Selama tiga hari, 25-27 Oktober 2008, Bapak Muhammad Syarief dan Ibu Siti Asiyam berkunjung ke rumah kami. Mereka berdua adalah eyang dari Darrel. Selama ini beliau tinggal di Yogyakarta, di Suryodiningratan, di sebuah rumah yang ditempati sejak 1973.
Beliau ke Jakarta karena di rumah kami, di Permata Timur, pada 26 Oktober dilangsungkan pertemuan syawalan trah Kaligawe.
Kaligawe adalah sebuah desa di Klaten, Jawa Tengah, tempat asal usul keluarga Pak M. Syarief. Bapak mempunyai tujuh saudara. Baik kakak maupun adiknya mempunyai anak dan cucu. Karena tempat tinggal saling berjauhan, plus kesibukan masing-masing, kami kurang mengenal dengan akrab. Kami pun mengadakan syawalan.
Untuk keperluan itulah Bapak dan Ibu rawuh ke Jakarta. Begitu sampai di Bandara Cengkareng, Bapak dan Ibu tidak langsung ke Permata Timur. Beliau ingin melihat keelokan Masjid Dian Al Mahri, yang lebih dikenal sebagai Masjid Kubah Mas, di desa Limo, Cinere, Depok. Karena jalanan macet, dari bandara kami butuh waktu 2,5 jam untuk sampai lokasi.
Masjidnya elok benar. Kubahnya emas --kabarnya emas beneran. Bangunan dalamnya lapang. Tiangnya tinggi dan besar. Gagah. Pintu dan taman didesain bagus, dan terawat. Pokoknya bangunannya pantas dipuji.
Kemegahan dan keelokan itu membuat Masjid Dian Al Mahri langsung ngetop, dan menjadi tempat wisata baru. Kehidupan ekonomi menggeliat. Dari tukang parkir, tukang foto, tukang jual makanan, semua mendapat rejeki. Tapi ada masalah lain: masuknya bis-bis besar membuat jalan kecil menuju masjid tidak kuat menyangga. Lobang pun bermunculan.
Kita berharap, dampak lingkungan akibat munculnya masjid nan elok ini dapat diselesaikan dengan cepat.
Insya Allah cerita soal kunjungan ke Masjid Kubah Mas akan kami lanjutkan di lain waktu.