarik. Ruangannya ber-AC. Sejumlah koleksi sudah diberi penjelasan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Cukup membantu bagi orang yang tidak memahami cerita masa lalu.
Namun, masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki Museum Nasional agar bisa mendongeng dengan lebih baik. Koleksi yang ada di Museum Nasional pastilah sesuatu yang amat berharga. Dalam bahasa jurnalistik masing-masing memiliki cerita 5 W dan 1 H yang cukup kompleks: why, when, what, where, who + how: itu barang apa, kenapa ada, kapan dibuat, di mana dibuat, di mana ditemukan, siapa yang punya, bagaimana menggunakannya.
Cerita tentang prasasti, misalnya, pastilah sangat menarik. Di Museum Nasional, di teras lantai satu, ada deretan prasasti, cukup banyak jumlahnya, dan bentuknya beraneka. Masing-masing prasasti pasti mempunyai cerita sendiri, yang mungkin cukup seru.
Sayang sekali pengelola museum tidak memberi catatan ihwal prasasti itu. Alangkah bagusnya kalau di tiap prasasti itu ditempelkan terjemahan, plus maknanya. Pastilah para pengunjung akan makin kagum: oh, hebat nian nenek moyang kita, sekian ratus tahun lalu…
Tanpa ada penjelasan, pengunjung hanya melihat ukiran batu yang tanpa makna.
Ketika Darrel tanya saya mengenai berbagai prasasti itu, apa boleh buat, saya tidak bisa menjawab. Nuwun sewu nggih nak…. Bapakmu betul-betul buta huruf dan buta bahasa Palawa dan Sansekerta.
Ini gara-gara pengelola Museum Nasional mengira semua pengunjung secerdas dirinya, sehingga merasa tidak perlu memberi penjelasan akan banyak obyek peting yang dikoleksinya.
*****
Darrel dan Ganesha.
Sejarah, atau syarah, merupakan catatan peristiwa masa lalu tentang suatu peristiwa yang sudah teruji kebenarannya. Bahasa Inggrisnya history, yang diambil dari bahasa Greek ἱστορία - historia, pengetahuan yang didapat melalui penyelidikan. Namun karena manusia punya banyak kepentingan, maka sejarah pun sering dibelokkan.
History berubah menjadi his story –cerita menurut versi beliau. Beliau di sini adalah ‘’sang pemenang’’. Maka di kalangan sejarawan juga sering muncul ledekan: history is written by the winner. If history is written by the winner, then how can we trust the history? Jawaban kita: wallahu alam.
Memang banyak hal yang bisa kita petik dari pelajaran di masa lampau. Biar kita bisa belajar dengan nyaman, maka alangkah baiknya bila Museum Nasional lebih diperbaiki lagi…
Misalnya, apa perlu orang yang ke toilet diharuskan membayar??? Kok seperti di terminal bus saja.
Apa harus menunggu kedatangan Ibu Ani Yudhoyono lagi, biar Museum Nasional lebih bersolek?
Untuk museum yang lain: apa Ibu Ani Yudhoyono harus berkunjung ke Museum Fatahillah, Museum Satria Mandala, Museum Bahari, agar museum-museum yang menyimpan kekayaan adiluhung itu nyaman dikunjungi dan perlu?
Monggo Bu Ani, silakan rawuh ke museum-museum itu, biar mereka rajin bersolek.
Sunday, July 04, 2010
BERKUNJUNG KE MUSEUM alias VISITING MUSEUM
KAWAN akrab saya, Sigit Widiyanto, adalah seorang pejabat di Direktorat Pembangunan Karakter Bangsa, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Ia pernah bercerita pada saya, tahun ini Indonesia menggerakkan ‘’Tahun Kunjungan Museum’’. Departemennya, yang memang bertanggungjawab dalam urusan permuseuman, mewajibkan setiap pegawai yang melawat ke daerah juga harus berkunjung ke museum.
Himbauan itu rasanya patut kita dukung. Museum kita rata-rata sepi. Padahal bangunannya didirikan dengan dana cukup lumayan besar. Peninggalan yang disimpan juga sangat berharga. Namun karena kurang publikasi, juga kurang kampanye pentingnya museum, banyak di antara museum itu yang hanya jadi onggokan monumen sepi.
Di kota kampung halaman saya, Jogjakarta, ada banyak museum. Belum semuanya saya kunjungi. Museum di Jogja, di antaranya: Museum Perjuangan (Bintaran), Museum Sonobudoyo (Alun-alun Utara), Museum Affandi (dekat Kali Gajahwong), Museum Batik, Museum Tembi, Museum Puro Pakualaman, Museum Kereta, Museum Keraton Jogjakarta, Museum Pangeran Diponegoro, Museum Benteng Vredeburg, Museum Nyoman Gunarsa, Museum Dirgantara, dsb. Pokoknya buanyak sekali.
Seingat saya, saya baru berkunjung ke Museum Sonobudoyo, itupun ketika SMP, alias lebih dari 30 tahun lalu; Museum Perjuangan (lebih parah lagi, ini ketika masih SD sering main ke situ, alias 40 tahun lalu). Yang paling gres adalah ke Museum Kereta Keraton Jogja, lebaran tahun lalu.
Saya tidak yakin apakah kawan-kawan saya di Jogja sudah menjelajah berbagai museum itu.
*****
Akhir Juni-awal Juli ini, anak saya, Darrel Cetta, liburan sekolah. Tema yang kami pilih adalah ‘berkunjung ke museum’. Kunjungan pertama adalah ke Museum Satria Mandala, di Jalan Gatot Soebroto, Jakarta. Ini adalah museum yang menyimpan berbagai peninggalan penting milik TNI, baik Angkatan Laut, Angkatan Darat, maupun Angkatan Udara.
Museum ini dikelola Pusat Sejarah TNI. Buka tiap hari, kecuali Senin, dari jam 08.00 hingga jam 14.30. Tempatnya gampang dijangkau. Insya Allah siapapun tidak akan tersesat untuk mencari Museum Satria Mandala.
Peninggalan TNI di awal kemerdekaan mendapat tempat cukup luas. Yang paling banyak adalah peninggalan Panglima Besar TNI Jendral Soedirman. Mulai dari bekas dipan, tandu, mobil, penghargaan, surat kematian, tiruan jas, hingga foto-foto perjuangannya semasa di rumah tinggalnya, di Bintaran, Jogjakarta, dipampang.
Peninggalan Jenderal Urip Sumohardjo juga mendapat tempat cukup lapang. Ada meja kerja, foto-foto, senjata, yang pernah dipakai Pak Jenderal. Juga ada lukisan Pak Urip tengah memimpin upacara. Beliau duduk di atas kuda, di tengah pasukan. Gagah.
****
Di lantai bawah, ada ruangan senjata. Di sini disimpan berbagai peralatan pembunuh yang dimiliki TNI mulai dari awal perang kemerdekaan, era 1950-an, dan era pemberantasan gerakan separatis. Ada stand gun, maksudnya senjata otomatis yang diberi besi penyangga, yang bisa mengeluarkan rentetan peluru dalam jumlah banyak tiap menitnya.
Ada juga senjata legenderis, AK47. Ini bedil otomatis bikinan Uni Soviet –kini Rusia—yang dipakai oleh hampir seluruh kesatuan di dunia: Vietnam, Indonesia, Myanmar, Malaysia, China, hingga Libya. Kelompok di Aceh yang digerebek Densus 88 tempo hari, yang dituding merupakan penerus kelompok Jamaah Islamiyah, juga berlatih menggunakan AK47.
Era awal Bung Karno memang ditandai dengan kedekatan Indonesia dengan Uni Soviet. Maka, lumayan banyak senjata bikinan Soviet yang dipamerkan. Selain AK47, juga ada ranjau laut, peluru kendali, tank, duplikat kapal, yang dibuat Soviet.
*****
Sebetulnya ada banyak lagi yang bisa dipamerkan, entah kenapa tidak banyak gambarnya. Contohnya, operasi pembebasan teroris Woyla, yang dipimpin Jenderal Benny Moerdani (almarhum). Kliping dan artikel soal operasi legendaris ini lumayan banyak tersebar. Pelakunya juga banyak yang masih hidup, baik yang di pihak terorisnya maupun tentaranya. Film operasi Woyla juga bisa dicarikan di TVRI. Entah kenapa, kegiatan operasi ini tidak dipajang sama sekali.
Kegiatan Operasi Seroja di Timor Timur juga sama sekali tidak dipasang. Timor Timur kini memang sudah jadi Timor Leste. Tapi, biarkanlah perubahan Timor Timur jadi Timor Leste itu urusan politik. Namun operasi TNI ke wilaya yang pernah jadi provinsi ke-27 itu tetap menarik untuk dicatat.
Kegiatan TNI dalam memberantas Gerakan Kahar Muzakkar, PRRI Permesta, DI TII Kartosuwiryo, juga tidak dipajang. Saya memang tidak tahu alasan pemilihan tema yang dipajang. Sebagai orang luar saya hanya merasa, keingintahuan saya tidak terpenuhi.
Keberhasilan TNI sebagai Pasukan Perdamaian PBB juga tidak ada. Foto-foto Panglima TNI, serta foto para kepala staf angkatan, dari masa ke masa, juga tidak ada.
Dua tahun lalu saya ke Singapura. Salah satu acaranya adalah berkunjung ke Museum Nasional. Rasanya kita tahu, dari sisi perjuangan untuk meraih kemerdekaan, apa yang dilakukan Indonesia jauh lebih banyak, jauh lebih berwarna, jauh lebih berliku, ketimbang negeri tetangga. Korban jiwa dan raga yang diderita Bangsa Indonesia jauh lebih banyak.
Namun museum yang ditampilkan Singapura jauh lebih lengkap. Lebih berwarna. Digarap lebih profesional.
Kesan yang muncul setelah membandingkan Museum Nasional Singapura dan Museum Satria Mandala: oh, perjuangan rakyat Singapura untuk mencapai kemerdekaan sungguh luar biasa…. Kesan salah ini muncul lantaran museum kita tidak dikelola dengan baik.
********
Memang banyak hal yang masih bisa diperbaiki dari Museum Satria Mandala ini. Yang pertama, soal kelengkapan tema yang ditampilkan. Karena ini era keterbukaan, ada baiknya Pusat Sejarah TNI mengundang masyarakat umum, misalnya media massa, untuk merumuskan tema apa saja yang masih harus ditambahkan.
Kalau saya diminta memberi usulan, saya akan menyampaikannya dengan senang hati. Teman-teman wartawan dan teman-teman yang biasa menangani marketing, seperti di biro iklan, pasti tahu mana tema yang laku dijual ke publik dan mana yang bukan.
Audio dan video sangat menentukan keberhasilan penyampaian tema. Dalam hal ini, Museum Satria Mandala masih sangat kurang menggarap hal ini. Banyak kegiatan operasi TNI yang bisa ditampilkan gambar videonya. Saya rasa TVRI punya rekaman kegiatan TNI di Timor Timur, Operasi Kahar Muzakkar, pemberantasan OPM Papua, dsb.
Ada baiknya bila disediakan ruang khusus untuk melihat film. Atau mungkin, cukup di tiap tema disediakan pojok film dan audio.
******
Untuk bapak pengelola museum, ada lagi usulan perbaikan yang mendasar. Selain AC yang ‘’kurang niat memberi kedinginan’’, juga ada masalah lain. Ketika tengah di museum melihat senjata, tiba-tiba anak saya, Darrel Cetta, mengeluh kebelet pipis.
Saya bergegas ke toilet. Tapi langkah saya terhenti oleh tulisan di depan pintu: ‘’WC RUSAK’’.
Subscribe to:
Posts (Atom)