Search This Blog

Wednesday, December 29, 2010

Tetap Bangga Pada Indonesia






Rabu malam 29 Desember 2010, tim nasional sepakbola Indonesia menang melawan Malaysia, 2-1 dalam Suzuki AFF, kejuaraan sepakbola se Asia Tenggara. Dua gol diciptakan masing-masing oleh Muhammad Nasuha dan Muhammad Ridwan. Namun dua gol ini belum cukup untuk mengantar Indonesia menjadi juara. Dalam pertemuan pertama babak final di Kuala Lumpur, Indonesia kalah 3-0. Sebuah kekalahan yang mengejutkan.

Sebelumnya, Indonesia membantai Malaysia 5-1, di babak penyisihan grup. Hasil dari
kemenangan ini mengantar Indonesia menjadi juara grup, dan Malaysia di runner up. Setelah masing-masing menekuk lawannya di semi final, Indonesia ketemu Malaysia lagi. Duh, sayang kalah.

Meskipun Indonesia kalah, ijinkan saya untuk tetap bangga pada tim nasional kita. Mereka bertempur bersungguh-sungguh. Berjuang, meski hasilnya belum memuaskan kita. Meski hasilnya lumayan bagus, tetapi the winner takes all. Alhasil, Malaysia takes all.

Apalagi melihat semangat penonton yang luar biasa. Sebagian foto penonton yang penuh semangat itu saya kirim di sini. Mohon maaf kepada bapak-bapak yang memotret, saya memilih foto Anda untuk blog.

Puluhan ribu orang mencari tiket, antre sejak pagi. Ketika tiket tidak berhasil didapat, mereka balik lagi keesokan harinya. Pokoknya, semangat penonton boleh diacungi jempol. Untuk urusan pengelolaan penjualan tiket ini, yang pantas diberi kritik tajam memang panitia.

Mereka seperti panitia tutup tahun sebuah SMA, yang menjual tiket di kampung-kampung. Serba amatiran, konyol, memalukan. Ketika ada korban jatuh, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid di media bilang begini: ada provokator...

Menyalahkan provokator tanpa menyebut siapa sebenarnya yang dimaksud, memang paling gampang. Ini seperti menyalahkan cuaca di kecelakaan pesawat ataupun kereta api. Padahal mungkin saja biang kecelakaan ini pada peralatan atau manusianya.

Singkat kata, timnas sepakbola Indonesia memang belum beruntung. Insya Allah tahun depan kita akan lebih baik. Dengan catatan, kompetisi ditertibkan, stadion diperbaiki, dsb.

Yang saya heran, sebagian orang Indonesia kini sibuk mencari scapegoat alias kambing hitam atas kekalahan ini. Sepanjang si kambing hitam dicari dalam rangka SWOT --alias untuk menganalisis kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman, menurut saya bagus-bagus saja. Yang jadi soal, si kambing hitam ini dicari untuk menjatuhkan orang lain.

Pak Aburizal Bakrie disalahkan karena mengundang timnas ke kediamannya, di Jalan Ki Mangun Sarkoro. Ia juga disalahkan karena menjanjikan bonus Rp 3 milyar bila tim nasional jadi juara. Sebelumnya ia menghadiahi Rp 2,5 milyar untuk pemain, bila menembus semi final.

Ini dia: orang memberi bonus atas sebuah prestasi kok malah disalahkan. Kalau mau mengumpat, umpatlah mereka yang malah tidak memberi bonus... Umpatlah mereka yang merasa menjadi pakar sepakbola, padahal ke lapangan sepakbola saja belum pernah. Paling waktu pelajaran olahraga di SMA jaman baheula dulu..

Pak SBY juga disalahkan politisi Golkar, Bambang Soesatyo, sebagai kurang memperhatikan pembinaan olahraga.

Kok suasana jadi terasa manyun begini. Saling menyalahkan.
Benar kata pepatah: keberhasilan adalah anak kandung semua orang. kegagalan adalah anak tiri semua orang.

Dari media massa kita tahu, kekalahan terjadi setelah pemain Indonesia walk out gara-gara diganggu lemparan mercon, tembakan dengan sinar laser. Setelah itu mereka seperti kurang konsentrasi. Alhasil, dalam 15 menit tiga gol bersarang di gawang Markus Horizon. Ladalah. Kemenangan 2-1 di Senayan pun belum cukup untuk mengangkat Indonesia menjadi juara.

Hidup Indonesia!!


NB: foto-foto diambil dari Google. Minta maaf kepada para pemilik foto yang akreditasinya tidak disebutkan di sini.

Thursday, December 16, 2010

RUU Keistimewaan Provinsi DIY

Pengantar:
Menindaklanjuti posting sebelumnya, saya tampilkan RUU Keistimewaa DIY. Sebagaimana kita tahu, polemik keistimewaan ini berlangsung panjang lebar. Kita tidak tahu, apa yang terjadi di masa lalu tatkala SBY jadi Komandan Korem 072 Pamungkas, dalam berhubungan dengan Sultan Yogya.
iwan qodar himawan







RANCANGAN
UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ……. TAHUN ……..

TENTANG

KEISTIMEWAAN PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang;
b. bahwa Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah mempunyai wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 berperan dan memberikan sumbangsih yang besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 belum mengatur secara lengkap mengenai keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;

Mengingat:

1. Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 827);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Keistimewaan adalah kedudukan hukum yang dimiliki oleh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa.
3. Kewenangan Istimewa adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
4. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, selanjutnya disebut Kesultanan, adalah warisan budaya bangsa yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono.
5. Kadipaten Pakualaman, selanjutnya disebut Pakualaman, adalah warisan budaya bangsa yang dipimpin oleh Sri Paku Alam.
6. Kebudayaan adalah nilai-nilai, norma, adat istiadat, benda, seni dan tradisi luhur yang mengakar dalam Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.
7. Pemerintahan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama.
8. Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama adalah lembaga yang terdiri dari Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam sebagai satu-kesatuan yang mempunyai fungsi sebagai simbol, pelindung dan penjaga budaya, serta pengayom dan pemersatu Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.
9. Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut Pemerintah Daerah Provinsi, adalah Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
10. Gubernur Provinsi Daerah Istimewa, selanjutnya disebut Gubernur, adalah unsur penyelenggara Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkedudukan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Pemerintah.
11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
12. Peraturan Gubernur Utama adalah peraturan yang dibentuk oleh Gubernur Utama untuk menyelenggarakan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang ini dan diundangkan dalam Lembaran Daerah.
13. Keputusan Gubernur Utama, adalah keputusan yang ditetapkan oleh Gubernur Utama untuk menyelenggarakan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang ini.
14. Peraturan Daerah Istimewa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut Perdais, adalah Peraturan Daerah yang dibentuk oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bersama-sama dengan Gubernur dengan persetujuan Gubernur Utama untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa.
15. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut Perda Provinsi, adalah Peraturan Daerah Provinsi yang dibentuk DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan persetujuan bersama Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan urusan provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

BAB II
BATAS DAN PEMBAGIAN WILAYAH

Bagian Kesatu

Batas Wilayah

Pasal 2

1) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki batas-batas:
a. sebelah utara dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah;
b. sebelah timur dengan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah;
c. sebelah selatan dengan Samudera Hindia; dan
d. sebelah barat dengan Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.

2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.


Bagian Kedua
Pembagian Wilayah

Pasal 3

Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas:
a. Kota Yogyakarta;
b. Kabupaten Sleman;
c. Kabupaten Bantul;
d. Kabupaten Kulonprogo; dan
e. Kabupaten Gunung Kidul.



BAB III
ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 4

Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta disusun berdasarkan asas pengakuan atas hak asal-usul, demokrasi, kerakyatan, ke-bhinneka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal.


Bagian Keempat
Tujuan

Pasal 5

1) Pengaturan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk:
a. mewujudkan pemerintahan yang demokratis;
b. mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat;
c. mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. menciptakan pemerintahan yang baik; dan
e. melembagakan peran dan tanggung jawab Kesultanan dan Pakualaman dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa.

2) Pemerintahan yang demokratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diwujudkan melalui:
a. pengisian Gubernur secara demokratis;
b. pengisian anggota DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Pemilihan Umum;
c. pembagian kekuasaan antara DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur, dan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama;
d. mekanisme penyeimbang antara Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; dan
e. membuka ruang partisipasi dan kontrol warga masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan dengan memanfaatkan media kebudayaan.

3) Kesejahteraan dan ketentraman masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan publik dan pengembangan kemampuan masyarakat.

4) Tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

5) Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diwujudkan melalui:
a. pengayoman dan pembimbingan masyarakat oleh Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; dan
b. pemeliharaan dan pendayagunaan nilai-nilai musyawarah, gotong royong, solidaritas, tenggang rasa, toleransi dan nir-kekerasan oleh Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.

6) Tata pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diwujudkan melalui pelaksanaan prinsip-prinsip efektivitas, transparansi, akuntabilitas, partisipasi, kesetaraan, dan penegakan hukum.

7) Pelembagaan peran dan tanggung jawab Kesultanan dan Pakualaman dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, diwujudkan melalui pemeliharaan, pendayagunaan, pengembangan dan penguatan nilai-nilai, norma, adat istiadat, serta tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.


BAB IV
KEWENANGAN

Pasal 6

Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berada di Provinsi.

Pasal 7

1) Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam urusan-urusan pemerintahan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan urusan-urusan istimewa yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

2) Kewenangan dalam urusan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. penetapan fungsi, tugas dan wewenang Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama;
b. penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah Provinsi;
c. kebudayaan; dan
d. pertanahan dan penataan ruang.

3) Penyelenggaraan kewenangan dalam urusan-urusan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat.

4)Pengaturan lebih lanjut kewenangan dalam urusan-urusan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Perdais.


BAB V
BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 8

1) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki bentuk dan susunan pemerintahan yang bersifat istimewa.
2) Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bagian Kedua
Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama

Pasal 9

1) Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam yang bertahta karena kedudukannya ditetapkan sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama.

2) Penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Keputusan Presiden.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atas usul Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam.

Pasal 10

Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama berwenang:
a. Memberikan arah umum kebijakan dalam penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah Provinsi, kebudayaan, pertanahan, penataan ruang, dan penganggaran;
b. Memberikan persetujuan terhadap rancangan Perdais yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur;
c. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap rencana perjanjian kerjasama yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat.

Pasal 11

Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama berhak:
a. menyampaikan usul dan/atau pendapat kepada Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan Kewenangan Istimewa;
b. mendapatkan informasi mengenai kebijakan dan/atau informasi yang diperlukan untuk perumusan kebijakan menyangkut keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta;
c. mengusulkan perubahan dan/atau penggantian Perdais;
d. memiliki hak protokoler; dan
e. kedudukan keuangan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 12

1) Apabila Sri Sultan Hamengku Buwono sebagai Gubernur Utama berhalangan tetap, pengisian Gubernur Utama dilakukan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono yang baru naik tahta.
2) Apabila Sri Paku Alam sebagai Wakil Gubernur Utama berhalangan tetap, pengisian Wakil Gubernur Utama dilakukan setelah Sri Paku Alam yang baru naik tahta.

Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah Provinsi

Pasal 13

(1) Pemerintah Daerah Provinsi dipimpin oleh Gubernur.
(2) Dalam hal Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemerintah Daerah dipimpin oleh Gubernur dibantu Wakil Gubernur.


Pasal 14

Dalam hal Gubernur Utama tidak menjabat sebagai Gubernur, Gubernur wajib:
a. mengikuti arah umum kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama;
b. melakukan konsultasi dengan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama untuk urusan-urusan pemerintahan yang diatur dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah;
c. melakukan konsultasi kepada Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama dalam penyusunan anggaran;
d. memberikan laporan penyelenggaraan kewenangan istimewa kepada Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama setiap tahun; dan
e. memberikan tembusan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan laporan keuangan pemerintah daerah sesuai peraturan perundang-undangan kepada Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama.

Bagian Keempat
DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pasal 15

1) DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai kedudukan, susunan, tugas, serta wewenang sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

2) Selain mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai tugas dan wewenang bersama-sama dengan Gubernur untuk membentuk Perdais.

3) Pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

Dalam melaksanakan keistimewaan, DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta wajib:
a. mengikuti arah umum kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama;
b. melakukan konsultasi dengan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama untuk urusan-urusan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
c. melakukan konsultasi kepada Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama dalam penyusunan anggaran.



BAB VI

TATA CARA PENGISIAN JABATAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

Bagian Kesatu

Sumber Calon

Pasal 17

1) Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dapat berasal dari:
a. Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam yang bertahta;
b. kerabat kasultanan dan kerabat Pakualaman;
c. masyarakat umum.

2) Dalam hal calon Gubernur diikuti oleh Sri Sultan Hamengku Buwono, maka Sri Sultan Hamengku Buwono berpasangan dengan Sri Paku Alam sebagai calon Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

3) Pasangan calon Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2), otomatis didaftar sebagai calon Gubernur/Wakil Gubernur melalui mekanisme perseorangan khusus.

4) Dalam hal Sri Sultan Hamengku Buwono ikut mencalonkan diri sebagai Gubernur, kerabat kasultanan dan kerabat Pakualaman tidak dapat mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.

5) Dalam hal Sri Sultan Hamengku Buwono tidak sebagai calon, pemilihan hanya dilakukan untuk memilih Gubernur.

6) Dalam hal Sri Sultan Hamengku Buwono tidak mencalonkan diri sebagai Gubernur, Sri Paku Alam tidak dapat mencalonkan diri sebagai Gubernur.


Bagian Kedua
Mekanisme Pencalonan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam

Pasal 18

1) Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Provinsi menanyakan kesediaan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.

2) Kesediaan Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam surat pernyataan kesediaan.

3) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus diserahkan kepada Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Provinsi selambat-lambatnya sebelum masa pendaftaran berakhir.

Bagian Ketiga
Mekanisme Pencalonan Kerabat Kasultanan dan Kerabat Pakualaman serta Masyarakat Umum

Pasal 19

1) Calon yang berasal dari kerabat Kasultanan dan kerabat Pakualaman dan masyarakat umum diajukan melalui mekanisme pengajuan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

2) Persyaratan calon sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berlaku persyaratan umum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

3) Mekanisme pencalonan calon dari partai politik atau gabungan partai politik berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

4) Bakal calon Gubernur yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan, wajib mendapat persetujuan dari Gubernur Utama apabila Gubernur Utama tidak mencalonkan diri sebagai Gubernur.

5) Tata cara pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.



Bagian Keempat
Pemilihan dan Pengesahan Calon Gubernur

Pasal 20

1) Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Provinsi menyerahkan daftar calon Gubernur kepada DPRD Provinsi.

2) DPRD Provinsi melakukan pemilihan terhadap calon Gubernur yang diusulkan oleh Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Provinsi.

3) Calon Gubernur dinyatakan sebagai pemenang apabila memperoleh suara 50% (lima puluh persen) ditambah 1 (satu).

4) Dalam hal tidak ada calon Gubernur yang memperoleh suara 50% (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) dilakukan pemilihan putaran kedua terhadap 2 (dua) pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak.

5) DPRD mengajukan calon terpilih kepada Presiden untuk disahkan sebagai Gubernur.

6) Dalam hal hanya Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam yang bertahta menjadi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, DPRD Provinsi melakukan musyawarah untuk mufakat dalam menetapkan dan mengusulkan kepada Presiden guna disahkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.

7) Ketentuan tentang tata cara pemilihan Gubernur sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) sampai dengan Ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 21

1) Dalam hal Gubernur dijabat Sri Sultan Hamengku Buwono berhalangan tetap atau diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur, Presiden menetapkan Wakil Gubernur sebagai penjabat Gubernur.

2) Dalam hal Gubernur dijabat selain Sri Sultan Hamengku Buwono berhalangan tetap atau diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur, Presiden menunjuk penjabat Gubernur dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.

3) Penjabat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memegang jabatan paling lama 6 (enam) bulan untuk mempersiapkan pemilihan Gubernur baru.

Pasal 22

(1) Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik oleh Presiden Republik Indonesia;
(2) Apabila Presiden Republik Indonesia berhalangan, dapat diwakilkan kepada Wakil Presiden Republik Indonesia;
(3) Masa jabatan Gubernur adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan;
(4) Pembatasan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan 2 (dua) periode masa jabatan tidak berlaku bagi Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam apabila menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.

Pasal 23

1) Ketentuan tentang hak, kewajiban, larangan, dan kewenangan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah berlaku pula dalam Undang-Undang ini.

2) Pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah berlaku pula dalam Undang-Undang ini.

BAB VII
PELAKSANAAN URUSAN ISTIMEWA

Bagian Kesatu
Kelembagaan


Pasal 24

1) Kewenangan penetapan kelembagaan pemerintahan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, diselenggarakan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik berdasarkan prinsip-prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli.
2) Pengaturan lebih lanjut tentang penetapan kelembagaan pemerintahan daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perdais setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah.

Bagian Kedua
Kebudayaan

Pasal 25

1) Kewenangan kebudayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c, diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perdais.


Bagian Ketiga
Pertanahan dan Penataan Ruang

Pasal 26

1) Dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pertanahan dan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kasultanan dan Pakualaman ditetapkan sebagai Badan Hukum.
2) Sebagai Badan Hukum, Kasultanan mempunyai hak milik atas Sultanaat Grond.
3) Sebagai Badan Hukum, Pakualaman mempunyai hak milik atas Pakualamanaat Grond.
4) Sebagai Badan Hukum, Kasultanan dan Pakualaman merupakan subyek hukum yang berwenang mengelola dan memanfaatkan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond dengan sebesar-besarnya ditujukan untuk pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
5) Ketentuan lebih lanjut tentang Badan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6) Tata guna, pemanfaatan, dan pengelolaan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond serta penataan ruang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diatur lebih lanjut dengan Perdais.


BAB VIII
PERATURAN GUBERNUR UTAMA, PERDAIS,
PERDA PROVINSI, DAN PERATURAN GUBERNUR

Pasal 27

1) Gubernur Utama berwenang membentuk peraturan dan keputusan Gubernur Utama.
2) Peraturan dan Keputusan Gubernur Utama sebelum diberlakukan, mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri.
3) Peraturan dan Keputusan Gubernur Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diundangkan dalam Lembaran Daerah.

Pasal 28

1) Rancangan Perdais dapat diusulkan oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau Gubernur berdasarkan Arah Umum Kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Utama.
2) Apabila dalam suatu masa sidang, DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur menyampaikan rancangan Perdais mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan Perdais yang disampaikan oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan rancangan Perdais yang disampaikan Gubernur dipergunakan sebagai bahan persandingan.
3) Dalam menyiapkan dan membahas rancangan Perdais, DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur wajib mendayagunakan nilai-nilai, norma, adat istiadat, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat dan memperhatikan masukan dari Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.
4) Rancangan Perdais yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur disampaikan kepada Gubernur Utama dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal persetujuan.
5) Dalam hal Gubernur Utama tidak menyetujui atas rancangan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan Perdais tersebut disetujui bersama oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur, Gubernur Utama mengembalikan kepada DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk disempurnakan.
6)Dalam hal rancangan Perdais disetujui oleh Gubernur Utama, rancangan Perdais sebelum diberlakukan, mendapat pengesahan dari Menteri Dalam Negeri, untuk selanjutnya diundangkan dalam Lembaran Daerah.

Pasal 29

1) Perda Provinsi dibentuk dan ditetapkan dengan persetujuan bersama DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Perdais dibentuk oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur dengan persetujuan Gubernur Utama untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).

Pasal 30
(1) Pelaksanaan Perda Provinsi atau Perdais diatur dengan Peraturan Gubernur dan/atau keputusan Gubernur.
(2) Peraturan Gubernur dan/atau keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, nilai-nilai luhur, budaya, Perda, Perdais dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 31

(1) Perda Provinsi, Perdais, dan Peraturan Gubernur diundangkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Perda Provinsi, Perdais, dan Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Daerah Provinsi.


BAB IX
PENDANAAN

Pasal 32

Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan daerah berlaku bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


Pasal 33

1) Pendanaan pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang bersifat istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2) Dana dalam rangka pelaksanaan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan bersama antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
3) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan anggaran yang diperuntukkan dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang pengalokasiannya melalui kementerian/lembaga terkait.
4) Gubernur pada setiap akhir tahun anggaran wajib melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban keuangan yang terkait dengan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kepada Pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait dengan memberikan tembusan kepada Gubernur utama.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 34

1) Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX yang menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada saat ini, ditetapkan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
2) Dalam kedudukannya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX mempunyai tugas untuk mempersiapkan pelaksanaan kewenangan Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 35

1) Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX masing-masing dalam kedudukannya sebagai Sri Sultan dan Sri Paku Alam memiliki tugas:
a. melakukan pembakuan tata cara penggantian Sri Sultan dan Sri Paku Alam dalam lingkungan Kasultanan dan Pakualaman yang merupakan pedoman bagi proses pergantian kepemimpinan dalam lingkungan Kasultanan dan Pakualaman;
b. mengumumkan kepada publik hasil pembakuan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. melakukan konsolidasi dan klasifikasi Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond;
d. mendaftarkan hasil klasifikasi dan konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;
e. melakukan inventarisasi dan konsolidasi seluruh kekayaan Kesultanan dan Pakualaman selain sebagaimana dimaksud pada huruf c yang merupakan warisan budaya bangsa; dan
f. bersama-sama merumuskan tata hubungan antara Sri Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam sebagai satu-kesatuan.
2) Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX dalam kedudukannya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 mempunyai tugas:
a. mempersiapkan perangkat Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melaksanakan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang ini;
b. Menyiapkan arah umum kebijakan penataan kelembagaan Pemerintah Provinsi DIY sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
c. menyiapkan syarat-syarat yang diperlukan sebagai pedoman Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama dalam menerima atau menolak perseorangan bakal calon atau bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur;
d. menyiapkan kerangka umum kebijakan di bidang kebudayaan;
e. menyiapkan kerangka umum kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond, serta penataan ruang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
f. membentuk Perda Provinsi bersama-sama dengan DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang tata cara pembentukan Perdais;
g. menyiapkan mekanisme konsultasi antara Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dengan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, serta antara DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama sebagai dasar bagi Gubernur dan/atau Wakil Gubernur terpilih dan DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melaksanakan konsultasi dengan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama; dan
h. mempersiapkan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pelaksanaan Keistimewaan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.



Pasal 36

Pembiayaan yang diperlukan dalam masa peralihan ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 37

Pengelolaan dan/atau pemanfataan Sultanaat Grond atau Pakualamanaat Grond yang dilakukan oleh masyarakat atau pihak ketiga tetap berlaku sepanjang pengelolaan dan/atau pemanfaatannya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

Pasal 38

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, susunan organisasi Pemerintah Provinsi, Perangkat Daerah Provinsi dan Jabatan dalam Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta peraturan perundang-undangan yang ada tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, seluruh materi peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 40

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ……..

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN .....NOMOR ......

Wednesday, December 15, 2010

Yogya Memang Istimewa



MINGGU-minggu ini mata kita disibukkan oleh tontonan di televisi yang gencar menayangkan polemik soal keistimewaan Yogyakarta. Hampir semua televisi menyiarkan dengan gencar. Metro TV dan TV One, dua televisi berita 24 jam, bahkan sering membuat siaran langsung dari Yogya. Yogya, provinsi dengan penduduk 3,5 juta alias 1/60 dari total populasi Indonesia, seakan bergolak.. Duh..
Bagi saya yang memang tumbuh dan besar di Ngayogyakarta Hadiningrat, Yogya memang istimewa. Saya lulus dari SD Keputran 4, sebuah sekolah yang didirikan para pangeran Kasultanan, lokasinya persis di sebelah timur Alun-alun Utara. Kalau orang Bandung atau Jakarta harus susah payah melihat Keraton Kasultanan, sewaktu SD saya tiap hari melewatinya.
Eyangnya Darrel, alias ibu mertua, punya rumah di Panembahan, sekitar 500 meter dari Keraton Yogyakarta. Malah sekarang rumah itu diperbaiki, dijadikan tempat penginapan di bagian belakang. Namanya: Omah Djokja. Sesekali Mommy Uni Lubis dan Darrel berkunjung ke Omah Djokja.





Pagelaran keraton, kalau dalam bahasa sekarang mungkin disebut sebagai hall atau tempat pentas, tiap hari saya lihat. Kalau pulang sekolah, ada kalanya saya melewat rumah para pangeran, yang disebut sebagai ndalem. Kalau melewati ndalem para beliau itu, sepeda harus kita tuntun. Kalau kita ngotot naik? Kita akan ditegur oleh warga, dan dianggap sebagai ‘’tidak tahu diri’’.
Sewaktu SD, saya memiliki teman yang keturunan pangeran. Ada RR Siti Nikandaru Chairina. RR ini kependekan dari Raden Rara, yang menunjukkan bahwa Jeng Rina –kami memanggilnya ‘’Jeng’’, untuk menunjukkan penghormatan kepadanya—adalah kerabat Sultan. Jeng Rina ini rumahnya di dekat pasar Ngasem, di bangunan yang dulu milik keraton.

Pagelaran Keraton Yogyakarta


Sewaktu SMP hingga perguruan tinggi, saya ikut perkumpulan pencak silat yang asalnya dari keraton. Nama perguruannya Krisna Murti. Latihannya di Ndalem Tejokusuman. Bagi Anda yang bukan orang Yogja, istilah ‘’Ndalem Tejokusuman’’ menunjukkan ini adalah kediaman Pangeran Tejokusumo. Gusti Tejo, demikian beliau dulu sering disebut, adalah putera Sultan Hamengku Buwono VII. Pangeran Tejokusumo dikenal sebagai salah satu pelopor semangat kerakyatan, dengan mendirikan Krida Beksa Wirama, perkumpulan tari yang mengijinkan masyarakat biasa berguru.
Di Ndalem Tejokusuman ini saya berkenalan dengan dua teman, masih cucu Pangeran Tejokusumo. Dua teman baik ini adalah RA Lintang Johar dan RA Retno .. (nuwun sewu Jeng Rento, saya lupa nama lengkap panjenengan). Jeng Lintang ini lulusan Fakultas Kedokteran Gigi UGM, sedang Jeng Retno kini bekerja di Dinas Kesehatan Yogyakarta. Saya memanggil kedua teman ini ‘’Jeng’’.
****
Ketika di SD itu saya masih melihat banyaknya bangunan keraton yang dipinjamkan untuk sekolah. Ndalem Pugeran dan Ndalem Mangkuwilayan, dipakai oleh Fakultas Kedokteran UGM sebagai rumah sakit. Ndalem Mataraman digunakan untuk laboratorium. Ndalem Mangkuyudan digunakan oleh Fakultas Kedokteran UGM untuk Rumah Sakit Ibu dan Anak. Ndalem Yudonegaran digunakan untuk Fakultas Farmasi.
Pagelaran keraton semula juga dipakai untuk Fakultas Hukum. Tetapi ketika saya di SD Keputran, Fakultas Hukum sudah punya kampus sendiri di Bulaksumur. Nah, area Bulaksumur ini adalah tanah pemberian keraton. Luas wilayahnya sekitar 125 hektare. Bangunannya diserahkan oleh keraton kepada UGM.

Salah satu rumah pangeran.


Saya pernah mendapat informasi dari salah seorang priyayi Solo yang kemudian kuliah di UGM. Si priyayi ini pernah menjadi direktur utama sebuah bank pemerintah. Katanya, sebetulnya Presiden Soekarno semula ingin mendirikan kampus UGM di Solo. Presiden Soekarno kemudian kulonuwun ke Kasunanan, untuk meminjam fasilitas keraton agar bisa dipakai perkuliahan. Namun pihak Kasunanan keberatan.
Untuk masa sekarang, keberatan itu bisa dimaklumi. Banyaknya mahasiswa akan membuat keraton terkotori. Lagi pula, perawatan gedung siapa yang menanggung?
Namun Sultan Hamengku Buwono IX ketika itu punya pandangan yang berbeda. Pendirian kampus UGM di Yogya akan membawa berkah yang besar: Yogya menjadi kota mahasiswa, pusat penelitian, dan menjadi magnet bagi kedatangan mahasiswa dari luar daerah. Maka Sultan pun dengan suka hati merelakan pagelaran dan berbagai rumah kediaman pangeran untuk perkuliahan.


Berwisata di salah satu peninggalan keraton.



Pikiran Sultan HB IX terbukti benar. Adanya UGM menjadi magnet bagi lahirnya berbagai perguruan tinggi lain. Para mahasiswa yang sudah terlanjur datang ke Yogya, tetapi tidak tertampung di UGM, bisa bersekolah di kampus lainnya. Kehadiran UGM ikut membentuk ciri khas Yogyakarta, yang kini dikenal sebagai kota yang hidup dari industri pendidikan dan industri pariwisata.
Itu semua tak lepas dari jasa Sultan HB IX, dan kemudian diteruskan para putera-puteri dan kerabatnya. Jadi wajar kan, kalau Yogyakarta memang istimewa?

Tuesday, December 14, 2010

KETIKA KEADILAN DITEGAKKAN DI ATAS ASUMSI DAN STIGMA






Mantan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia dijebloskan ke penjara. Putusan MA didasarkan pada pasal-pasal kriminalisasi yang di
negara lain tak lagi dikenakan kepada pers. Senjakala kemerdekaan
berekspresi.


Pada sebuah siang yang panas. Dia tampak rilek. Kaus hijau
tanpa leher dan jins belel. Ada robek di bagian lutut. Dia duduk
sendiri di bawah tenda payung, satu dari beberapa tenda serupa di
halaman dalam Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Ketika
dia berdiri menyambut saya dan keluarganya yang menjenguknya siang itu,
nampak tulisan di bagian depan kausnya: "Give Peace A Chance". Kalimat
itu pernah saya baca di Twitter, Sabtu, 8 Oktober 22010, Pukul 13.32
Wib. "Kalau John Lennon blg "GIVE PEACE A CHANCE," blh nggak saya
nambahi buat di sini "GIVE JUSTICE A CHANCE." Kicauan itu milik Erwin
Arnada, mantan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia. Kita sebut
"mantan" karena majalah itu memang sudah lama mati. Terbit hanya tujuh
edisi dan sejak lahirnya menuai kontroversi. Saat menulis kicauan itu,
Erwin tengah berjuang melawan ketidakadilan vonis Mahkamah Agung yang
memenjarakannya karena menerbitkan majalah.

Ketika saya menjenguknya di LP Cipinang, Erwin sudah menginap selama 10 malam, sejak Sabtu sore, 8 Oktober 2010. Dia merayakan ulang tahunnya yang ke 47 tahun, pada 17 Oktober lalu, di hotel prodeo. "Tiga hari pertama paling sulit. Sekarang saya lebih tenang," kata Erwin. Dia memegang fotokopi Memori Peninjauan Kembali perkaranya. Ada corat-coret di situ. Memori PK itu memang tumpuannya agar tak perlu menghuni penjara selama dua tahun sebagaimana amar putusan kasasi Hakim Mahkamah Agung No 972 K /Pid/2008, tertanggal 29 Juli 2009. Erwin Arnada diputuskan bersalah melanggar Pasal 282 ayat (3) KUHP jo. Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, soal mempublikasikan materi yang melanggar asusila. Dia menjadi wartawan pertama yang dipenjarakan gara-gara karya jurnalistiknya di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Era reformasi. Negara demokrasi lain sudah lama takmenggunakan pasal kriminalisasi ini untuk menjerat wartawan.


Sebuah Eksekusi Atas Ekspresi


Mata itu.
Ada kaget.
Bingung.
Gusar.
Pasrah.



Dikepung puluhan polisi berseragam. Nyaris diseret
petugas Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Erwin Arnada nampak tegar. Ada teriakan puluhan wartawan, juru kamera yang berdesakan ingin mengambil gambarnya. Teriakan yang disambut hardikan aparat keamanan yang menjagai lelaki bertubuh agak kecil itu. Ia dijaga bak seorang pelaku kriminal. Lebih ketat dari penjagaan atas tiga orang pembawa barang haram, narkotika, yang digiring polisi di pintu kedatangan Terminal F2, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, 3 jam sebelum Erwin mendarat Pukul 14.30 Wib, Sabtu, 8 Oktober 2010. Erwin adalah salah satu penumpang pesawat GA 403 dari Denpasar, Bali. Dia ditemani pengacaranya, Todung Mulya Lubis S.H., LLM. Ada petugas Kejaksaan yang diutus Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengawasi Erwin sejak di Bali di pesawat yang sama. Tapi sejak di Bali mereka tak pernah mendekati Erwin. Apalagi menangkapnya.
Semuanya berjalan cepat. Marah, dan panik. Kuatir akan keadaan
Erwin, saya berteriak protes kepada aparat. Wartawan berteriak mencemooh polisi yang bertindak berlebihan. Saya coba menerobos kepungan penjagaan, polisi lapangan mendorong saya dan rekan wartawan lain. Saya sempat mencoba berteriak memanggil namanya. "Erwin!". Dia menoleh ke arah saya. Tak berdaya. Nampak kecil di tengah puluhan tubuh kekar polisi. Mata itu. Bukan takut. "Saya kaget," kata Erwin ketika saya tanya perasaanya saat kericuhan di bandara itu. Erwin mengenakan celana jins biru yang sedikit robek di lututnya. Kemeja putih dan sepatu keds.
Petugas mendorong Erwin Arnada ke mobil tahanan Kejaksaan yang
sudah diparkir di teras Terminal F2. Kali ini saya kaget. Masih teringat pembicaraan telepon dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, M. Yusuf, S.H., Sabtu pagi itu. "Nggak pake mobil tahanan, kog Mbak. Silahkan Bang Todung Mulya dan Mbak Uni mendampingi Erwin di mobil Kejaksaan. Kami menugasi petugas Kejaksaan supaya aman saja." Saya panik karena mobil kami belum siap. Padahal iring-iringan mobil polisi,mobil tahanan kejaksaan yang membawa Erwin, lalu sebuah truk polisi yang membawa puluhan polisi berseragam, lengkap dengan senjata terkokang siap berangkat dalam hitungan detik. Mata saya menangkap keberadaan Bang Todung Mulya Lubis. Berkemeja warna merah jambu, Bang Todung nampak kelimpungan, ikut didorong polisi yang tak mau tahu. Mendadak saya melihat sebuah mobil Kijang milik kejaksaan mengambil posisi persis di belakang truk polisi yang siap melaju. Ada dua petugas kejaksaan di dalamnya, saya kenali dari seragam mereka. Saya tarik tangan Bang Todung, lalu menerobos naik ke mobil ini di deretan jok belakang. "Saya dari Dewan Pers. Pak Kajari janji saya dan Bang Todung boleh mendampingi Erwin," kata saya ke petugas itu. Saya lupa bertanya siapa namanya. Dia mengenali kami, dan membiarkan kami duduk. Pintu mobil belum tertutup sempurna ketika mobil bergerak, melaju meninggalkan bandara. Meninggalkan kisruh dan kecewa rekan-rekan wartawan yang sejak pagi menunggui kedatangan Erwin Arnada.
Begitu duduk, saya berusaha menelpon Erwin Arnada. Saya ingin
beritahu bahwa kami ada di mobil dalam konvoi yang melaju ke Kantor
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, di Jalan Rambai 1, Kebayoran Baru.
Kami tidak jauh darinya. Telpon saya tak disahuti. Lalu masuk pesan
singkat darinya. Protes soal penjagaan yang berlebihan.


Saya jawabmungkin karena Kapolda tak mau kecolongan. Saya tidak melihat alasan
lain. Kapolda Irjen Pol. Sutarman belum sepekan bertugas di wilayah
Polda Metro Jaya. Sebelumnya dia memimpin Polda Jawa Barat. Saya
memang menelpon Kapolda Sutarman sehari sebelum kedatangan Erwin untuk
minta bantuan pengamanan. Tidak mencolok tentunya. Jaga-jaga jika ada
yang berniat tidak baik. Kajari Jaksel juga ingatkan saya sebelumnya,
bahwa ada laporan intelejen kemungkinan sebuah organisasi masyarakat
akan gelar demo saat Erwin Arnada menyerahkan diri ke Kejari Selatan.
Ketua DPP Front Pembela Islam, Munarman jelas mengatakan bahwa pihaknya
mencari Erwin dimanapun dia berada untuk diserahkan ke Kejari menjalani
eksekusi putusan MA.
Ketua Dewan Pers Prof Bagir Manan menyayangkan cara Kejaksaan
dalam menjemput mantan pemred Playboy Indonesia itu. "Kita sudah sepakat antara pihak kepolisian, kejaksaan dan tim pengacara untuk menyerahkan Erwin, bukan ditangkap seperti kata mereka. Kejaksaan juga sudah diberitahu. Sudah saling koordinasi," kata Prof Bagir Manan sebagaimana dikutip Inilah.com. Bagir menegaskan bahwa bertolaknya Erwin ke Bali atas sepengetahuan Dewan Pers pula. "Kepergian dia ke Bali dan rencana dia pulang untuk memenuhi panggilan kejaksaan atas kemauannya. Semua atas pengetahuan Dewan Pers juga," jelasnya.
Kabar soal Erwin akan menyerahkan diri ke Kejari Selatan sudah
berembus lama sejak putusan MA diketahui publik, lewat konperensi pers
yang digelar Front Pembela Islam, 26 Agustus 2010. Sumber jadwal
penyerahan diri adalah mantan pengacara Erwin saat pengadilan tingkat
pertama, Ina Rachman. Surat panggilan kesatu sampai ketiga untuk Erwin
memang disampaikan lewat Ina yang tak lagi memegang kuasa dari Erwin.
Media memuat rencana-rencana "penyerahan diri" itu.

Ada yang menulis
tanggal 5 Oktober 2010. Ada yang tanggal 7 Oktober 2010. Ini memang
tenggat yang diberikan Kejaksaan. Sejak itu media terus memburu Erwin
yang berada di Bali. Tapi tak ada yang bisa memenuhinya. Kawan-kawan
Erwin di Bali dengan loyal menutupi keberadaan Erwin yang tengah bekerja memenuhi kontrak sebagai konsultan sebuah penerbitan asing.

Yang paling tahu kapan persisnya Erwin akan memenuhi panggilan eksekusi itu adalah dia dan pengacaranya untuk proses PK, Todung Lubis. Dewan Pers diberitahu juga karena sejak awal Erwin Arnada meminta bantuan advokasi dan hukum ke Dewan Pers secara resmi lewat surat. Soal teknis saja. Pengacara anggap Erwin memenuhi eksekusi setelah Memori PK selesai dibuat, yakni tanggal 7 Oktober. Todung Lubis juga ingin
dampingi Erwin memenuhi panggilan Kejari. Dewan Pers menjembatani
komunikasi dengan Kajari Yusuf agar dibolehkan menunda eksekusi ke
tanggal 8 Oktober, sebelum pukul 17.00 Wib. Kebetulan saya yang
berkomunikasi.

Kajari Yusuf minta ada permintaan tertulis. Sidang
Pleno Dewan Pers pada Jumat, 7 Oktober 2010 yang dipimpin Prof Bagir
Manan menyetujui permintaan itu, dan mengirim surat penjadwalan
penundaan eksekusi. Dewan Pers juga menugasi saya, bersama Todung Lubis
mendampingi Erwin memenuhi panggilan Kejaksaan. Karena itu saya ikut
menjemput Erwin di bandara Soekarno-Hatta.

Todung Mulya Lubis, Erwin, dan Uni Lubis


Jauh sebelum itu, sejak putusan MA jadi konsumsi publik, Dewan Pers mengirimkan surat kepada Presiden RI, meminta penundanaan eksekusi atas Erwin Arnada. Jawaban dari Direktur Perundang-undangan Sekretariat
Negara isinya normatif. Presiden tak bisa intervensi peradilan, dan
proses pengajuan PK tidak menunda eksekusi. Tentu saja kami tahu soal
ini. Namun dengan semangat menentang kriminalisasi pers dan menjaga
kemerdekaan pers maka Dewan Pers mengajukan surat itu meminta diskresi
Presiden. Kami tak yakin Presiden membaca langsung surat itu.
Pengalaman Dewan Pers saat mengirim surat audiensi ke Presiden,
berbulan-bulan surat tak berjawab. Pejabat Setneg katakan Presiden belum memberi waktu. Nyatanya ketika saya mencoba mengecek via orang dekat Presiden, surat itu tak pernah diketahui. Respon dua hari kemudian datang. Presiden menyuruh pejabat Setneg minta maaf Dewan Pers via Prof Bagir Manan. Dewan Pers dijadwalkan bertemu awal November 2010.


Si Kelinci Menuai Kontroversi

Sebuah pesan singkat masuk ke telpon seluler saya, Pukul 18.10 Wib, 25
Agustus 2010. "Selamat malam Mbak Uni, ini Erwin Arnada. Apa kabar,
Mbak? Maaf jika ganggu. Boleh saya telpon?".

Berapa lama saya tidak mendengar kabar Erwin Arnada? Terakhir
berkomunikasi dengannya sekitar April 2006, setelah penerbitan edisi
perdana Majalah Playboy Indonesia, 7 April. Kami bertemu di Executive
Lounge Hotel Hilton (kini Hotel Sultan). Erwin ingin bertemu Karni
Ilyas, saat itu Pemimpin Redaksi ANTV. Saya wakil pemimpin redaksi
ANTV, kebetulan sedang di ujung masa tugas sebagai anggota Dewan Pers
periode 2003-2006. Pembicaraan berkisar soal aspek hukum dari
penerbitan Playboy Indonesia itu. Karni Ilyas memang dikenal sebagai
wartawan senior yang menguasai soal hukum. Lama jadi pengelola rubrik
hukum di Majalah Tempo, lalu mendirikan dan memimpin Majalah Forum
Keadilan. Dia juga Presiden Jakarta Lawyer's Club sampai saat ini.

Seingat saya saat itu sudah ada pengaduan dari dua orang yang secara pribadi mengadukan Playboy Indonesia dan Erwin Arnada, dengan tudingan langgar pornografi. Mereka adalah Baharuzzaman dan Syamsul Huda. Meski mewakili pribadi, tetapi dalam persidangan mereka dudukung oleh puluhan, bahkan ratusan massa yang menggunakan atribut FPI.
Karni meyakinkan Erwin bahwa penerbitan itu menurutnya tidak melanggar
pasal pornografi. Saya masih ingat contoh kasus pelanggaran pasal
pornografi yang selalu diceritakan Karni, juga disampaikan ke Erwin sore itu. "Ada preseden sebelumnya, yang dimaksud melanggar porno atau cabul itu kalau puting buah dada dan belahan bokong kelihatan," kata Pak Karni.

Pada majalah edisi September 2006, Karni Ilyas muncul dalam rubrik The Playboy Interview. Wawancara sepanjang sembilan halaman itu menjadi wawancara paling lengkap dan menarik soal sosok Karni Ilyas, wartawan senior. "Saya ingin jadi legenda langit berita. Karena itu saya terus membuat berita eksklusif." Itu antaralain kutipan Karni Ilyas. Wawancara ekslusif dengan sudut pandang yang berbeda dan menarik adalah keunggulan Playboy. Dan itu diteruskan edisi lokalnya. Edisi perdana Playboy Indonesia yang mengantarkan Erwin ke penjara itu emmuat wawacara panjang dan terakhir dari almarhum Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia yang menuai kontroversi sempat dipenjara di jaman Orde Baru, dan mendapatkan penghargaan internasional untuk karyanya, termasuknominasi hadiah Nobel. Di waktu lain Playboy Indonesia memuat wawancara Fabianus Tibo, terpidana mati kerusuhan Poso. Tibo sudah dieksekusi mati.


Munarman dan Habib Rizieq

Sejak awal penerbitannya, Playboy Indonesia memang menuai kontroversi.Pihak yang menolak penerbitan ini terutama keberatan karena MajalahPlayboy, induk dari Playboy Indonesia, sudah dianggap ikon media yang dianggap porno. Majelis Ulama Indonesia dan sejumlah kelompok Islam mengkritisi penerbitan majalah ini. Mereka belum membaca keseluruhan isi Playboy Indonesia yang sudah disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Meski isinya jauh lebih sopan dibandingkan dengan sejumlah penerbitan lain yang sampai hari ini dijual bebas di pasaran, di perempatan jalan, Playboy Indonesia dianggap tak pantas terbit.
Pengadilan terhadap Playboy Indonesia adalah pengadilan atas asumsi dan
stigma. Orang tak mau peduli apa isinya.

Baharuzaman, salah satu dari dua orang yang mengaku mewakili diri
sendiri melaporkan Erwin Arnada dan pengelola Playboy Indonesia saat
ditanyai majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengaku
tidak membaca isi artikel di majalah edisi perdana, yang terbit 7 April
2006. Edisi inilah yang dilaporkan Baharuzaman dan Syamsul Huda, S.H.,
ke Polda Metro Jaya. Baharuzaman melaporkan foto-foto termasuk iklan
yang dimuat di edisi perdana tersebut, yang menurutnya melanggar
kesusilaan alias mengandung unsur pornografi. Keduanya mengaku sebagai
orang Muslim yang gerah dengan terbitnya Playboy Indonesia. Ratusan
massa yang menggunakan atribut Front Pembela Islam menyerbu dan merusak
kantor redaksi majalah ini yang terletak di kawasan Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Demi keamanan, Erwin memindahkan operasional majalah ke Bali pada Juni 2006. Sejak itu, Playboy Indonesia terbit dari sana,
meski tak bertahan lama. Erwin sendiri sibuk menghadapi sidang
pengadilan yang dimulai pada 7 Desember 2006. Jaksa Penuntut Umum
mendakwa Erwin dengan menggunakan pasal kriminal dalam KUHP. Dewan Pers
mengutus Leo Batubara, wakil ketua Dewan Pers dan Atmakusumah
Asraatmadja, mantan Ketua Dewan Pers, sebagai saksi ahli. Keduanya
menyatakan Majalah Playboy dikaregorikan produk pers. Karena itu jika
ada keberatan atas isinya, haruslah dikaji berdasarkan UU Pers No
40/1999. Bukan dengan Pasal kriminal sebagaimana dikenakan oleh JPU,
yakni Pasal 282 ayat (3) KUHP.

Pasal 282 KUHP yang menjadi pangkal dijeratnya Erwin Arnada selaku Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Playboy Indonesia isinya adalah ayat (1): "Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggarkesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau dditempelkan dimuka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpadiminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Yang membuat Erwin kena jeratan lebih lama adalah ayat (3) dari Pasal
282 KUHP itu yang bunyinya: "Kalau yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat
dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah."

Boleh jadi Erwin adalah korban suasana politik yang melingkupi negeri ini saat itu. Rancangan UU tentang Pornografi dan Pornoaksi sedang dibahas di DPR dan menuai pro dan kontra. Saksi ahli DR Chairul Huda SH, MH, misalnya, di depan persidangan menganggap Playboy Indonesia edisi perdana yang disoal saksi pelapor dan JPU TIDAK dapat
dikategorikan melanggar Pasal 282 KUHP soal kesusilaan. Tetapi jika
merujuk pada definisi pornografi di RUU Pornografi dan Pornoaksi, maka
konten Playboy Indonesia melanggar kesusilaan. Ada sejumlah saksi ahli
didengar di persidangan Erwin, ahli pidana dari FHUI DR. Rudy Satriyo SH dan saksi ahli dari MUI menyatakan majalah dimaksud melanggar asas
kesusilaan sebagaimana Pasal 282 KUHP. Dalam amar putusan kasasi MA
Majelis Hakim menggunakan kesaksian Rudy Satriyo dan saksi dari MUI
untuk menjerumuskan Erwin ke bui. Saksi ahli lain adalah Liston
Simarmata, seorang agen penjual majalah di kawasan Duren Sawit, Jakarta
Timur. Dia mengakui bahwa antara pihak agen dan penerbit, dalam hal ini PT Velvet Silver Media, ada perjanjian tertulis bahwa majalah ini tidak boleh didistribusikan di tempat umum yang dapat dijangkau anak-anak dan dekat sekolah. Ini sesuai dengan sikap pengelola majalah bahwa Playboy Indonesia adalah majalah untuk dewasa. Jelas bahwa Playboy Indonesia mencoba memenuhi rekomendasi Dewan Pers.

Produk Pers Ditelikung Pasal Kriminalisasi

Segera setelah Playboy Indonesia edisi perdana terbit, reaksi
muncul. Tak kurang dari organisasi wartawan seperti PWI yang meminta
Dewan Pers meneliti apakah Playboy Indonesia dapat dikatakan melanggar
Kode Etik Jurnalistik? Atas dasar protes dan masukan dari pihak-pihak
di masyarakat maka Dewan Pers yang saat itu dipimpin Prof Ichlasul Amal
melakukan sidang pleno. Anggota Dewan Pers saat itu adalah almarhum R.H Siregar wartawan senior yang juga dedengkot PWI, Amir Effendy Siregar, Hinca Pandjaitan, Dokter Haji Sulastomo tokoh KAHMI, Leo Batubara, dr. Sutomo Pharasto dari unsur radio, saya sendiri, dan Santoso wartawan KBR 68H. Saya ingat segala perdebatan dalam dua kali rapat yang membahas penerbitan majalah ini. Semua sepakat Playboy Indonesia tidak melanggar Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang menyatakan: "Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.".

Penafsiran cabul adalah "penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi." Kami menganggap penerbitan untuk orang dewasa adalah hal yang wajar. Yang perlu diatur adalah distribusinya. Maka Dewan Pers sejak itu gencar menyampaikan perlunya UU Distribusi. Ini kami sampaikan juga di rapat dengar pendapat umum di Komisi I DPR RI. Pada tanggal 21 April 2006, Dewan Pers mengeluarkan Pernyataan Dewan Pers No 07/P-DP/IV/2006 Tentang Penerbitan Majalah Playboy Indonesia, yang isinya adalah:
1. Majalah Playboy Indonesia dapat dikategorikan sebagai produk
pers yang dapat melanggar Uu Pers No 40/1999 dan Kode Etik Jurnalistik.
Karena itu penilaian atas isi dari penerbitan tersebut harus didasarkan
kepada UU Pers No. 40/1999 dan Kode Etik Jurnalistik.
2. Distribusi Majalah Playboy Indonesia edisi pertama yang terbit
April 2006, tidak sesuai dengan segmentasi yang disebutkan dalam sampul
depan majalah tersebut, yakni sebagai majalah hiburan untuk pria dewasa,
maka majalah tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik, dalam konteks
perlindungan anak dan remaja.
3. Dewan Pers mendesak penerbit dan pengelola Majalah Playboy
Indonesia mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan menjaga distribusinya
sesuai dengan segmentasi yang dituju. Pemerintah diminta segera
melahirkan peraturan pemerintah menyangkut distribusi produk media bagi
kalangan dewasa dengan mengacu kepada UU Perlindungan Anak.
Jelas, Dewan Pers berpendapat Playboy Indonesia adalah produk pers.
Karena itu seyogyanya dinilai dengan alat ukur Kode Etik Jurnalistik UU Pers, bukan KUHP.
Majelis Hakim di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
menolak dakwaan JPU yang ingin Erwin dan Playboy Indonesia diadili
dengan pasal 282 ayat (3) KUHP. Menurut majelis hakim yang diketuai
Efran Basuning, S.H., karena Playboy Indonesia adalah produk pers,
seharusnya digunakan UU Pers. Di tingkat pengadilan banding, putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Erwin dan masyarakat pers bernafas lega. Pengadilan menunjukkan sikap membela kemerdekaan pers
dan menolak penggunaan pasal kriminalisasi terhadap pers.
Yang tak disangka adalah, JPU tidak puas, dan mengajukan kasasi.
Tak ada yang tahu proses ini dilakukan. Erwin Arnada yang sibuk bekerja di Bali tidak tahu. Mantan pengacaranya Ina Rachman pun mengaku tidak tahu. Majelis Hakim kasasi di Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi dari JPU pada 29 Juli 2009, yang isinya menerima dakwaan JPU.

Majelis Hakim MA ini diketuai Mansur Kartayasa, dengan anggota Imam Harjadi dan Abbas Said. Pertimbangan majelis hakim kasasi, kata Mansur, mengutip alasan permohonan kasasi Jaksa yang menyatakan bahwa delik dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers, tak mengatur delik penyebaran tulisan atau gambar yang melanggar kesusilaan atau kesopanan untuk dipertunjukkan di muka umum. Makanya, Jaksa hanya mendakwa Pasal 282 Ayat (3) KUHP, subsider Pasal 282 Ayat (2) KUHP karena kasus ini bukan bersifat pemberitaan atau opini.

Dalam wawancara dengan media, Mansur mengatakan dalam penjelasan UU Pers sendiri menegaskan bahwa untuk menghindari pengaturan yang tumpangtindih, UU ini tak mengatur hal-hal yang sudah diatur dalam UU lainnya. Sementara perbuatan terdakwa Erwin berkaitan dengan menyebarkan gambar/tulisan yang merusak kesusilaan yang memang itu diatur Pasal 282 KUHP. "Atas dasar itu, majelis hakim kasasi yang terdiri dari pembaca satu sampai tiga, sepakat atas alasan kasasi Jaksa dapat dibenarkan karena pengadilan judex factie (PN Jaksel dan PT DKI Jakarta) telah keliru atau salah dalam pertimbangannya. Sebab, memang UU Pers sama sekali tak mengatur delik kesusilaan," kata Mansur.

Dalam memori PK yang diajukan tim pengacara kantor Todung Mulya Lubis SH, argumentasi Majelis Hakim MA diatas dianggap keliru. Pasal 5 ayat (1) UU Pers jelas-jelas mengatur tentang kesusilaan, yakni bahwa pers wajib menghormati norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat. Putusan MA juga keliru jika dikatakan pasal 5 ayat (1) tersebut hanya mengatur tentang pelanggaran kesusilaan saja, namun tidak mengatur tentang penyebarluasannya.

Karena Pasal 5 ayat (1) tersebut jelas-jelas diawali dengan kata-kata "pers"nasional berkewajiban", sedang kata pers itu sendiri didefinisikan dalam UU Pers sebagai "lembaga sosial dan wahanakomunikasi massa yang...menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,...gambar,...dengan menggunakan media cetak.." (Pasal 1 angka(1) UU Pers). Sehingga dalam kata "pers" itu sendiri sudah dengan sendirinya secara inheren terkandung unsur penyebarluasan, yakni tercermin dari kata-kata "menyampaikan informasi".

Memori PK itu diajukan dengan alasan Putusan MA mengandung bentuk
kekhilafan penerapan hukum yang nyata. Ini juga yang dikatakan Prof
Bagir Manan, ketua Dewan Pers, yang notabene mantan Ketua Mahkamah
Agung. "Kita (Dewan Pers) mendukung upaya PK dan bahkan membantu proses
ini sepenuhnya, karena melihat adanya penerapan hukum yang secara nyata
keliru dalam kasus Erwin Arnada," ujar Prof Bagir. Dia mengatakannya
dalam rapat Dewan Pers dan juga kepada media secara luas.

Keanehan memang muncul dalam perjalanan kasus Erwin Arnada. Dia harus masuk bui tanpa pernah bisa melakukan upaya pengajuan Memori Kasasi. Putusan MA itupun baru bocor ke publik, pada 25 Agustus 2010, setahun lebih setelah Hakim MA memutuskan kasus ini. Situs resmi MA yang dipasang di lobi Gedung MA justru memuat informasi bahwa Majelis Hakim MA menolak dawaan JPU. Ketika ditanya wartawan antv, Humas MA mengatakan yang harus jadi pegangan adalah petikan salinan putusan MA yang disampaikan ke PN Jakarta Selatan. Publik mengetahui putusan ini lewat sebuah pesan singkat yang saya terima dari Muhamad Rhiziq, Ketua DPP FPI. Nampaknya pesan singkat itu dikirimkan ke sejumlah media juga.

Pesan singkat dari nomor ponsel Rhiziq, Ketua Front Pembela Islam (FPI),25 Agustus 2010, Pukul 12.17 wib. "SIARAN PERS: Rencana FPI untuk demo, kejar & tangkap ERWIN ARNADA Pemred PLAYBOY sebagai BURONAN MAHKAMAH AGUNG RI. Kamis, 26 Ags 2010 jam 10 pg di Petamburan. Sebar!".

Respon saya atas sms itu: "Kog bisa buron MA?". Dijawab oleh Rhiziq: "Besok kita jelaskan. Insya Allah." Pesan itu saya siarkan via Twitter siang itu juga. Banyak respon masuk. Ada debat di dunia maya antara mereka yang membela kemerdekaan berekspresi dan merasa aneh mengapa penerbit majalah yang jelas-jelas tidak langgar pornografi ketimbang menjebloskan para koruptor ke penjara. Tentu saja ada suara yang membela putusan MA atas Erwin dengan mengatakan penerbitan porno kog dibela.

Sore itu, 25 Agustus 2010, media online memuat berita soal rencana eksekusi putusan MA atas Erwin Arnada. Media mengontak FPI via Munarman, salah satu ketua DPPnya. Ada kesan kuat bahwa FPI akan ikut campur mencari Erwin dan menyerahkan ke kejari Selatan. Kesan yang mengkuatirkan semua pihak yang masih trauma dengan pengrusakan yang menimpa kantor Majalah Playboy Indonesia di tahun 2006.

Saya juga dikontak media untuk dimintai komentar atas putusan MA. Tentu saja sebagai Dewan Pers kami konsisten menolak kriminalisasi pers. Itulah yang saya katakan malam itu, saat dikontak wartawan Detik.Com. Tanggapan dari FPI saya dapatkan via sms dari Muhamad Rhiziq, keesokan harinya. "Aslm. YTH: Uni Lubis, anggota Dewan PERS. Pengendara motor FPI tidak pakai helm Anda persoalkan, ERWIN sebagai PENJAHAT BURON dari keputusan hukum MAHKAMAH AGUNG RI Anda bela dengan menyatakan di Detik.Com sebagai bentuk KRIMINALISASI PERS. Maunya apa sih?"

Pesan itu saya terima Pada 26 Agustus, Pukul 09.50 Wib. Jawaban saya: "Posisi Dewan Pers konsisten bahwa untuk semua produk pers, apapun penerbitannya, kami harapkan menggunakan UU Pers 40/99, dan penanganannya dengan Kode Etik Jurnalistik. Berlaku untuk semua, tidak hanya kasus Erwin. Silahan baca semua statemen Dewan Pers mulai dari pimpinan dan anggota untuk semua kasus. Soal anggota FPI konvoi tidak
pake helm, saya sampaikan protes pengguna Twitter. Thanks."

Lampu Kuning Kemerdekaan Pers



Selasa, 12 Oktober, Dewan Pers mengundang pimpinan media masa, tokoh senior dan organisasi pers. Hari itu juga Todung Mulya Lubis secara resmi memasukkan Memori PK Erwin Arnada ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di depan para pimpinan media dan para aktivis pro kemerdekaan pers, Todung Lubis jelaskan kronologis kasus Erwin Arnada. Dukungan kuat datang dari semua yang hadir. "Kriminalisasi wartawan ini harus kita lawan! Kita jadikan momentum untuk mengingatkan Pemerintah jangan membiarkan kriminalisasi dan kekerasan kepada wartawan." Kata Pak Rosihan Anwar, wartawan lima jaman yang secara khusus menyempatkan diri datang.

Fikri Jufri pendiri Tempo, Djafar H. Assegaff dari Kelompok Media Indonesia-Metro TV, Ketua PWI Margiono, Pemred RCTI Arief Suditomo, Pemred SCTV Don Bosco, dan banyak lagi wartawan dan senior media hadir. Hari itu kami juga membahas keprihatinan akan makin banyaknya wartawan jadi korban kekerasan di seluruh wilayah diIndonesia. Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), ada 40 kasuskekerasan terhadap wartawan di 17 Propinsi dalam setahun terakhir. Satu jam sebelum acara Dewan Pers menerima surat dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia yang melaporkan bahwa almarhum Ridwan Salamun, wartawan SUN TV yang tewas dalam bentrok warga di Tual, Maluku Tenggara, dinyatakan sebagai tersangka oleh polisi. Tersangka? Saat sudah meninggal? Semua terkejut. Tak habis pikir.

Dewan Perrs menangani belasan kasus kriminalisasi dan mendampingi para wartawan yang hadapi ancaman bui. Begitu banyaknya kasus di darah sehingga sejak 3 bulan lalu Dewan Pers melaksanakan pelatihan saksi ahli di daerah, agar ketika terjadi sebuah sengketa media di daerah, ada saksi ahli yang sudah memahami cara kerja dan seluk-beluk UU Pers bisa mendampingi wartawan yang duduk di kursi pesakitan di ruang sidang. Sembilan anggota Dewan Pers yag berkedudukan di Jakarta tak lagi cukup untuk menangani makin banyaknya ancaman kekerasan dan penjara.

"Mereka mmg memenjarakan sy, tp pikiran, spirit dan ide-ide sy tetap merdeka." Ini kicauan Erwin Arnada via akun Twitternya, 9 Oktober, Pukul 16.04 Wib. Seingat saya, saat itu kami sedang di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa memproses penahanan Erwin di LP Cipinang. Ada beberapa teman Erwin yang menemani, termasuk Eko Kristianto dan Alfred Pasifico Ginting. Alfred menulis artikel menarik di edisi perdana dengan sampul model dan presenter Andhara Early itu. "Melupakan Indonesia:. Tentang masa depan rekonsiliasi Timor Leste. Lengkap dengan foto-foto indah.

Ada tulisan mendalam Agus Sopian soal "Negara, Agama dan KTP". Rubrik PlayFrame memasang foto-foto menyentuh dengan teks berjudul "Belia Terluka", soal anak-anak yang tak beruntung karena menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Linda Christanty, penulis terkenal dan juri beragam lomba menulis hadir dengan artikel berjudul "Tukang Perahu Itu Bernama Eddie", kisah pria AS yang datang ke Aceh pasca Tsunami dan membuatkan perahu untuk nelayan di sana. So,Inspiring.

Dewi 'Dee' Lestari menitipkan cerpen berjudul "Sepotong Kue Kuning." Beberapa tulisan Playboy Indonesia menuai penghargaan tulisan berkualitas, termasuk dari Sampoerna Adiwarta 2007 untuk sebuah artikel yang ditulis Soleh Solikun.


Banyak lagi tulisan bernas di majalah setebal 160 halaman itu. Tetapi 20-an halaman foto-foto dan gambar yang jauh dari porno –terkecuali mereka yang otaknya memang didominasi pikiran ngeres-yang menjadi pertimbangan hakim MA. Oh, by the way, Andhara Early yang menjadi gadis sampul edisi Playboy Indonesia, adalah pembawa acara kampanye terbukaPresiden Susilo Bambang Yudhoyono di pemilu 2009. Presiden nampaknya tak menganggap Early sebagai model porno, bukan?

Lirik lagu "Spirit Carries On" yang dibuat John Petrucci dari kelompok musik Dream Theatre mengantar saya mengakhiri tulisan ini. Mengingat mereka yang meninggal karena profesi ini. Mereka yang dipenjara karena profesi ini. Mereka yang alami kekerasan dan ancaman karena profesi ini. Profesi yang saya geluti dan saya banggakan.
"Because I believe, that after we've gone, the spirit carries on".###